Bab 3 : Kisah keduanya
"Kakek, kapan aku bisa bertemu Ibunda?"
Arashi mengusap rambut pirang cucunya dengan penuh kasih sayang dan tersenyum kecil,
"Kelak kalian akan bertemu."
"Kelak itu kapan? Aku ingin bertemu Ibunda, aku juga ingin melihat Ayahanda."
"Ada saatnya kau mengerti nak."
"Apa aku dibuang?"
Arashi terdiam dan kembali tersenyum kecil.
"Tidak sayang. Justru kau sangat dilindungi."
"Aku tinggal diluar istana, aku tinggal ditempat jauh tapi mereka tak mencariku, mereka tak menemuiku, itu artinya mereka membuangku. Benar bukan?"
Arashi menggeleng.
"Apa salahku? Apa aku memiliki kesalahan hingga tak boleh pulang? Aku janji akan jadi anak baik."
"Anak baik? Dobe sepertimu."
Naruto yang sudah amat sangat hafal dengan suara itu hanya mendesis dan melempar barang yang ada didekatnya.
"Berisik teme!!"
Dengan santai pemuda itu menghindari lemparan si gadis dan terkekeh geli.
"Pangeran Sasuke, salam hormat hamba." sapa Arashi penuh hormat,
Naruto hanya memutar matanya bosan. Kakek dan keformalannya,
"Kakek aku pergi dulu. Ayo teme," ajak Naruto menarik lengan sang pangeran yang hanya mengikuti langkah gadis itu.
"Kau merindukan ibumu lagi? Mau aku antar ke kerajaan Api? Aku akan meminta ijin Ayahanda agar bisa mengantarmu."
Naruto menggeleng dan menendang-nendang batu yang ada disekitarnya,
"Mereka membuangku, aku putri tak diinginkan."
Sasuke menghentikan langkah Naruto dan menepuk-nepuk kepala Naruto sayang.
"Itu tidak mungkin, karena menurut Ayahandaku, mereka itu seperti pasangan dari surga."
Naruto menepis lengan Sasuke dan mendengus, "Dan pasangan dari surga itu hanyalah kebohongan belaka. Ibuku bahkan memilih menjadi penjaga kuil di kaki gunung, ayahku membuangku, kakak satu ayah dan ibuku bahkan tak pernah sekalipun menemuiku. Apa yang aku harapkan?"
"Kau masih punya aku dan aku tak akan meninggalkanmu seorang diri."
"Aku tahu, kau akan ada untukku selalu dan aku selalu senang mendengarnya, karena itu jangan pernah tinggalkan aku Sasuke."
"Secepatnya Ayahanda akan mengirimkan utusan untuk melamarmu, kau akan bersamaku dan aku akan melindungimu, tak akan membuangmu, tak akan membiarkanmu sendiri, aku berjanji."
"Terimakasih Sasuke."
.
.
.
Bau kayu terbakar tercium ditengah malam,
Malam gelap gulita terlihat terang karena api besar yang membakar pemukiman perbatasan negara Api dan negara Angin.
Suara teriakan, tangisan dan benturan pedang tajam terdengar disana.
"Bawa Putri Naruto dengan selamat ke Ibukota!!" teriak Arashi pada salah satu pelayan kepercayaannya.
"Ti-tidak kakek... Kakek!!"
"Pergi!! Cepat bawa Putri meski nyawa kalian sebagai taruhannya!!"
Naruto dinaikan keatas kuda dan pergi dari daerah itu, dapat dilihat dengan jelas saat kakeknya tertusuk pedang, dan teriakan orang-orang disana.
"Kakek!!"
.
.
.
Sasuke melarikan kudanya saat mendengar kabar jika perbatasan diserang, dia khawatir akan Naruto, wanita yang dia cintai tinggal disana.
"Naru!! Naru!!" teriak Sasuke ditengah kepanikan yang melanda,
Dia begitu panik saat melihat kediaman Naruto terbakar,
Dia turun dari kudanya dan berlari kearah api, tak takut akan apapun, karena yang ada dalam pikirannya sekarang hanya Naruto seorang.
Matanya menatap sekeliling dan terkejut saat melihat seorang wanita mengenakan baju yang amat sangat dikenalnya tengah terbaring tak bergerak di dalam bara api.
Pikirannya langsung kosong.
"Naru!!" teriaknya,
Krak.
Bugh.
Sebongkah kayu mengenai tepat kepala Sasuke, tubuhnya hilang keseimbangan hingga jatuh, matanya tak bisa fokus,
Hanya terdengar suara teriakan yang memanggilnya,
Ahh prajurit pribadinya pasti mengikutinya tadi.
Dia perlahan mencoba mendekati tubuh itu,
Tapi pergerakannya ditahan oleh beberapa prajurit yang sampai disana,
"Na... naru..." bisiknya saat dirasa kepalanya semakin sakit dan hilang kesadaran.
.
Kepala Sasuke mengalami cidera tak terlalu serius tapi kesadarannya sudah satu minggu ini belum kembali, istana dibuat panik saat tahu salah satu pangeran mereka terluka di perbatasan, dan sekarang pangeran itu tak sadarkan diri satu minggu lamanya.
Tubuh Sasuke perlahan melakukan pergerakan, matanya perlahan terbuka menatap kesana kemari,
"Kau sudah bangun putraku? Apa yang sakit nak? Panggilkan tabib!!" perintah Mikoto pada salah satu dayang dan mengusap rambut putra bungsunya sayang,
"Ibunda? Kenapa aku disini?"
"Kau tak ingat nak? Kau pergi ke perbatasan untuk menyelamatkan kekasihmu Naru dan terluka."
"Kekasih? Naru? Aku memiliki kekasih? Jangan bercanda Ibunda."
Mikoto terdiam.
"Tunggulah tabib akan memeriksamu."
Mikoto membisikan sesuatu pada dayangnya untuk memberitahu pada suaminya perihal Sasuke.
.
.
.
'Dia kehilangan ingatan karena merasa bersalah. Dia mengira yang terbakar itu adalah kekasihnya,'
Naruto hanya menutup wajahnya dan menangis tersedu-sedu, kenapa kisahnya tragis?
Pantas bukan jika kematian yang diinginkan Putri Naruto? Jika itu terjadi padanya juga mungkin dia juga menginginkan kematian.
"Lalu bagaimana Sasuke sekarang?"
'Hidup sebagai Pangeran tanpa ingatan Naruto didalamnya.'
"Dan aku harus berusaha untuk membuat Putri Naruto kembali menginginkan kehidupan? Itu misiku?"
'Ya.'
"Baiklah... Aku akan berusaha membuat diriku dimasa lalu dan Sasuke meraih kebahagiaan."
'Aku senang mendengarnya, karena itu sekarang kita kembali.' Chiyo mengibaskan tangannya,
Tubuh Naruto terasa seperti ditarik dan akhirnya terbangun dikamarnya, ahh maksudnya dikamar putri Naruto.
.
.
.
"Ayame aku lapar, ambilkan aku makanan yang banyak!!" teriak Naruto saat bangun dari mimpi panjangnya,
Entah kenapa dia sekarang bersemangat, misi itu membuatnya ingin hidup, ingin membuat Sasuke yang disini bahagia.
"Y-ya? Baik Yang Mulia." baru kali ini majikannya meminta makan err~ bukannya tak baik, hanya saja selama dia bekerja sebagai dayang pribadi dari putri ini, baru pertama kali permintaan seperti ini.
Dayang hanya menatap takjub putri yang ada didepannya kini makan dengan lahap tanpa tata krama, tapi apaoun itu yang penting majikan mereka kembali sehat bukan?
.
"Aku ingin ke perpustakaan!!" ujar Naruto setelah makan dan berjalan santai menuju perpustakaan yang ditunjukan oleh Ayame, tak lupa sepuluh prajurit milik Kurama dan dayang pribadinya mengikutinya dari belakang.
"Lihat siapa yang keluar. Putri manja akhirnya keluar dari istananya?"
Naruto mendesis tak suka, dia ingat siapa wanita itu, dia putri permaisuri yang sekarang, pangeran dan putri raja yang menjenguknya saat dia sakit mamperkenalkan diri dengan bangga akan status mereka dan dia cukup pandai mengingat hal seperti itu.
"Dan apa masalahmu?" desis Naruto tak suka,
"Tujuh dayang dan sepuluh prajurit, siapa kau hingga diperlakukan seperti ini? Putri buangan."
Naruto mendekati Karin dan mengangkat kepalanya sombong, "Aku putri Raja Minato dan Permaisuri terdahulu yang sekarang ini menjadi Selir Agung, serta adik Putra Mahkota, tentu statusku lebih tinggi darimu Putri Karin, hal wajar bukan mereka ada untuk menjagaku setelah apa yang terjadi padaku?"
"Sombong sekali kau. Kau hanya putri buangan, kau tak diinginkan,"
"Mungkin aku memang tak diinginkan, tapi darah bangsawan ini tak bisa dipungkiri, mau bagaimanapun aku salah satu dari putri kerajaan ini, bukan begitu?"
"Setelah kau kehilangan ingatan ternyata nyalimu menjadi lebih liar seperti budak heh?"
"Dan perkataan serta sikapmu bahkan lebih rendah dari budak sepertiku Putri Karin. Apa benar kau seorang Putri?"
Ayame dan dayang rombongan Naruto menahan senyum. Siapa yang menyangka jika putri Naruto memiliki sikap seperti ini?
"Ahh waktuku terbuang percuma. Baiklah, sampai jumpa lagi Putri Karin, semoga dipertemuan selanjutnya sikapmu lebih baik dan lebih hormat padaku yang memiliki status lebih tinggi darimu."
Karin mendesis tak suka, menatap rombongan itu dan menendang krikil yang ada disana tanda kesal.
.
"Apa aku berlebihan tadi?" tanya Naruto pada Ayame,
Ayame menggeleng dan tersenyum kecil, "Anda terlihat luar biasa. Hamba baru melihat Anda berani membalas kata-kata Putri Karin, Anda biasa terdiam meski saudara-saudara Anda merendahkan Anda."
Naruto menatap Ayame tanpa arti,
"Maafkan hamba, harusnya hamba tak mengatakan hal itu, karena bagaimanapun Putri dan Pangeran adalab saudara Anda."
"Aku tak memiliki saudara yang menusuk saudaranya sendiri. Akan kubalas perbuatan mereka padaku selama ini, lihat saja."
Ayame hanya mengangguk.
Baiklah. Putri Narutonya sekarang seperti orang lain, sikapnya sangat berani, tapi dia cukup menyukai sikapnya yang sekarang.
.
.
.
"Kerajaan Angin. Dulu aku tinggal diperbatasan kerajaan Api dan kerajaan Angin, diperbatasan itu pemberontak tiba-tiba datang ingin mengambil kepalaku dan aku selamat sampai ibukota. Bukankah aku tinggal disana hanya segelintir orang yang tahu? Bukankah tempat tinggalku dirahasiakan? Bukankah kediaman keluargaku saat disana cukup ketat meski aku dibuang? Kenapa bisa orang seperti pemberontak tahu akan keberadaanku?"
Ayame yang memang selalu ada disamping Naruto hanya bisa bingung. Dia bahkan tak mengerti apa yang sedang dicari oleh majikannya ini.
"Apa aku perlu ke kerajaan Angin?"
"Yang Mulia?" entah kenapa firasat Ayame menjadi tak enak.
"Apa Ayahanda akan mengizinkanku pergi kesana?"
Ayame langsung menggeleng, "Anda bahkan tak diijinkan keluar istana, didalam istana saja ada 10 prajurit seta tujuh dayang petarung yang melindungi Anda, jadi itu mustahil."
"Kalau aku kabur lagi bagaimana?"
"Itu lebih mustahil, karena kediaman Anda diperketat, ada dua kali lipat jumlah prajurit dari biasanya yang selalu berkeliling disekitar kediaman Anda jika Yang Mulia tak tahu."
"Dan kau bisa membantuku keluar bukan?"
"Tidak. Tidak. Tidak. Kepala hamba menjadi taruhannya disini, keselamatan Anda sekarang yang utama."
"Aku ini Putri buangan, jika aku mati tak akan ada ruginya, tak akan ada yang berduka, karena itu bantu aku, kumohon Ayame."
"Tetapi..."
"Baiklah aku tak akan ke kerajaan Angin, aku hanya akan berkeliling di Ibukota mencari sesuatu tentang keluargaku saat tinggal diperbatasan, aku memerlukan itu."
"Tetap tidak. Pokoknya tidak."
"Aku yang terasingkan disini, kakakku tak peduli, ibuku jauh, keluargaku tak ada lagi, aku akan sendirian sampai tua tak ada yang peduli, bahkan aku tak akan tahu kenapa ada orang yang mengincar nyawaku." bisik Naruto, dia meneteskan air mata sedih, ahh tentu ini adalah akting hasil kerja kerasnya.
"Ya-yang Mu-mulia..."
"Hiks... Hiks... Aku akan sendirian terus."
"Ba-baiklah... Tapi Anda harus kembali secepatnya."
"Tentu. Percaya padaku," ujar Naruto menghapus air mata aktingnya dan menggengam tangan Ayame meyakinkan.
Mulai sekarang, dia akan membuat Putri Naruto menginginkan kehidupan lagi, membuat Sasuke bahagia disini, dan saat itu dia bisa pulang ke masa depan, meski dia mati sekalipun setidaknya dia melihat Sasuke disini bahagia bersama dirinya di masa lalu bukan?
Tak apa bukan?
Iyakan?
.
.
.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top