Bagian 10 : Hari dimana semua dimulai.

-Yuan Jiao pov-

Pertemuan pertamaku dengan Wang Bojing adalah saat kakak pertama berkunjung ke kediamanku mengenalkan temannya yang merupakan panglima kerajaan Yuan.

Aku langsung menyukainya. Dan meminta ayahanda agar menjadikan Bojing calon suamiku,

Tapi aku tahu Bojing tak menyukaiku. Dia membenciku, entah kenapa.

Meski begitu. Rasa cinta ini tak bisa hilang. Malah semakin berkembang, aku mungkin wanita paling egois,

Wanita egois ini mati saat melindungi pria yang membencinya, tapi dia juga mati melindungi tubuh sekaratku.

Aku meminta pada Dewa agar diberikan kesempatan kedua. Aku diberi kesempatan kedua, tapi renkarnasiku dimasa depan yang menjalankan kehidupanku, gadis polos yang tak tahu apa-apa.

-Yuan Jiao pov end-

.
.
.

Yang Jiao sudah lima hari ini mengurung diri terus menyalahkan dirinya atas kematian Liang,

"Yang Mulia Kaisar tiba." teriak Kasim kaisar memberi tahu.

"Makanlah. Aku mendengar kau tak makan banyak selama lima hari terakhir ini." ujar Wei Sheng membawa nampan berisi nasi dan lauk untuk putrinya,

"Harusnya Ayahanda tak membakar buku itu. Aku pasti bisa menyelamatkan Liang jika tahu dia akan terbunuh disana, kenapa Yang Mulia ikut campur urusanku." ujar Jiao menyalahkan sang ayah,

"Aku tak menyesal dengan apa yang aku lakukan. Liang mati dengan cara ksatria dan aku bangga, menyalahkan diri sediri tak akan merubah apapun. Bangkitlah, sifatmu yang mudah terpuruk akan imbas pada kehidupanmu."

"Anda tak tahu apa-apa tentang kehidupanku!!" jerit Jiao,

Kasim dan dayang yang mendengar teriakan Jiao hanya bisa memucat, khawatir jika Jiao terkena murka sang kaisar,

"Dari awal hidupku sudah terpuruk. Aku sebatang kara disini, ibuku meninggalkanku didunia kejam ini, aku bahkan tak tahu siapa ayahku. Dan sekarang aku terseret kemasa dimana semuanya asing, jangan seolah Anda tahu segalanya." tangis Jiao menutupi wajahnya,

Wei Sheng mendekati Jiao dan memeluk putrinya penuh sayang, "Aku tak tahu memang. Tapi setidaknya disini aku bertindak sebagai ayahmu. Dan seorang ayah tentu akan mengkhawatirkan putrinya." bisik Wei Sheng,

"Dan Liang putramu. Kau mengirimnya ke tempat berbahaya." tangis Jiao,

"Aku tahu. Sangat tahu, maafkan ayah." bisik Wei Sheng menepuk-nepuk punggung putrinya.

.
.
.

Lei Shun hanya menatap pantulan dirinya di danau. Dia yang terlahir dari seorang selir memang terasingkan, terlebih memang ibunya diasingkan karena sebuah fitnah itu yang orang-orang tahu, tapi bukan itu hal sebenarnya.

Ibunya memilih tinggal diluar istana karena dirinya, dan  dia ingin Kaisar membawa ibunya kembali, membawa mereka kembali ke istana. Dia ingin bersama-sama dengan saudaranya, berkumpul dan bersama-sama, dan melihat wajah Jiao, adiknya sekaligus cintanya. Dia mencintai adiknya, hal terlarang yang dia lakukan, meski tahu hal itu tak boleh tapi siapa yang bisa menyalahkan hati?

Kaisar tahu dirinya mencintai Jiao, dan memintanya menyimpan Jiao dalam hati sampai dia mati, tak boleh ada yang tahu, dan jangan sampai ada yang tahu.

.

"Yang Mulia?" panggil Lu Bai untuk kesekian kalinya,

"Ah maaf. Apa yang kau katakan tadi Lu Bai?" tanya Lei Shun,

"Apa Anda akan ke istana untuk menghadiri pemakan Pangeran Liang?"

"Tentu saja. Aku juga masih seorang Pangeran, dia juga adikku meski berbeda ibu. Apa kau akan ikut menemani?"

"Tidak. Hamba akan menunggu disini. Menyusun rencana yang sudah disepakati," ujar Lu Bai,

"Ya. Satu Minggu lagi kerajaan Yuan akan diguncang."

.
.
.
.
.

"Salam kenal, namaku Yang Jiao yang akan memerankan Yuan Jiao," Yang Jiao memperkenalkan diri dihari pertama mereka syuting,

Han Bojing yang kala itu menjadi asisten sutradara begitu terkejut,

'Ji-jiao?'

"Cepat pergi keruang rias, dan bersiap-siap. Kau sudah membaca naskahnya bukan?" tanya sutradara Kim,

"Ya-ya,"

Bruk.

"Ah maafkan aku," ujar Jiao saat tak sengaja menyenggol Bojing,

Bojing semakin terkejut, dan tersenyum sedih. Jiao tak ingat kehidupan masalalunya. Tak seperti dirinya,

"Hati-hati jika jalan, dasar bodoh." desis Bojing kesal, kesalnya bukan karena disenggol, kesalnya karena Jiao tak ingat dirinya.

.

.

"Cut. Yang Jiao kau perlu bersikap lebih lembut layaknya putri Kaisar," teriak sutradara Kim,

"Baik,"

.

"Yang Jiao, gerakanmu kurang gemulai," teriak lagi sutradara,

Bojing mengulum senyum. Jika saja Jiao mengingat masa dimana dia menjadi putri Yuan maka tak akan sulit berakting seperti itu,

Jiao yang melihat Bojing menyembunyikan senyum gelinya menatap tak suka. Dari awal pertemuan dia tak suka pria dingin itu,

"Bojing, ajari Jiao tentang menjadi putri kerajaan," perintah sutradara Kim,

"Baik. Kau ikut aku." ujar Bojing angkuh.

.

"Bukan seperti itu, kau harus lebih lembut Nona Yang. Tersenyum manis bukan menyeringai, mengerti tidak sih? Dasar otak burung!!" ejek Bojing yang masih setia mengajari Jiao menjadi putri kerajaan,

"Aku tahu, dan jangan mengejekku otak burung!!" teriak Jiao kesal,

Yang diteriaki hanya menyeringai, ahh sifat Jiao yang sebenarnya keluar.

"Otak burung tetap saja otak burung!! Aku sudah mengajarimu selama dua jam dan kau masih saja tak mengerti?!! Bodoh!!"

Jiao menggeretakan giginya, ingin rasanya dia melempar naskah film yang dipegangnya kearah wajah asisten sutradara itu.

"Kau saja yang tak becus menjelaskannya padaku!!" raung Jiao tak terima.

"Jika kau mengingat kehidupanmu yang dulu ini tak akan sulit." gumam Bojing kesal,

"Mengatakan sesuatu?" tanya Jiao ketus,

"Kau begitu bodoh sampai rasanya aku ingin berteriak dan mengatakan harusnya kau ingat masa itu!!"

"Hah?"

"Sulit memang jika mengobrol dengan orang bodoh." ujar Bojing pergi meninggalkan Jiao sendirian, merasa kesal sendiri,

"Dasar pria dingin tak berperasaan!!" teriak Jiao penuh emosi.

.

.

.

.

"Kakak Shun, kau datang berkunjung?" tanya Jiao antusias,

"Ya. Dari ekspresi wajahmu sepertinya kau menginginkan sesuatu? Tapi tidak. Aku tak akan membawamu keluar istana, tidak akan!!"

Jiao mengembungkan pipinya kesal,

Lei Shun tersenyum kecil. Dia menyukai adiknya dari dulu, meski sifatnya pendiam tapi entah kenapa dia menyukai sifat itu, dan sekarang sifat adiknya berubah ceria dan pembuat onar setelah kehilangan ingatan, dan dia semakin menyukai sifat adiknya yang baru.

"Kumohon. Aku ingin pergi kesuatu tempat," pinta Jiao,

"Aku dengar seorang putri tengah dihukum Kaisar untuk tidak keluar kediaman tanpa perintah. Bukan begitu dayang?"

"Be-benar." jawab dayang Yu yang langsung mendapat tatapan kesal dari sang putri kesayangan kaisar,

"Sekali saja Kakak Shun. Aku ingin keluar," rayu Jiao tak menyerah,

"Jangan tatap matanya Shun, kau tak akan bisa menolaknya nanti. Bojing yang terkenal dinginpun takluk." ujar Huang datang bersama rombongannya,

"Yang Mulia Putra Mahkota. Bagaimana kabar Anda?" sapa Lei Shun membungkuk hormat

"Kabarku baik dan tak usah formal padaku. Kita bersaudara, dan kenapa akhir-akhir ini kau jarang berkunjung Shun?"

"Aku tengah sibuk mengurusi perampok di pemukiman kumuh, akhir-akhir ini perampokan sering terjadi."

"Begitu. Minum tehlah denganku. Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu. Ah dan Jiao, Bojing sedang menunggumu, dia ingin mengajakmu keluar istana untuk berjalan-jalan."

Jiao yang tadinya cemberut langsung tersenyum dan mengangguk antusias, mengangkat hanfunya tinggi berlari ketempat Bojing menunggu,

"Yang Mulia. Mohon untuk tak berlari dan jangan mengangkat jubah Anda." seru dayang Yu berlari mengikuti Jiao yang sudah jauh.

.
.
.
.

Han Bojing memasuki ruang ICU. Dia menggengam tangan Jiao erat, harapannya adalah Jiao terbangun dari tidur panjangnya,

"Jiao sampai kapan kau membuatku menunggu? Apa ini yang kau rasakan saat aku tak menganggapmu ada dan tetap mencintai dan menungguku saat itu." gumam Bojing,

"Aku sudah tahu siapa yang mendorongmu dan alasannya. Aku sampai kehilangan kendali dan menghajarnya. Karenanya cepat pulang."

.
.
.
.

"Bojing," panggil Jiao saat melihat Panglima Yuan yang tengah menyandarkan tubuhnya pada sebatang pohon,

Namun langkahnya terhenti saat sekilas dia berada dimasa depan melihat Han Bojing menggengam tangannya yang terbaring diranjang rumah sakit,

'Ha-han Bojing,' batin Jiao terkejut.

"Kau begitu bodoh sampai rasanya aku ingin berteriak dan mengatakan harusnya kau ingat masa itu!!"

Jiao mengingat kata-kata Bojing saat melatihnya menjadi putri kerajaan saat bermain film pertamanya.

'A-apa Han Bojing itu reinkarnasi Wang Bojing? Dan dia mengingat kehidupan masa lalunya?' batin Jiao bertanya-tanya,

"Jiao.. Aku sudah menunggumu. Ayo kita keluar istana. Aku sudah mendapatkan izin Yang Mulia Kaisar."

"A-ah Ya."

Jika Han Bojing sang manejer mengingat kehidupan masalalunya lalu kenapa dia tidak?

.

Author playlist : OST Swords of Legends - Distance

.
.
.

TBC.

.
.
.

A/N : Maafkan diriku yang tak bisa up cepat dikarenakan kesibukanku yang akhir-akhir ini sangat sibuk tapi aku selalu usahakan up setiap ada waktu luang. Terimakasih yang sudah mau menunggu dengan setia. Terimakasih.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top