TR*5
"Tak akan ada yang masuk kedalam rumah jika kita tidak membukakan pintu ketika ada yang mengetuk, Li..."
Kalimat mama Ali seakan menohok jantung anaknya sendiri. Terkadang kita memang tidak menyadari hadirnya konflik dalam rumah tangga disebabkan oleh diri kita sendiri. Tidak sengaja membuka pintu padahal tak bermaksud menyuruh oranglain masuk. Perumpaan bagi hati, jika kita tak membuka hati jika ada yang mengetuk tentu tak akan ada hati yang lain yang ikut berdesakan mencari rasa nyaman yang akhirnya membuat perbandingan.
Ali tak pernah bermaksud untuk membiarkan oranglain memasuki hidup mereka. Awalnya keasikannya untuk bertemu dengan teman-teman lama pemicunya. Ia merasa dulu tidak memiliki apapun. Dan sekarang ketika memiliki segalanya ia bisa menunjukkan pada siapapun kalau sekarang iapun mampu.
"Wanita pengganggu masuk hanya karna melihat seorang pria terlihat mapan, mana dia tahu saat kamu berjuang menjadi mapan....?"
Ali merenungi hal itu dan tidak menyalahkan mamanya yang terkesan membela Prilly. Nyatanya benar, wanita lain bisanya minta belikan sesuatu tetapi kalau kita butuh sesuatu tidak bisa mengatasi. Ley saja tidak bisa mengatasi Qie dan Bie meskipun dia kelihatan baik-baik saja, mau mendekati anak-anaknya itu.
"Terima Kasih ya Ley, karna kamu mau membantu aku, aku sudah tidak tahu lagi bagaimana mengatasi kerinduan mereka pada ibunya..."
"Padahalkan kalian masih berdekatan, cerai hidup, untung masih ada, bukan cerai mati."
"Tapi dia selalu menghindari aku, tak membiarkan aku dan dia terlihat baik-baik saja didepan anak-anak!"
"Bujuk dia..."
"Gimana mau membujuk? ditelpon saja tidak mau bicara, bertemu tak pernah mau berlama-lama, aku tak pernah berkesempatan mampir kerumah, setiap membawa Qie aku menjemput dari sekolah, mengembalikannyapun saat dia kesekolah, nanti pulangnya baru dia yang jemput..."
"Kalau dia mau bertemu Bie gimana?"
"Begitu juga bila dia ingin bertemu Bie, dia perginya kesekolah, mana pernah dia menginjak apartemenku..." Ali mengeluh.
Didepannya waktu itu Ley hanya memandangnya dengan wajah yang perhatian. Sesekali mengeryitkan alis dan mengusap pundaknya.
Selama ini Ley adalah tempat curhatnya. Ley juga yang menasehati ketika ia terlihat dekat dengan Chika, wanita yang terlihat mendekati karna harta agar Ali ingat akan keluarga. Ley teman kuliahnya dulu dan seorang istri muda yang memiliki dua orang anak perempuan. Jadi suaminya jarang ada dirumah, lalu dia sering nongkrong bersama Ali dan beberapa teman yang lain. Sering saling curhat membuat mereka menjadi dekat.
Sering keluar juga hanya untuk sekedar makan siang. Dekat. Sehingga terlihat tak ada jarak. Jika tak membuat jarak dan lupa segalanya, mungkin yang tadinya sekedar teman curhat bisa bergeser menjadi teman tapi mesra, ujung-ujungnya teman yang ada rasa. Entahlah. Ali seakan-akan menyadari, ucapan mama sangat menyentilnya. Tak akan ada yang masuk jika kita tidak membukakan pintu. Dan kebersamaannya dengan Ley itu seperti sebuah boom waktu.
Istri orang Li, lo harus jaga jarak
»»»»»
~PRILLYTHA~
"Hallo sweethearth...."
"Umiii...."
Aku memeluk Bie yang menghambur kearahku ketika aku baru sampai didepan sekolah Qie. Meskipun begitu sebenarnya aku heran kenapa ia juga ada didepan sekolah padahal tadi baru saja dia bilang melalui telpon Qie minta dijemput Umi saja dan ingin kembali kerumah umi sementara abi tak bisa menjemput dan mengantar karna ada kerjaan penting dikantornya.
"Kata Bie tadi Qie mau dijemput disekolah, Bie kok ada disini?"
"Qie udah ada didalam mobil," Bie tidak menjawab pertanyaanku malah menunjuk mobil yang katanya didalamnya ada Qie.
"Mobil siapa?" Aku tak mengenali mobil yang ditunjuk Bie.
"Sini Mi...." Bie menarik tanganku dan melangkah kearah mobil.
Mendekati mobil aku sekarang melihat siapa yang berada dibalik kemudi mobil.
"Abi beli mobil baru, kita mau ngerayain keberhasilan abi memiliki mobil impiannya mi!"
Aku menghentikan langkahku mendengar ucapan Bie.
"Kenapa, mi?"
Aku menggeleng.
"Umi, please, Bie ingin umi ikut, umi harus ikut ngerasa senang!"
"Umi ikut senang tapi nggak bisa ikut ngerayain," gelengku membuat raut wajah Bie berubah menjadi gurat cemas.
"Yahh, kenapa mi? Ayo dong umi ikut, sesekali penuhi keinginan Bie," kata Bie dengan wajah penuh harap.
"Maaf sweethearth," desahku. Aku benar-benar tidak bisa untuk kesekian kalinya.
"Hari ini banyak sekali pekerjaan umi dikantor, senin itu hari sibuk Bie, umi ada meeting awal bulan, tadinya umi ijin cuma sebentar menjemput Qie," aku mengungkapkan alasan.
"Tapi inikan jam istirahat mi," tukas Bie.
"Istirahatnya lunch box, sayang, maaf ya," aku menatap Bie dengan mata yang merasa bersalah.
"Nggak apa-apa mi, Bie yang salah berbohong pada umi tadi, kalau nggak berbohong pasti dari awal umi akan bilang umi sibuk," lirih ucapan Bie.
Sebenarnya aku tak tega. Tapi aku juga tak bisa berjanji suatu saat akupun mau kalau diajaknya jalan bersama dengan abi mereka. Makanya aku tak mengucapkan janji mungkin suatu saat bisa untuk membayar kecewanya. Karna aku rasanya tak ingin terjebak kembali kemasalalu. Aku sangat tahu bagaimana perasaanku padanya. Luka sekaligus cinta yang seakan tak memberiku ruang untuk membuka lembaran baru bila aku tak memberi jarak padanya.
Aku tahu aku tidaklah sempurna sebagai seorang ibu dan istri bagi mereka. Emosiku tak terkontrol. Hariku disibukkan dengan pekerjaan. Suka marah-marah tak jelas bila ada masalah dikantor. Jarang memasak dirumah, bahkan membuatkan teh saja terkadang tak sempat.
"Umiii....." aku merasa Bie menyentuh tanganku.
"Umi nggak mau ngucapin selamat sama abi?"
"Sampaikan saja ya, umi turut senang!" Sahutku pada Bie yang memandangku dengan tatapan mata makin meredup.
"Apa tidak lebih baik umi bilang sendiri mumpung ketemu?"
Aku menggeleng. Mobil impiannya membuat aku teringat akan impian-impian kami dimasalalu. Kami pernah menuliskan beberapa impian yang ingin dicapai dalam waktu setahun. Dan kami menyatukan impian tersebut disebuah balon dan menerbangkannya bersamaan, saat ulangtahun perkawinan kami yang ke 7. Dinner berdua dengan lilin yang mengelilingi kami. Ternyata impian kami harus terbang juga bersama sebuah kegagalan mempertahankan biduk rumah tangga. Hanya selang seminggu setelahnya.
Sekarang dia mencapainya tanpa ada aku disisinya. Kalimat pria sukses karna ada wanita hebat disampingnya seperti kebanyakan orang bilang tidak berlaku padaku. Karna wanita hebatnya bukan aku, tapi wanita lain. Setidaknya itu yang ada dalam pikiranku. Dan itu membuat aku merasakan ngilu ditengah-tengah dadaku.
Entahlah, harus sampai kapan aku mengecewakan anak-anakku? Yang pasti tak akan ada lagi waktu mengulang seperti yang dulu kalau hanya demi mereka. Aku ingin membuat ucapannya tak berdasar. Selalu berkata hanya demi anak-anak ia mampu bertahan bersamaku. Ia harus menyadari tanpa mencintaiku dia takkan bisa bertahan. Ya, aku egois. Ingin dia tahu ucapannya itu sangat menyakitkan.
"Sebenarnya anak-anakmu lebih penting, Pi, jangan egois..."
"Aku tauu."
"Lalu kenapa tetap berkeras tak memenuhi keinginan mereka?"
"Aku nggak bisa."
"Nggak bisa karna kamu masih cinta?"
"Enggakkk, cumann malas ajaa, katanya yang dia peduliin cuma anak ya udah..." elakku pada sepupuku, Aira.
Setelah pulang dari kantor aku menjenguknya dirumah sakit karna baru pagi tadi dia melahirkan. Dan aku sekarang menggendong bayinya. Dia memandangku tanpa kedip dan menanyakan anak-anak lalu aku bercerita anak-anakku sedang bersama abinya. Aku juga bercerita tadi siang diajak Bie untuk merayakan keberhasilan abinya mendapatkan mobil impian dan aku menolak makanya Aira berkomentar.
"Cup...cup...sayanggg kok nangisss, cama tante pie jangan nangisss......."
Bersamaan dengan tangisan bayi Aira, handphoneku terdengar berbunyi didalam tas yang aku taruh ditepi ranjang dekat kaki sepupuku itu. Bayi Aira diambil suster yang mengantarkannya untuk disusui tadi dan aku meraih tasku.
Bie my princess
Ada apalagi Bie menelpon. Mencoba membujuk dengan cara apalagi anak itu?
"Ya sweethearth......"
"Mii, Bie cuma mau bilangin Ami Awi masuk rumah sakit tadi kata umi Alia jatuh, Bie sama abi sama Qie mau kerumah sakit sekarang nunggu abi jemput, apa umi mau ikut?"
Sebetulnya kasian pada Bie. Sepertinya apapun dia lakukan agar kami bisa bertemu dan bersama-sama kesuatu tempat. Sampai mengabarkan pamannya yang dia sebut Ami Awi kakak ipar Abinya masuk rumah sakit segala agar aku ikut bersama mereka. Tapi suaranya kali ini benar-benar terdengar cemas.
"Dirumah sakit mana?" Akhirnya aku bertanya.
"Katanya Rumah sakit Islam mi."
"Nanti umi kesana sendiri, sayang, umi sedang dirumah sakit bhayangkara nengokin tante aira..."
"Yahh umiiiiii, dijemput kesana ya mi, ya, ya, yaa?"
"Maaf ya sayang."
"Tapi umi harus cepat, kata umi Alia, abi juga harus cepet-cepet kesana, soalnya katanya ami awi mencari abi dan umi....."
"Ya, Insya Allah sayang!"
"Insya Allah arab? Atau Insya Allah Indonesia mi?"
"Lho?"
"Insya Allah arab itu artinya kalau Allah mengijinkan mi..."
"Trus Indonesia?"
"kalau sempat saja, kayak Bie jawab temen yang nyuruh main kerumah tapi sebenarnya Bie males...."
Aku tersenyum pahit begitu menutup telpon Bie. Bie benar. Tapi bukan karna aku malas, aku hanya merasa itu akal-akalan Bie saja agar aku ikut atau datang kesana supaya kami bertemu. Ami Awi itu suami dari Alia kakak abinya. Mereka tidak memiliki anak makanya cukup dekat dengan Bie. Bie sering mereka ajak jalan-jalan begitupun dengan Qie. Mereka sangat memanjakan Bie dan Qie. Mungkin karna belum juga memiliki keturunan. Apapun Bie dan Qie inginkan pasti tak lama akan dikabulkan.
"Pie, mending kamu datengin gih, inikan bukan demi anak kamu, tapi demi menjaga hubungan baik antar keluarga...." Aira angkat bicara setelah aku memasukkan handphone didalam tasku.
"Tapikan aku sudah tidak ada apa-apanya lagi dengan adik mereka," tepisku. Selain egois tanpa sadar aku juga sudah bersikap tak peduli.
"Yang pisahkan kamu sama Ali bukan kamu sama keluarganya."
Aira benar juga, tapi entahlah, kenapa sangat berat harus bertemu dengan keluarganya. Harga diri rasanya jatuh seketika didepan mereka karna mereka tahu apa penyebab perpisahanku dengan dia.
"Turunin sih ego kamu sedikittttt aja...."
»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»
Banjarmasin, 10 April 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top