On The River Bank

Suasana di desa amatlah menyenangkan. Terutama di pinggir sungai kecil yang berkelok lembut, terdapat sebuah tempat yang selalu dipenuhi oleh kegembiraan. Tempat itu adalah taman bermain alami bagi Ven dan Tim, dua sahabat kecil yang tinggal di desa yang sama. Ven, gadis berusia sepuluh tahun dengan rambut hitam pendek dan mata keemasan nan cerah, sering mengajak Tim–anak tetangga atau yang biasa dia sebut adik laki-lakinya baru berusia enam tahun–untuk bermain di sana.

Sungai itu membentang seperti pita perak di bawah sinar matahari sore. Di salah satu tepinya, terdapat sebuah pohon besar dengan cabang-cabangnya yang menjulang tinggi, seolah melindungi area itu dengan kanopi hijau. Di bawah pohon, mereka menemukan tempat duduk yang nyaman dengan rumput lembut sebagai alas.

Kala sore itu masihlah begitu cerah, Ven dan Tim duduk di tepi sungai. Ven sedang membuat perahu kecil dari daun pisang, sementara Tim sibuk mengumpulkan kerikil untuk melempar ke air, menciptakan riak-riak kecil yang berkilauan.

"Ven, lihat! Aku bisa membuat banyak riak!" Tim berteriak gembira sambil melemparkan sebuah kerikil besar ke sungai.

Ven tersenyum, "Kamu hebat sekali, Tim! Tapi hati-hati, jangan sampai basah."

Tim hanya tertawa kecil dan melanjutkan aktivitasnya. Sementara itu, Ven dengan cermat melipat dan membentuk daun pisang menjadi perahu-perahu kecil yang akan berlayar di sungai. Dia sudah lama belajar cara membuat perahu dari neneknya, dan kini dia mengajarkan Tim.

Ketika perahu-perahu itu selesai, Ven menaruhnya di permukaan air. Perahu-perahu kecil meluncur perlahan, mengikuti arus sungai yang tak begitu deras. Tim berlari sepanjang tepi sungai, memastikan perahu-perahu kecil itu tidak tersangkut di bebatuan.

Matahari mulai terbenam, menyebarkan warna oranye ke seluruh langit. Ven dan Tim duduk bersama, memandangi perahu-perahu mereka yang semakin jauh. Mereka saling bercerita tentang mimpi-mimpi dan harapan-harapan.

"Suatu hari, aku ingin pergi jauh dari sini, Ven. Aku ingin melihat lautan dan naik kapal besar!" kata Tim dengan mata berbinar.

Ven memandang Tim dengan lembut. "Dan aku akan selalu ada di sini menunggu cerita-ceritamu. Kita akan datang ke sini lagi dan melanjutkan permainan kita."

Mereka berdua tertawa dan saling berjanji untuk selalu berbagi impian. Saat matahari benar-benar tenggelam, mereka bergandengan tangan lantas berpisah pada sebuah pertigaan, pulang ke rumah masing-masing dengan hati penuh kebahagiaan dan kenangan.

Sungai itu tetap ada, menyimpan jejak-jejak kecil dari perahu-perahu daun pisang dan gelak tawa anak-anak yang pernah bermain di tepiannya. Bagi Ven dan Tim, tempat itu adalah sebuah tempat magis, penuh dengan kenangan masa kecil yang takkan pernah pudar.

.

.

A/N : Setelah remaja uwu-uwuan di taman bunga, atau pasangan Assasin X Serial Killer, beralih dulu ke manisnya anak-anak sambil nostalgia main perahu daun pisang di tepian sungai. Ini sih pengalamannya yang nulis suka main di sungai pas masih bocil.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top