Gone (Again)
Original written by HAZ (Hanchiro)
di publikasikan 11 agustus 2016
Seungcheol x Hyojin x other
... penasaran? Silahkan langsung baca saja~
Mingyu pernah berkata, setiap perjuangan tidak akan berakhir dengan sia-sia. Awalnya, aku tidak mempercayai hal itu. Mingyu itu gudangnya bulshit. Jika bisa memilih, aku lebih memilih untuk percaya pada perkataan Hana dibanding temannya itu. Setidaknya ucapan Hana yang sebenarnya menjurus ke arah sarkastis lebih bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Hanya saja, spesial untuk hari ini ... aku percaya dengan Mingyu.
Awalnya aku sempat berputus asa, dan berniat melupakan 'dia', sayangnya keajaiban keburu datang dan melunturkan sifat pecundangku.
"Hyojin," lelaki bertubuh jangkung itu memanggil namaku dengan lembut. Suaranya terdengar masih sama seperti satu tahun kebelakang, masih persis, tidak berubah. Senyum yang sebenarnya lebih sering kulihat melalui ponsel, kini bisa kulihat langsung.
Choi Seungcheol, lelaki itu berdiri sekitar lima langkah didepanku. Rambut hitamnya terlihat sedikit berantakan karena mungkin dia terlampau malas untuk memakai pomade. Kemeja hitam yang dia kenakan juga terlihat kusut. Tapi tetap, Seungcheol tetap tampan. Seberapa buluknya dia saat ini, Seungcheol tetap lah menjadi lelaki yang paling tampan untukku. Apalagi ketika dia sudah menunjukan senyumannya.
Aku tidak bisa berkata apapun. Hanya terdiam, membiarkan darahku berdesir dengan sendirinya. Mirip seperti orang tolol yang baru saja melihat uang.
Hanya saja Seungcheol lebih berharga dari uang.
Lelaki yang berumur tiga tahun lebih tua dariku itu kembali mengikis jarak diantara kami. Hanya, tidak sampai intim. Masih terpisahkan jarak, sekitar dua atau tiga jengkal. Dia lalu berkata lagi, "Lama tak bertemu, Hyojin."
Mungkin implus sarafku terlalu lambat merespon, jadi aku hanya terdiam dengan ekspresi bingung yang sangat absurd.
Apakah ini nyata? Aku baru saja sembuh dari sakit, jadi ini bisa saja perwujudan dari harapanku atau bisa saja ini hanya mimpi.
Melihatku yang bingung, lawan bicaraku juga ikut bingung. Dia menunjukan kepalanya. Tangan putihnya menepuk pipiku pelan, sukses membuatku terperanjat kaget.
Dia nyata, SEUNGCHEOL NYATA!
Nyata, nyata, nyata, nyata, NYATA! Eh tunggu, kenapa aku malah seperti pemain di kartun Chalkzone?
Oke lupakan ... yang penting dia nyata!
Rasa bahagia langsung merasukiku tanpa permisi. Mendorong tubuh kecilku untuk memeluk lelaki ini. "YAKKK! KAU NYATAAA!" aku bahkan berteriak seperti orang gila. Ini seperti bukan aku. Tapi sumpah, rasa bahagia itu membuatku menjadi orang lain.
Setelah sekitar lima belas detik aku memeluknya, aku baru menyadari sesuatu. Seungcheol tidak sebahagia diriku yang baru memeluknya. Lelaki itu bahkan tidak memelukku sama sekali.
Tidak seperti pertemuan kami yang lalu--walaupun dipertemukan melalui skype. Dia tidak antusias, sama sekali tidak. Ini seperti bukan dirinya.
Karena bingung dan merasa canggung, aku akhirnya melepaskan pelukanku darinya. "Kenapa?" suaraku menggema dalam keheningan didepan rumahku. "kau kenapa sih? Apa kau tidak merindukanku he, cebong? Apa kau tidak merasakan hal yang sama denganku?!" bersamaan dengan suaraku yang meninggi, napasku juga ikut tersenggal.
Seungcheol hanya diam. Bibirnya tidak tersenyum seperti tadi malah. Dia memasang ekspresi hampa yang tidak aku mengerti. "Dengar Hyojin," setelah sekian lama akhirnya dia bersuara juga. "waktuku tidak banyak untuk mengatakan ini padamu."
Aku menatapnya lebih dalam. Bertanya "Kenapa?" dengan telepati yang sebenarnya tidak mungkin sampai. Apa maksudnya? Tidak lama?
Sementara aku terdiam, Seungcheol malah menurunkan tasnya. Sibuk mencari sesuatu dari dalam tasnya, tak lama tapi. Setelah menemukan benda yang dia cari, lelaki itu kembali berdiri tegak. Tangannya menyodorkan sebuah buku--ralat--itu sebuah sketchbook dengan lembar coklat berukuran sekitar A5. "Untukmu, hadiah ulangtahunmu," ucapnya dengan senyuman yang jauh lebih manis. Seolah dia baru saja melepaskan bebannya.
Aku menerimanya, meskipun pikiranku masih terisi oleh kebingungan. "Terimakasih," tapi tetap, akhirnya aku berterimakasih juga.
Tangannya tiba-tiba menepuk kepalaku dengan lembut. Akibatnya, jantungku meloncat tak karuan. Sial.
"Dan setelah ini, tolong hilangkan aku dari pikiranmu, Hyo."
Tunggu? Apa maksudnya itu? Hilangkan?
"Apa maksudmu?" akhirnya bibir ini bertanya juga padanya. Tidak sanggup lebih lama lagi menyimpan beribu pertanyaan sendiri.
Seungcheol tidak langsung menjawab. Dia menghela napas berat. "Aku akan menikah," jawabnya lirih setelah memutus kontak mata dari kami.
Lagi-lagi yang bisa kulakukan hanyalah terdiam seribu bahasa, seperti baru saja melihat Mingyu menjadi dukun beranak dadakan. Menikah? Wajar. Seungcheol itu mahluk yang memang sudah menyentuh kata sukses. Arsitek muda tampan idaman seluruh manusia--aku yakin dia pernah di taksir sesama juga. Kaya, pintar, berbakat, tampan, anak chaebol ini mempunyai segalanya. Mungkin orangtuanya tidak sabar untuk menimang cucu.
Tapi, kenapa aku harus melupakannya? Memangnya apa hubungannya menikah dengan melupakan dirinya. Kami memang bukan pacar, tapi aku menyayangi dirinya. Melupakannya yang hilang selama kurang lebih satu tahun saja lebih sukar dari mengerjakan tugas geografi, apalagi melupakannya selamanya.
Dan tanpa aku sadari, pipiku sudah basah karena liquid bening. Entah sejak kapan air mata ini membelah pipiku yang tak berdosa.
Dada ini mendadak sesak. Seakan ada sesuatu yang menyangkut di tenggorokanku.
Aku tidak mengerti kenapa aku bisa selemah ini.
Hanya karena dia menikah, bukan berati komunikasi kami terputus begitu saja kan?
Kini jarinya mengusap lembut pipiku. "Jangan menangis, bodoh. Kau semakin jelek ketika menangis," katanya tapi aku tidak terhibur sama sekali.
Aku menepis tangannya tanpa permisi. Melotot tajam kearahnya. "Kenapa Seungcheol?! KENAPA AKU HARUS MELUPAKANMU?! KAMU HANYA MENIKAH KAN?! KENAPA AKU--"
Jarinya menempel di atas bibirku, menghentikan ocehanku secara otomatis. "Karena kamu mencintaiku, dan aku tidak."
Petir seakan langsung menyambar diriku. Membuat sekujur tubuh ini lemas. Mencintainya? Bagaimana bisa dia ... tahu?
Aku tidak pernah memberitahunya karena dia malah menghilang entah kemana sebelum aku memberitahunya.
Lalu bagaimana bisa?
"Aku hanya ingin kamu tidak berharap banyak padaku lagi, Hyo," lanjutnya. "itu akan menyakitimu."
TAPI INI LEBIH MENYAKITIKU?! kenapa dia bisa berkata itu dengan mudah, sih?
Kenyataannya, ini lebih menyakitiku.
Seungcheol malah menatap arloji mahal ditangannya. "Ah ini sudah sore. Kalau begitu aku pulang, ya Hyo?"
Ah tidak! Kenapa ujungnya malah begini? Kenapa suara ini tidak mau keluar juga? Jangan pergi dulu, aku punya banyak pertanyaan dan..
"Selamat tinggal, Hyojin. Semoga kau bahagia.
Seungcheol pergi, benar-benar pergi.
Krik.
Ini seperti lelucon klasik yang pernah diutarakan Mingyu, hanya saja ... ini sama sekali tidak lucu.
"Bangsat."
. . .
"Aku tidak menyangka kau benar-benar melakukannya," ujar gadis dengan rambut pendek itu. Matanya menatap Seungcheol dingin. "kau menyakiti Hyojin lagi, Seungcheol. Kenapa sih kau harus mengatakan itu?"
Seungcheol diam, tidak langsung menjawab pertanyaan dari sahabatnya Hana itu. "Hana," katanya lirih. "Hyojin pasti akan lebih sakit ketika tahu kenyataannya."
"Kenyataan bahwa sisa hidupmu hanya sekitar dua minggu lagi?" potong Mingyu, lelaki jangkung yang berdiri disamping Hana.
Seungcheol mengangguk lemah. Bibirnya tersenyum palsu lalu menarik napas panjang. "Iya."
"Hyojin bisa menganggapmu bangsat. Memangnya kau mau?" tanya Hana lagi.
"Daripada aku datang dan memberitahukan penyakitku, yah akan lebih baik jika aku dianggap bangsat olehnya. Aku tidak ingin dia memikirkan penyakitku dan mengharapkan hal yang selalu aku harapkan, untuk hidup lebih lama," jawab Seungcheol tenang.
"Aku tidak mengerti denganmu Seungcheol," ujar Mingyu cepat. "vonis dokter bisa saja salah. Dan kau seperti sedang sehat-sehat saja. Kenapa kau begitu pasrah?"
"Tapi kematian bisa datang kapan saja kan? Aku hanya tidak ingin memberi Hyojin harapan palsu karena penyakit ini sulit disembuhkan. Kalian tahu kan, pengobatan yang aku lakukan dua tahun ini sia-sia saja," kata Seungcheol.
Hana dan Mingyu hanya terdiam.
Seungcheol melanjutkan, "Minimal, kalaupun iya nantinya aku sembuh. Aku ingin Hyojin menemukan lelaki lain yang bisa benar-benar menjaganya, mengerti dirinya, tidak hanya lewat bertukar pesan atau bertelepon semata, tapi benar-benar ada untuknya, disampingnya. Dia harus membuka hatinya untuk lelaki lain."
"Tapi caramu tetap salah," komentar Hana. "Bisa saja kan Hyojin malah dendam pada lelaki lain dan memilih menjadi jomblo abadi?" tambah Mingyu dan Hana langsung menyikut perutnya.
Seungcheol tertawa kecil melihat tingkah kedua orang didepannya ini. "Aku yakin Hyojin tidak seperti itu, Ming. Anak yang kedua orangtuanya bercerai biasanya membutuhkan perhatian lebih dari orang sekitar, dia pasti lambat laun akan mencari lelaki yang lain untuk mengisi hatinya. Aku harap kalian akan membantunya."
"Kami pasti membantunya!" Ujar Hana dan Mingyu kompak. Mingyu yang menyadari hal itu langsung memalingkan wajahnya, takut rona merah diwajahnya terlihat oleh Hana.
Lagi-lagi Seungcheol terkekeh geli. "Kalau punya em sebuah rasa pada seseorang, lebih baik cepat diungkapkan. Sebelum sesuatu yang tidak diinginkan muncul. Yah minimal, perasaanmu tersampaikan," katanya sembari melirik Mingyu lalu Hana.
Jelas, wajah Mingyu semakin memerah. Sementara Hana hanya memasang wajah bingung. "Apa barusan kamu menceramahi dirimu sendiri? Seungcheol juga juga punya rasa pada Hyojin kan?" katanya polos tapi sukses menohok Seungcheol.
"Kurang lebih," balas Seungcheol sembari mengangguk. "tapi rasa itu, aku juga rela berkorban untuknya. Aku tidak ingin dia bersama lelaki yang bangsat sepertiku."
"Itu pasrah, bukan berkoban. Pikiranmu dangkal sekali."
"Apapun itu Han. Yang penting Hyojin bahagia."
"Tapi itu--"
"Sudahlah," akhirnya Mingyu angkat bicara sebagai pelerai, beralih pekerjaan. "kenapa kalian malah bertengkar, coba?"
Hana dan Seungcheol menutup mulutnya untuk beberapa saat. Dan akhirnya Seungcheol berbicara lagi. "Ah iya, Hana, Mingyu, terimakasih untuk semuanya. Terimakasih sudah membantuku mengisi lembaran kosong di sketchbook itu dengan gambaran keren."
"Sama-sama," jawab keduanya kompak. Lagi-lagi.
"Dan tolong jaga Hyojin ya? Jangan sampai dia bertemu dengan lelaki brengsek sepertiku lagi."
.
'
'
Fin-
Well apa ini?
Aku enggak begitu paham kenapa aku ngetik ini, mungkin karena terlalu lelah dengan linear.
Tapi dengan ini, hutangku lunas~
Untuk Imma, aku enggak berharap sosok 'A' itu beneran ngilang sih. Aku cuma berharap kamu enggak mikirin dia lagi. Hariwang anjir-__- mending nyari lelaki lain yang beneran baik buat kamu. Eaaa
Haz sok bijak njeng, padahal sendirinya jomblo-_-
Ah sudahlah.
Maafkan bahasanya yang bikin mual, meriang, dll. Aku ngetiknya buru-buru.
Kalo anda berkenan ingin mereview tulisan ini, silahkan. HAZ malah senang kalau ada yang mau ngereview.
Kalo enggak bisa ngereview, yaudah komentar aja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top