Sorai
https://youtu.be/PF_VokiUndk
Sorai - Nadin Amizah
A Song fic written by Hanchiro.
Please leave a comment for support.
Yang lain boleh protes atas keanehan ff ini tapi yang ultah ga boleh
"Acie pagi-pagi udah gaya aja," sorakan suara serak khas Hana terdengar ketika Hyojin keluar dari apartemennya. Sahabatnya yang baru saja selesai lari pagi bersama Chan itu menatapnya geli. "mau kemana nih nyonya Byun? Kencan ya?"
Hyojin menolehkan kepala, ia lantas tertawa mendengar pertanyaan Hana. "Han kayanya elo yang lebih cocok jadi psikolog ketimbang gua. Tebakan elo bener masa."
"Kalo bener mendingan Hana jadi peramal dah, biar bisa nyari kerjaan sampingan pas selesai ngajar," kata Chan yang langsung disahuti oleh Hana. "Iya ntar gua jadi Hana Kiyoshi. Nyantet elo Kak."
"Elo jadi Hana Kiyoshi atau jadi kang santet sih?"
"Double job lah."
Iya ada-ada aja emang pasangan ini, Hyojin sampai menggelengkan kepalanya. "Kalo kalian mau adu bacot, gua pergi ya."
"Ya kan emang elo mau pergi, gimana sih?" tanya Hana bingung.
Chan ikutan menatap Hyojin. "Btw lo mau jalan sama siapa? Tumben wangi bener elah." Idung Chan sensitif banget elah.
"Kak Jaehyun," balas Hyojin.
"Hah?" Hana melongo. "bukannya elo sama Jaehyun udah--"
"Gua mau bersenang-senang sama dia untuk yang terakhir kalinya. Toh enggak semua perpisahan harus dirayakan dengan tangisan bukan?"
Chan dan Hana saling bertatapan, kedua itu sebenernya ga ngerti dengan jalan pikiran Hyojin.
Padahal dua hari lalu Hyojin menangis ketika putus dengan Jaehyun. Bahkan kerjaan Hana sampe keteteran karena Hyojin nangis dan ngindep di apartemennya Hana.
Terus sekarang, dia mau ngerayain perpisahannya dengan Jaehyun?
Lawak.
Tapi yaudah lah ya, sebagai sahabat yang baik Hana enggak bisa ngelarang juga. Mungkin Hyojin dan Jaehyun punya maksud lain.
"Jin, kalo butuh apa-apa langsung hubungi gua atau Chan ya." serius, Hana cuman berharap Hyojin enggak kenapa-kenapa.
***
"Lama nunggu?"
Mendengar suara yang sangat familiar ditelinganya, lelaki dengan dimple dipipi itu lantas menolehkan kepalanya. "Enggak kok," balasnya lalu tersenyum.
Senyuman manis yang selalu membuat hati Hyojin jatuh karenanya.
"Kamu udah makan?" tanya Jaehyun yang langsung ditanggapi gelengan oleh Hyojin. "Kakak tau kan, aku enggak biasa makan pagi."
"Iya aku tau, makannya aku ngajakin kamu ketemuan disini."
"Kalo tau, kenapa nanya?"
"Ngetes, hehe," Jaehyun lantas berdiri. "mau pesen apa?"
"Kaya biasa," jawab Hyojin.
Seolah mengerti Jaehyun pun mengangguk, dia segera pergi ke kasir dan memesan makanan yang biasa Hyojin beli kalo lagi ke kfc.
Untung aja kfc belum ngantri, jadinya Jaehyun bisa mendapatkan makanan untuk mantannya dengan cepat.
"Ini, makan dulu," lelaki itu menaruh nampan berisi makanan di meja yang dia duduki bersama Hyojin.
Hyojin tersenyum senang. "Makasih," ucapnya yang membuat senyuman Jaehyun semakin melebar. "eh cuman satu, Kak Jaehyun enggak makan?"
"Aku udah makan," balas Jaehyun. Hyojin lantas merengut kesal, Jaehyun tau Hyojin enggak suka kalo dia makan tapi lawan bicaranya enggak makan. "dan aku pengen liat kamu makan."
"Lah kenapa?"
"Karena kalo aku makan, fokus aku terbagi dua, buat kamu sama buat makanan. Tapi kalo aku enggak makan, fokus aku cuman buat kamu," ucap Jaehyun. Lelaki itu menaruh wajahnya disebelah tangan, menatap lurus Hyojin, membuat gadis itu salah tingkah karenanya. "seenggaknya aku ingin lebih lama menatapmu sebelum nanti aku enggak boleh begini lagi."
Hyojin menipiskan bibirnya, ada rasa senang dan sedih disaat yang sama begitu mendengar penuturan Jaehyun.
Ah sial, kenapa rasanya sesak?
Enggak, Hyojin enggak boleh menangis.
Perayaan hari ini enggak boleh diisi dengan tangisan. Seperti kata Hyojin kemarin, dia harus merayakan perpisahan ini dengan kebahagiaan bukan dengan tangisan.
***
Langit dan laut saling membantu
Mencipta awan hujan pun turun
Ketika dunia saling membantu
Lihat, cinta mana yang tak jadi satu?
"Dulu kita ketemu disini ya?" Jaehyun memulai obrolannya dengan Hyojin begitu melewat studio XXI, "aku inget banget dulu kita sama-sama nangis pas nonton stan by me Doraemon."
Hyojin tertawa mendengarnya. "Iya, kita dulu sama-sama patah hati. Makannya kita nangis. Berdalih itu gara-gara Doraemon, padahal mah gara-gara patah hati."
Masih inget aja mereka masa kelam dulu. Yang satu nangis karena patah hati, yang satu nangis karena diselingkuhi. Dulu Jaehyun dan Hyojin duduk sampingan banget, mereka pun sama-sama menangis tapi bukan karena film kartunnya.
"Iya, kamu nangis gara-gara senior kesukaanmu nembak Hyora, kan?"
Hyojin mengangguk menanggapi pertanyaan Jaehyun. "Yup, that's my worst day ever. Tapi disaat yang sama, aku juga bersyukur."
Jaehyun menatapnya bingung. "Eh why?"
"Kalo aku enggak patah hati dan enggak nangis, mungkin Kak Jaehyun enggak akan berinisiatif buat ngasih aku tissue. Dan mungkin kalo aku enggak nangis, kita enggak akan seperti sekarang," ucap Hyojin dengan senyuman lebarnya.
Jaehyun ikut tersenyum, bersamaan dengan itu hati Hyojin terasa jatuh. Oh ayo lah, hati perempuan mana yang enggak jatuh ketika melihat senyuman manis milik pria bermarga Jung itu?
"Iya sih."
"Dulu kak Jaehyun nangis gara-gara Kak Rose selingkuh ya?" kata Hyojin pada Jaehyun sembari menunjuk wajah lawan bicaranya. "ngakuu, aku inget banget muka kakak pas itu."
Jaehyun mengangguk. "Iya, dulu aku gobloknya kek rucika."
"Kenapa tuh?"
"Mengalir sampe jauh."
"Hahaha anjir!" gelak tawa Hyojin terdengar setelahnya. Emang receh banget ini anak satu.
"Omong-omong mau mengulang kenangan?" tanya Jaehyun lalu menunjuk deretan film yang akan diputar. "dua centang biru, mau?"
"Dua garis biru kali!" Hyojin lagi-lagi tertawa dengan kerecehnya. "dua centang biru mah wasaf."
Jaehyun bahagia melihatnya. Seengaknya belajar ngelawak sama Haechan kemarin enggak sesia-sia itu, ada hasilnya. Padahal aslinya Jaehyun enggak bisa ngelawak.
"Ah iya dua garis biru," kata Jaehyun. "mau enggak?"
"Boleh deh. Hayu."
***
Kau memang manusia sedikit kata
Bolehkah aku yang berbicara?
Kau memang manusia tak kasat rasa
Biar aku yang mengemban cinta
Memori bersama Jaehyun beberapa tahun lalu kembali terputar selayaknya kaset kusut dikepala Hyojin.
Ia ingat dulu Jaehyun bukan lelaki yang banyak bicara.
Ketika memberikan tissue pun, kata yang Jaehyun ucapkan padanya hanya, "Nih." meskipun pada akhirnya Hyojin menerima tissue dari Jaehyun dengan penuh rasa canggung.
Ajaibnya, setelah pertemuan di bioskop itu, Hyojin dan Jaehyun bertemu lagi di tempat yang berbeda.
Karena keadaan Hyojin sudah lebih baik, dia jadi mudah mengakrabkan diri dengan Jaehyun. Emang dasarnya Hyojin tipkal manusia banyak bicara. Meskipun yah tetap saja Jaehyun menanggapinya dengan sedikit kata.
Mungkin memang itu karakternya.
Dulu sang calon psikolog pun memaklumi hal itu.
Semakin waktu berjalan, semakin akrab lah mereka. Salahkan saja kenapa takdir selalu menempatkan mereka dikegiatan yang sama. Sampai akhirnya Hyojin merasa nyaman dan mengemban cinta.
Jaehyun memang tipenya, wajar saja Hyojin yang awalnya menjadikan Jaehyun sebagai pelabuhan sementara akhirnya mengubah tujuannya. Jaehyun dijadikan pelabuhan hatinya untuk waktu yang tidak bisa ia ditentukan.
Menyukai seseorang secara diam-diam itu memuakan. Apalagi Jaehyun itu tampan, dia incaran semua orang.
Untung saja, dengan bantuan kawan-kawannya Hyojin, gadis itu maju selangkah lebih awal dari gadis lain yang mendambakan hati Jaehyun.
Meskipun awalnya memalukan, tapi tetep mereka berakhir jadian.
"Kak Jaehyun, kalo aku suka kakak gimana?" Jaehyun tertawa sembari mempraktekan kode keraa Hyojin dulu setelah keluar dari bioskop.
Sekarang Jaehyun berbeda, lelaki yang dulunya tak banyak bicara menjadi sosok yang terbuka. Mungkin itu pengaruh Hyojin dan teman-temannya.
"Diem ih jangan bahas itu, malu!" sentak Hyojin kesel. Dasar komdis, malu aja pake nyentak.
Sedangkan Jaehyun tertawa melihatnya. "Hahah iya iya, aku juga suka kamu."
Syit. Hyojin ga boleh baper, ga boleh.
Dengan tangan yang terlipat didepan dada, ia menatap Jaehyun sebal. "Belajar gombal dari siapa sih?"
"Temenmu yang suka nulis di wattpad," balas Jaehyun. "dia lebih jago ngegombal ketimbang aku soalnya."
"Iya jago, tapi gombalannya Hana sesat," Hyojin mendengus sebal. Selain sesat gombalannya ala Hana enggak baik buat kesehatan jantung yang baca. Jangan sampe dah Jaehyun mempraktekan apa yang Hana tulis di wattpad pada Hyojin.
"Sekarang mau kemana lagi?" tanya Jaehyun.
"Dufan!" jawab Hyojin asal.
Tapi Jaehyun menanggapinya serius. "Ayo."
"Kemana?"
"Dufan lah."
"H-hah?!
***
Awan dan alam saling bersentuh
Mencipta hangat, Kau pun tersenyum
Ketika itu kulihat syahdu
Lihat, hati mana yang tak akan jatuh
Ini memang bukan pertama kalinya Hyojin mengunjungi Dufan and Do Fun. Tapi tetap saja, kalo sama Jaehyun tetep aja rasanya beda.
Jaehyun bukan seperti Hana yang dikit-dikit menggelengkan kepala ketika Hyojin menunjuk permainan yang dirasanya mengancam nyawa.
Jaehyun beda, dia menyenangkan, bisa menaiki segala permainan. Dari mulai rumah boneka sampai hysteria.
***
"Mau kemana lagi?" tanya Jaehyun pada Hyojin yang padahal baru turun dari arena hysteria.
Gila orang ini.
"Bentar," Hyojin memegang lututnya, dia lemas sendiri karena tadi teriak-teriak. "aku capek."
"Yaudah, ayo cari tempat duduk," balas Jaehyun sembari tersenyum. Tangan Hyojin dia genggam selama perjalanan mencari tempat untuk duduk. Untung saja tak lama, mereka menemukannya.
"Aku beliin kamu minum, tunggu disini bentar," kata Jaehyun pada Hyojin.
Hyojin mengangguk pasrah, dia memang butuh minum karena tas kecilnya hanya berisi ponsel dan powerbank, enggak ada aqua.
Tak lama, Jaehyun datang mengagetkan Hyojin dengan menempelkan botol air itu di pipi tirus milik Hyojin. Jelas lah, Hyojin beteriak, "AISH KAK JAE!"
"Hahahah, maaf-maaf," katanya lalu membuka botol minuman itu. Dia tau Hyojin enggak bisa membuka botol minuman, maka Jaehyun dengan baik hatinya melakukan itu. "ini."
Hyojin menerima botol air pemberian Jaehyun. Lalu meminumnya. Sampai dia menyadari sesuatu, "Loh kak Jaehyun, ga beli minum?" tanyanya setelah selesai minum.
"Enggak kan udah ada ini," ucap Jaehyun lalu mengambil minuman itu dari tangan Hyojin dan meminumnya.
W-wait...
"K-kak, itu ... Eum indirect kiss dong?" tanya Hyojin ragu.
Jaehyun lantas menatapnya, "Emang kenapa?"
Ah sial, PAKE NANYA KENAPA LAGI INI MANUSIA? GA TAU AJA JANTUNGNYA HYOJIN UDAH CENAT-CENUT GA JELAS.
"Kenapa sih? Kamu sama temen kamu juga pasti sering minun ditempat yang sama gini kok," ucap Jaehyun.
"Ya kalo sama kakak kan beda!" sentak Hyojin dengan pipi memanas.
Eh Jaehyun malah tertawa melihatnya, "Hahaha kaya sama siapa aja," ia mencubit pipi Hyojin. "kalem kok, cuman indirect kiss, bukan kiss beneran."
"Kakak mah!"
"Kenapa?"
"Tau ah, sebel."
Hyojin enggak pernah bisa marah lama sama Jaehyun, paling cuman beberapa menit.
Tak terasa hari udah mulai sore, langit udah bukan berwarna biru lagi, udah tergantikan dengan warna oranye yang cantik.
Hampir semua permainan greget yang membuat para manusia beristigfar udah mereka taiki.
Sekarang Hyojin dan Jaehyun mau duduk santai dengan menaiki bianglala yang memperlihatkan senja menghiasi kota Jakarta.
Mata Hyojin tak henti-hentinya menatap pemandangan diluar dengan kagum. "Indah."
"Kamu lebih," sahut Jaehyun yang sukses membuat pipi Hyojin memanas.
Gadis itu menoleh, netranya menatap Jaehyun yang kebetulan sedang melihat ke arahnya. "Jangan bohong. Kamu lebih indah tau."
Jaehyun terkekeh pelan mendengarnya. Sial, lagi-lagi hati Hyojin jatuh untuk lelaki pemilik marga Jung itu. Kenapa sih Jung Jaehyun masih aja hobi memporak-porandakan hatinya? Padahal sebentar lagi dia menjadi suami orang.
"Kak makasih ya buat hari ini," ucap Hyojin tiba-tiba. "makasih karena udah menyempatkan diri ngebuat aku bahagia, padahal aku bukan siapa-siapa."
"Jangan bilang gitu," balas Jaehyun lirih, rasa bersalah kembali menghantuinya. "udah seharusnya aku ngelakuin ini. Malah harusnya aku yang bikin kamu bahagia dipelaminan besok."
Hyojin menggelengkan kepalanya. Entah kenapa sesak kembali menguasai dirinya begitu mengingat besok Jaehyun akan menjadi suami orang.
Ah sial, kenapa lagi-lagi kisah cintanya mempunyai ending yang buruk?
Jaehyun yang sadar raut wajah Hyojin berubah pun lantas berpindah tempat untuk duduk disamping Hyojin. Lelaki itu menarik Hyojin kepelukannya, memeluk tubuh itu dengan erat, karena ini pelukan mereka yang terakhir.
Ia tau posisi Hyojin. Pasti rasanya menyakitkan mendengar Jaehyun akan menikah tiga hari lalu. Setelah semua suka duka yang mereka lalui untuk menghapus hati yang pernah pilu, rasanya emang enggak lucu hubungan kedua insan itu rusak karena perjodohan.
Jaehyun dijodohkan dengan putri tunggal keluarga Yeh, rekan ayahnya yang berasal dari Taiwan. Jelas dia mengetahui hal ini tidak secara tiba-tiba, Jaehyun juga pernah menyusun rencana agar perjodohannya dengan Shuhua batal.
Tapi gagal.
Dia enggak bisa membatalkan perjodohan ini begitu saja. Keluarganya terlalu banyak mengancam, bahkan tak segan menggunakan Hyojin sebagai ancaman. Sialnya Shuhua juga enggak menolak perjodohan ini karena hell, siapa juga yang mau menolak Jung perfect Jaehyun?
Sialnya Jaehyun juga terlalu pengecut. Dia terlalu takut membuat Hyojin menagis sampai selalu mengulur waktu untuk memberitahukan kenyataannya. Ini pun Hyojin tahu karena diberitahu Shuhua.
Keduanya berpelukan, sama-sama menangis dalam diam. Yang satu terus-terusan meminta maaf, yang satu hanya diam.
Semua sorak-sorai yang terlontar hari ini tetap saja diakhiri dengan tangisan. Menyebalkan.
***
Kau dan aku saling membantu
Membasuh hati yang pernah pilu
Mungkin akhirnya tak jadi satu
Namun bersorai pernah bertemu
"Hyoj, ga usah dateng, ga apa-apa," kata Pimcha sembari menahan tangan Hyojin untuk enggak masuk kedalam gedung mewah yang menjadi tempat diselenggarakannya pernikahan Jung Jaehyun dan Yeh Shuhua.
Shira mengangguk mengiyakan. "Iya Hyoj, lo ga punya kewajiban dateng ke pernikahan mantan kok. Ga usah kesana, biar si Hana sama Chan aja yang nyalamin mereka, ga usah nyakitin diri elo sendiri."
Yang namanya Hyojin tetaplah keras kepala. "Enggak apa-apa kawan. Gua ga akan kenapa-kenapa." ucapnya lalu berjalan cepat agar tidak ditatap aneh sama tamu undangan yang lain.
Entah apa yang dipikirkannya, teman-temannya juga tidak mengerti. Padahal Jaehyun udah jelas-jelas melarang Hyojin datang ke pernikahannya, tapi anak itu masih nekat aja dateng dan katanya mau ngucapin selamat.
Jujur sih, yang Pimcha dan Shira takutkan itu Hyojin tiba-tiba ngamuk dan baku hantam sama istrinya Jaehyun.
Jadi untuk berjaga-jaga, mereka bedua dan Hana mengekor dibelakang Hyojin. Supaya Hyojin ga berbuat yang aneh-aneh.
"Selamat ya kak," ucap Hyojin dengan senyum yang Jaehyun sendiri tahu--itu senyum terpaksa.
Jaehyun berusaha membalas senyum itu, meskipun yah jujur dia enggak begitu mampu. Toh sedari tadi aja ia memasang wajah datarnya. Kepalanya teranggukan, matanya masih menatap Hyojin lekat, sedangkan tangannya memegang tangan Hyojin denggan erat. "Iya."
"Semoga kalian berbahagia," ucap Hyojin.
Singkat tapi mampu membuat hati Jaehyun tersayat. Semoga katanya. Jaehyun sendiri nggak yakin apakah dia bisa berbahagia dengan pernikahan penuh paksaan ini.
"Amin, makasih ya," balas Shuhua lalu melirik tangan Hyojin yang masih dipegang Jaehyun. "dan itu tolong tangannya. Inget, suami orang dia."
Tersadar, Hyojin segera melepaskan tangannya lalu berlalu dihadapan kedua mempelai.
Untungnya enggak ada adegan baku hantam, Hana, Shira, dan Pimcha sama-sama menghela napas lega.
"Maaf!" Hyojin berseru. Dalam hati dia merutuki betapa bodohnya dia hari ini, kenapa juga dia bisa-bisanya nabrak orang lain yang lagi diem aja.
Yang ditendang menolehkan kepalanya, tadinya dia mau marahin Hyojin, tapi ngeliat mata Hyojin yang berkaca-kaca, dia jadi enggak tega.
Sekarang lelaki itu malah ngerasa iba, "Kamu enggak apa-apa?"
"Eh?" Hyojin mengangkat kapalanya yang semula tertunduk, menatap lawan bicaranya dengan takut. "s-saya? Enggak apa-apa kok."
Lelaki itu mengeluarkan saputangan dari saku celananya. Menyodorkan itu pada Hyojin. "Mata kamu berkaca-kaca. Coba elap dulu."
Sial, Hyojin merasa dejavu.
Ini seperti pertemuan pertamanya dengan Jaehyun.
"Enggak, terimakasih," tolak Hyojin dengan halus.
"Tangan kamu bisa mengandung bakteri, baju kamu juga. Mending kamu elap pake ini," ucap lelaki berkulit putih susu itu, seolah memaksa Hyojin untuk menerimanya.
"Masalahnya kalo saya pake, saya bingung ngebalikinnya gimana," balas Hyojin.
Lelaki itu menatap Hyojin lekat-lekat. Memperhatikan Hyojin dari atas kepala sampe ujung kaki. Setelah 8 detik berlalu, dia lantas merongoh sakunya dan mengambil kartu namanya. "Saya Hwang Minhyun, mungkin kalo kamu mau mengembalikan saputangan itu, kamu bisa datang ke alamat ini."
Akhirnya setelah banyak berpikir dan menimang-nimang, Hyojin menarima saputangan tersebut berserta kartu nama milik lelaki bernama Minhyun tadi. "Ah baik lah. Omong-omong ini perusahaan tempat bapak kerja?"
"Iya. Kalo datang kesana bilang saja mau ketemu sama saya dan udah bikin janji sebelumnya."
"Baiklah."
"Omong-omong, kalau boleh tau nih ya, kamu kenapa nangis?" tanya lelaki itu. "apa tadi kamu habis motongin bawang?"
"Ah enggak, saya nangis karena ini pernikahan mantan saya," ucap Hyojin yang tanpa sadar membongkar aib sendiri. Minhyun nampak kaget mendengarnya. "pertemuan saya sama mantan saya awalnya persis kaya pertemuan saya sama bapak. Tapi mungkin agak beda karena dulu saya dan mantan saya sama-sama nangis di bioskop pas pertemuan pertama. Kalo saya sama bapak mah enggak. Ah maaf, saya jadi curhat gini."
Emang kayanya Hyojin harus cepat-cepat pulang dan curhat sama temen-temennya. Kalo ga gitu mungkin dia akan terus mengatakan hal random sama lelaki bernama Minhyun ini.
"Ah enggak apa-apa kok, santai aja," ujar Minhyun berusaha menenangkan. Jujur aja dia sendiri pada awalnya kaget karena Hyojin tiba-tiba bercerita padanya. Tapi yah enggak apa-apa, perempuan ini menarik dimatanya. "kalo boleh tau kenapa kalian berpisah?"
"Dia dijodohkan dan mungkin bukan jodoh saya. Mungkin kita sama-sama ditakdirkan untuk sama-sama menyembuhkan luka, bukan untuk bersama-sama pada akhirnya."
Minhyun menganggukan kepalanya, anehnya kali ini dia tidak merasa bermasalah mendengar curhatan Hyojin.
"Ah maaf saya terlalu banyak bicara," ucap Hyojin setelah mengelap air matanya. "saya akan cuci saputangan ini dan mengembalikan ke bapak besok. Terimakasih banyak karena udah meminjamkan saputangan ini dan mendengarkan ocehan saya. Saya permi--"
"Tunggu dulu," tiba-tiba saja Minhyun menahan tangan Hyojin. "nama kamu siapa?"
"Byun Hyojin. Ah maaf saya baru mengenalkan diri."
"Umur?"
"24 tahun."
"Pekerjaan?"
"Psikolog."
Tunggu, kenapa jadi interogasi dadakan gini? Emang Hyojin lagi wawancara kerja apa?
"Kalo kamu siap menikah dan enggak masalah sama duda anak satu, segera hubungi saya ya?"
"Ha? HAH?!" Hyojin terkejut. Apa-apaan ini? Baru aja kenal Hyojin tuh sama dia, dan cowok ini dengan seenak huntunya ngajak nikah? Ngalawak! "Bapak ngeprank saya?"
"Enggak lah, saya bukan Atta," balas Minhyun sembari tersenyum manis. "saya serius, kebetulan saya emang lagi cari calon istri. Masa iya masa tua saya dihabiskan sendirian terus?"
"T-tapi kenapa harus saya?"
"Kamu menarik, saya suka."
Hyojin melongo, sumpah, "Ini bercanda kan?"
Minhyun menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Enggak ini serius. Kalo kamu enggak masalah sama duda anak satu dan siap nikah segera hubungi saya," ucapnya. "tapi kalo kamu enggak siap, saya akan ngebuat kamu ngerasa siap. Hehe."

🦋
Jika Tuhan mengambil sesuatu darimu, mungkin saja sesuatu itu enggak benar-benar diambil, namun digantikan dengan sesuatu yang lebih baik.
🦋
Sorai - selesai
Enggak ada sequel.
Enggak ada ucapan spesial.
Enggak nerima protesan.
Kalo ada yang enggak jelas atau terlalu gantung, bisa gunakan kemampuan berhalunya.
Btw AKHIRNYA GUA BIKIN BUKU GA PAKE NAMA HANA MESKIPUN MASIH NYANGKUT HANANYA.
Terimakasih udah membaca :)
Sampai bertemu di buku yang lain
8/8/19
-hanchiro
(manusia biasa, bukan anjing)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top