Bagian 3 : Kau tetap putriku
Jiao kini hanya memangku dagunya dengan kedua tangan, dia tengah bosan, sangat bosan. Disini tak ada teknologi seperti televisi, handphone, dan itu membuatnya mati kebosanan, kenapa dia dikirim ke zaman ini? dan bagaimana bisa manajernya menjadi tunangannya?
Ahh jika memikirkan Bojing, dia tak mengerti jalan fikiran orang itu, dia merasa serba salah, waktu itu dia bersikap acuh pada Bojing pria itu tak suka, lalu kemarin dia bersikap manis dia tak suka juga, harusnya dia bersikap bagaimana? kenapa manajernya ahh maksudnya tunangannya itu selalu berkomentar dengan apa yang dia lakukan?!
"Tuan Putri, hari ini kita akan belajar tatakrama kembali, agar ingatan Anda cepat pulih," ujar dayang Yu.
"Bisa nanti saja? kepalaku rasanya sakit," Jiao memegang kepalanya berakting layaknya orang sakit, agar ingatannya cepat pulih? Sampai kiamatpun ingatannya akan seperti ini karena dia bukan Yuan Jiao, ahh sekarang dia sakit kepala betulan.
"Hamba akan memanggilkan tabib,"
"Tidak, aku hanya perlu istirahat." tolak Jiao, dia ingin istirahat dengan tenang tanpa diganggu mimpi kedatangan Yuan Jiao yang meminta tolong padanya. Hey dia bukan pahlawan ataupun ksatria.
Dayang Yu mengangguk mengerti, dan pergi meninggalkan Jiao dikamarnya.
Jiao membuang nafas, semalam juga dia memimpikan Yuan Jiao yang sama meminta bantuan, masalahnya dia tak tahu siapa yang dimaksud Yuan Jiao, meski tahu memang apa yang dapat dilakukan olehnya? dia hanya artis dimasa depan yang tak memiliki pengalaman bertempur atau pengalaman lainnya.
"Tuan Putri, ini hamba. Hamba ingin mengatakan agar Yang Mulia bersiap untuk ke kediaman Permaisuri, Beliau mengundang Anda makan siang bersama." seru dayang Yu dari arah luar,
Benar dia hampir lupa, dia juga merindukan ibunya, sudah lama dia tak melihatnya meski di zaman ini ibunya masih sehat dan hidup, tetapi di masanya beliau sudah meninggal saat dirinya berumur 10 tahun kalau tak salah,
"Ya, tunggu diluar saja, aku bisa berhias sendiri."
.
.
.
Bojing menatap Jiao dari kejauhan, hari ini dia memutuskan untuk tak menemui tunangannya itu, dia akan mengamatinya dari jauh, tingkah Jiao semakin aneh, kemarin saja sifat Jiao tiba-tiba manis, lalu kemarinnya lagi gadis itu seolah tak menganggapnya ada.
Gerak-geriknya juga aneh, senyumnya, tawanya, seolah Jiao orang lain. Bagaimana dia tahu meski tak menyukai gadis itu? Tentu tahu jika kalian sudah mengenalnya selama 5 tahun belakangan ini. Jiao yang dikenalnya jarang berbicara dan terkadang egois, namun tidak dengan Jiao ini, terlalu ceria untuk seorang Yuan Jiao.
"Melihat adikku seperti itu, jika merindukannya sapa." tegur Yuan Huang,
"Putra Mahkota, semoga Anda diberi kesehatan dan umur panjang," ujar Bojing hormat.
"Kau dipanggil Yang Mulia Kaisar, kau bisa menemui Jiao nanti." Huang memberi tahu,
"Ada apa kiranya Kaisar memanggilku?" tanya Bojing,
"Mungkin perihal pernikahanmu dengan Jiao,"
Bojing membeku, menikah? dengan kondisi Jiao yang seperti ini? bohongkan?
.
Jiao makan dengan santai, namun dia seperti biasa memisahkan kacang yang ada dilauknya, dia tak suka kacang tanah.
Hal itu tak luput dari pengamatan sang ibu, dia meminta para dayang sedikit menjauh,
"Jiao... kau tak suka kacang tanah? bukankah kau selalu memakannya?" tanya Huian,
Gadis itu terdiam, "Tiba-tiba aku tak nafsu memakan kacang tanah Ibunda," jawab Jiao asal.
Huian menyimpan sedoknya, menatap lurus putrinya yang masih mengunyah makanan seolah tak terganggu, "Jawab pertanyaan Ibunda dengan jujur Jiao," pinta Huian,
Jiao menatap balik ibunya dan tersenyum, "Bukankah aku sudah mengatakan jika aku bukan Yuan Jiao dari awal? aku bukan dia Ibunda." jawab Jiao dengan lembut, tak ingin menyakiti hati ibunya. Meski ibu yang ada didepannya itu bukan ibu yang melahirkannya tapi dengan wajah yang sama dan kehangatan yang sama seperti ibu dimasanya dia merasa kenyamanan.
"Kau putriku, kau putriku, kau Yuan Jiao," seru Huian menggengam tangan Jiao erat,
Gadis itu hanya bisa tersenyum sedih,
"Katakan kau putriku, setidaknya biarkan aku menganggapnya demikian," bisik Huian lirih.
"Ibunda...."
"Kau putriku Jiao,"
"Ya Ibunda, aku putrimu, aku Yuan Jiao."
Huian mengangguk, "Siapapun engkau, kau adalah putriku Jiao, putriku."
.
.
.
"Tak perlu tegang begitu Bojing," seru Kaisar Wei Sheng,
"Aku memanggilmu kesini ingin membicarakan perihal putriku,"
Tubuh Bojing bukannya rileks malah semakin tegang,
"Putriku kemarin menemuiku dan meminta hal yang cukup mengejutkan. Dia ingin hidup diluar istana," ujar Wei Sheng.
Bojing masih diam, dia tahu jika seorang putri ingin hidup diluar istana maka dia harus menikah terlebih dahulu, dan Jiao sudah memiliki tunangan yaitu dirinya itu berarti mereka harus menikah agar keinginan Jiao terpenuhi.
Egois. Meski sudah kehilangan ingatannya gadis itu tetap egois.
"Tapi aku tak mengizinkannya, aku belum ingin kehilangan putri tercintaku, dan juga jika musuh diluar sana tahu akan keadaan Jiao mereka akan merencanakan sesuatu yang buruk. Kau setuju denganku bukan?"
Bojing mengangguk, "Hamba sangat setuju, Putri Jiao perlu diawasi dengan ketat, jika saat dia pergi keluar istana tak ditemukan Pangeran ketiga mungkin musuh sudah menculiknya atau lebih parahnya membunuhnya."
"Karena itu, bisakah kau terus disamping putriku? tak perlu tepat disampingnya, kau bisa menjaganya dari jauh, yang terpenting Jiao masih dalam jangkauan matamu." pinta Wei Sheng, hidup menjadi pewaris dari tahta dan hingga akhirnya menjadi Kaisar dia sama sekali belum pernah meminta seperti ini, tapi jika untuk putrinya, kenapa tidak?
"Ya, Yang Mulia, hamba siap menjalankan perintah," ujar Bojing,
"Tidak. Aku tidak memintamu sebagai seorang Kaisar, tapi seorang ayah."
.
.
.
Jiao tertawa melihat tingkah kakak kedua dan adik bungsunya, Wen yang menjahili Liang, begini ya rasanya memiliki keluarga? dia hidup sebatang kara setelah kehilangan ibunya, dia hidup di panti asuhan, sampai akhirnya saat SMA dia ditawari menjadi model dan akhirnya sukses, tapi karena skandal percintaannya dengan seorang aktor karirnya semakin merosot.
Tak terasa air mata mengalir, kenapa Yuan Jiao disini seolah tak bahagia memiliki keluarga seperti ini? kenapa setiap dia bermimpi gadis itu dia selalu meminta tolong?
"Jiao apa kau sakit adikku?" tanya Wen khawatir dan mendekati adiknya,
"Kakak kenapa?" tanya Liang yang sama khawatirnya,
Jiao menggeleng mengapus air matanya, dan tersenyum kecil, "Aku baik-baik saja Kakak Kedua, Liang. Hanya saja betapa bodohnya aku dulu tak mensyukuri hidup ini, mensyukuri bahwa aku memiliki keluarga seperti kalian." jelas Jiao jujur,
Wen dan Liang saling berpandangan dan keduanya tersenyum,
"Entah kenapa aku seolah melihat dirimu yang lain, aku menyukai perubahan positifmu, kau yang selalu tertutup akhirnya bisa sedikit terbuka pada kami," ujar Wen mengelus rambut Jiao penuh kasih sayang,
Jiao merasakan hatinya kembali menghangat, "Dan bolehkah aku pergi keluar istana untuk bertemu kakak ketiga?" tanya Jiao menatap kakaknya penuh harap,
"Boleh saja asal ditemani Liang, kau bisakan Liang?"
Liang mengangguk, "Tapi sebelum itu Kakak harus meminta izin pada Ayahanda Kaisar," ujar Liang.
Jiao mengangguk, akhirnya dia bisa keluar istana..!!
.
.
.
Jiao berjalan santai diluar istana dengan Liang dan dua penjaga pribadi adiknya, sedangkan Bojing sedari tadi hanya mengikuti dari jauh,
Lihat Jiao tersenyum bahagia seperti itu, dia belum pernah melihat senyum seperti itu. Biasanya gadis itu hanya tersenyum kecil bukan senyum lebar.
"Kakak Ketiga!!" seru Jiao saat melihat Lei Shun yang tengah berkumpul bersama beberapa anak dari kasta rendah,
"Jiao? mengejutkan sekali Ayahanda memberimu izin keluar istana," sambut Shun,
"Salam hormatku pada Kakak Ketiga," Liang memberi hormat pada kakaknya yang berbeda ibu itu,
"Sudah lama aku tak melihatmu Pangeran Keempat. Silahkan duduklah kalian,"
Liang mengagguk dan mengambil tempat disana diikuti Jiao yang terlihat antusias melihat anak-anak bermain, sampai akhirnya dia menatap satu sosok yang dikenalnya saat dimasanya,
"Lu Bai?" gumam Jiao tak percaya.
.
.
.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top