Bab 6 : Tumbuh berkembang

"Apa aku perlu menjemput adik tercintaku Ayahanda?" tanya Itachi pada ayahnya yang tengah membaca dokumen.

"Adikmu mengumumkan pertunangannya dengan Putri Naruto di kerajaan Api, dia kabur dari istana karena tak ingin dijodohkan. Dia bahkan tak tahu jika Putri yang akan dijodohkan dengannya memang Putri Naruto." ujar Fugaku dengan nada santai,

"Jadi kita biarkan?"

"Perintahkan Sai dan Shisui menemani Sasuke, terserah dia sampai kapan ada disana."

"Ayahanda yakin?"

"Dia memiliki perasaan bersalah karena tak bisa menyelamatkan Putri Naruto saat itu, hingga kehilangan ingatan... Biarkan dia... Biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka sendiri. Karena aku yakin Raja Minato juga memikirkan hal yang sama denganku."

"Ayahanda lupa jika ada Putra Mahkota Kurama yang amat sangat menjaga adiknya, Sasuke akan kesulitan dan jangan lupa Raja Minato juga enggam melepas putrinya."

"Putri Naruto mencintai adikmu, Putra Mahkota Kurama tak akan bisa berbuat banyak bukan jika adiknya sendiri yang ingin bersama Sasuke, dan untuk Raja Minato, meski dia keras kepala dia tetap akan menikahkan putrinya dengan Sasuke demi keamanan."

Baiklah. Ayahnya memang luar biasa mengetahui betapa Putri Naruto mencintai Sasuke, atau menyeramkan karena entah kenapa ayahnya tahu semua pergerakan orang-orang yang ada disekitar mereka?

"Baiklah jika seperti itu. Aku pamit untuk kembali ke kerajaan Air, aku takut istriku melahirkan disaat aku tak disampingnya, jaga kesehatan Ayahanda, Ibunda juga jangan terlalu banyak pikiran." pamit Itachi.

"Hati-hati putraku."

"Tentu."

.

.

.

"Apa kabar sepupu? Kami datang," sapa Sai saat melihat Sasuke tengah menikmati makan siangnya,

"Dari sekian banyak orang. Kenapa harus kau yang dikirim Sai?" tanya Sasuke datar,

"Aku kesini bersama Shisui, perjalanan yang kami tempuh adalah tiga hari dan ini penyambutanmu?"

"Aku tak peduli."

"Kami disini untuk menemanimu, Yang Mulia."

"Aku tak butuh."

"Kau mencari ingatanmu yang hilang tentang Naru bukan? Kau tahu, dia cinta pertamaku tapi dia malah mencintaimu. Jika kau tak segera ingat mungkin aku akan kembali berjuang." ujar Shisui santai,

Sasuke menatap Shisui tanpa kata dan kembali menekuni acara makan siangnya.

"Aku memang putra seorang selir tapi ingat Sasuke, aku ini kakakmu, aku juga seorang Pangeran, dan kau tahu artinya apa? Aku juga memiliki hak untuk menikahi seorang Putri, aku putra selir, Naruto putri selir, bukankah terdengar cocok?"

"Apa sebenarnya maumu? Kau dan Sai sama saja, selalu senang jika aku menderita."

"Aku hanya ingin mengatakan. Tiga tahun belakangan ini Naruto menunggumu yang bahkan tak mengingatnya sama sekali, kau tak memiliki hak untuk dicintai oleh wanita sepertinya."

"Aku bertunangan dengannya."

"Dan apa kau mencintainya? Jika tidak. Tinggalkan, dia tulus padamu, aku bisa membahagiakannya."

Sai menepuk bahu Shisui dan menggeleng.

"Aku memang kesini karena perintah Ayahanda untuk menemanimu tapi niatku adalah menemui Naru." ujar Shisui berbalik pergi entah kemana, meninggalkan Sasuke dan Sai.

"Salahku jika aku tak mengingatnya?"

Sai duduk dikursi depan meja Sasuke.

"Bukan salahmu, tapi semua karena kau terlalu mencintainya hingga saat kau mengira dia sudah mati kau tak menerimanya dan kehilangan semua ingatan tentang dirinya."

"Aku lemah."

"Aku tahu, Yang Mulia Raja tahu, Putra Mahkota juga tahu, bahkan Permaisuri juga tahu betapa lemahnya dirimu, saat kau mencintai seseorang kau rela mengorbankan banyak hal dan kami semua mengkhawatirkan hal itu, hingga terjadi insiden diperbatasan, kau kehilangan Naruto, kami mengira kau mungkin akan bunuh diri, tapi nyatanya kau kehilangan ingatan. Kami bersyukur saat itu jika kau ingin tahu,"

"Dia menungguku selama tiga tahun ini."

"Putri Naruto kehilangan ingatannya juga Sasuke, ingatannya berhenti saat setelah insiden di perbatasan, jadi ingatan tiga tahun lalu dia tak mengingatnya sama sekali, dia melupakan banyak hal termasuk saat memasuki istana, jadi ingatannya sekarang ini adalah kalian berpisah hanya beberapa minggu bukan tahun, masih banyak kesempatan."

"Kenapa seolah aku begitu mencintainya?"

Sai membuang nafas, "Ya. Kalian itu budak cinta, seolah dunia hanya milik kalian. Kau bahkan meminta Yang Mulia Raja untuk membangun rumah di dekat perbatasan agar bisa bertemu Putri Naruto setiap hari."

Sasuke terdiam dengan posisi berpikir dan menatap sepupunya seolah tak percaya.

"Shisui mengatakan jika dia juga mencintai wanitaku."

"Ya. Sebelum bertemu denganmu Naru memang sudah dekat dengan Shisui karena saat itu Shisui mendapat tugas menjaga perbatasan."

"Dan Naruto mencintaiku? Akhirnya aku bisa mengalahkannya." dengus Sasuke, terselip rasa bangga dalam dirinya.

"Jangan kekanakan Sasuke, Naruto tulus. Ingatlah masa kalian bersama, apa sekarang ini penting kalah atau menang dari Shisui?" seru Sai tak habis pikir.

"Masalahnya disini aku tak ingat pernah mencintai gadis itu."

"Bukan itu yang jadi permasalahan. Masalahnya adalah kau mengumumkan pertunangan didepan Raja kerajaan Api dan juga para pejabat. Kalau kau membatalkannya maka perang yang akan terjadi."

Sasuke terdiam. Memang ada benarnya juga, tapi dia tak memiliki niat memutuskan pertunangan, dia akan mencoba menjalin hubungan. Apa salah?

"Aku akan mencoba serius dengannya. Tenang saja, aku juga ingin benar-benar tahu seberapa besarnya cintaku pada Putri Naruto." ujar Sasuke akhirnya.

Sai mengangguk puas. Dia memang putra seorang pangeran dan tak terlalu peduli akan kerajaan, tapi jika masalah keluarga, dia siap pasang badan demi mereka. Itu yang diajarkan mendiang orangtuanya.

.

"Yang Mulia Pangeran Sasuke. Bisakah Anda ikut hamba ke istana?"

Sasuke dan Sai mengerutkan dahi, prajurit dengan wajah merah yang kemungkinan besar berlari dari istana mencari Sasuke terlihat terengah-engah lelah.

Ada hal yang tak beres. Dia yakin.

"Ada apa?" tanya Sasuke dengan wibawanya.

"Sudah tiga hari ini Putri Naruto tak ingin keluar kamar bahkan menolak makan dikarenakan tak mendapat ijin keluar istana menemui Anda. Karena itu hamba diperingahkan oleh Yang Mulia Putri Mahkota untuk menemui Anda."

"Sudah tiga hari tapi aku baru diberitahu?"

"Tolong ikut hamba sekarang Yang Mulia."

Sai mengangguk saat Sasuke menatapnya untuk ikut, dia juga ingin melihat kondisi Naruto pasca penyerangan saat putri itu mencoba kabur di istana malam hari dan ia juga harus menyampaikan surat dari Raja Fugaku untuk Raja Minato.

.

.

.

"Kubilang pergi sialan!!" suara benda dilempar terdengar dari kamar Naruto.

Ayame hanya membuang nafas saat dayang yang membawa makan siang kembali keluar dengan wajah takut.

"Dia benar-benar tengah melakukan protesnya?" tanya Sakura yang untuk kesekian kalinya datang melihat keadaan adik ipar manjanya.

"Yang Mulia." sapa Ayame dan orang-orang yang ada disana membungkuk hormat.

"Apa prajurit yang kuperintahkan untuk memanggil Pangeran Sasuke belum kembali?"

"Belum Yang Mulia."

.

"Katakan pada Ayahanda dan Putra Mahkota, aku tak akan makan mulai sekarang, biar aku mati saja jika tak diijinkan bertemu Sasuke dan tinggal diluar istana!!" teriakan Naruto kembali terdengar.

Sakura hanya menggeleng. Ayah mertua dan suaminya memiliki karakter yang sama, amat sangat menjaga sekali Naruto hingga gadis itu menjadi seorang pembangkang karena terlalu dikekang.

"Yang Mulia hamba kembali."

Sasuke dan Sai memberi hormat pada Sakura yang menyambut mereka penuh suka cita.

"Masuklah Pangeran Sasuke." pinta Sakura tanpa menunggu Sasuke betkata apa-apa.

.

"Hamba sepupu dari Pangeran Sasuke Yang Mulia, nama hamba Sai." ujar Sai memperkenalkan diri karena merasa Sakura terlihat tak terlalu nyaman bersamanya

"Ah Panglima Sai. Aku sering mendengar ceritamu dari ayahku."

"Suatu kehormatan namaku diingat oleh Jenderal besar seperti Jenderal Kizashi."

"Mungkin akan lama, aku akan menemanimu berbincang Panglima, silahkan." ajak Sakura menuju gazebo yang ada di kediaman Naruto.

"Tentu."

.

.

.

"Naruto, Ini aku Sasuke, aku masuk." ujar Sasuke membuka pintu kamar,

Dan hal yang pertama dilihatnya adalah kamar yang amat sangat berantakan, barang-barang tergeletak dimana saja yang bisa ditebak jika Naruto melempar semua benda itu jika ada orang yang berani menganggunya, ya sikap barbar yang seharusnya tak dimiliki seorang Putri raja, tapi yang kita bicarakan disini adalah Putri yang 17 tahun tinggal diluar istana dengan bebasnya.

Sikap barbar yang harusnya tak dimiliki seorang Putri raja kini dimiliki oleh Putri kesayangan Raja kerajaan Api.

"Sasuke? Jangan melihatku, berbalik!!"

"Kau kenapa?"

"Aku jelek, aku juga tidak berhias, kau akan membenciku."

"Kau tetap cantik dengan atau tanpa riasan. Ayo kau harus makan ya?"

"Tidak. Sebelum Ayahanda dan Putra Mahkota memberiku ijin keluar istana menemuimu maka aku tak akan makan!!"

"Demiku juga tak mau?"

Naruto yang sedari tadi menutup dirinya dengan selimut perlahan keluar,

Sasuke membuang nafas, jika kalian menemui putri raja manapun tak akan ada yang seperti gadis didepannya ini.

Mata sembab, wajah pucat, rambut berantakan.

"Meski permintaanmu aku tak mau. Aku ingin keluar istana!!"

"Keselamatanmu yang utama disini Naru."

"Aku akan aman jika bersamamu. Kau akan melindungiku bukan?"

.

Tubuh Sasuke langsung kaku, sebuah bayangan seseorang yang entah siapa tergeletak di dalam kobaran api.

.

"Sasuke?"

"Maaf..." Sasuke memegang kepalaya yang terasa pusing.

"Jangan merasa bersalah, aku hidup, bukan salahmu. Maafkan aku," ujar Naruto memegang tangan Sasuke yang terlihat gemetar.

"Maafkan aku... Kau pasti menderita." bisik Sasuke menarik Naruto kedalam pelukannya.

Rasa hangat menjalar dihati gadis itu,

Tidak. Jangan, dia disini untuk misinya, dia ingin pulang karena itu dia harus membuat Putri Naruto kembali, dia tak boleh terlena,

Tapi bukankah dengan dia menggantikan posisi Putri Naruto itu artinya dia membohongi Sasuke?

.

.

.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top