TR*11

Mobil dibawah hujan yang deras sudah berada didepan pagar tempat tinggal Pie dan Qie. Tak ada payung jadi harus keluar ditengah hujan membuka pagar. Kalau bukan salah satu dari mereka yang membuka siapa lagi? Lie takkan membiarkan Pie yang basah meskipun ia dan Pie akhirnya saling memaksa keluar dari mobil.

"Aku sudah basah jadi nggak papa nanti langsung mandi dan ganti baju," ucap Pie bersiap turun dan membuka pintu mobil tapi masih terkunci.

"Aku saja," Lie menyahut langsung membuka kunci dan membuka pintu.

Setelah menyahut seperti itu Lie langsung keluar dari mobil diiringi decakan Pie yang merasa terlambat keluar dari mobil. Hujan terlihat mengguyur tubuh Lie. Kenapa lama? Sepertinya Lie agak susah menarik pengait kunci pagar. Pie mungkin tidak tahu rasanya Lie gemetar dan pandangan yang agak susah karna hujan yang deras.

Pie merasa tak tega melihat Lie kehujanan tapi pintu pagar juga tak terbuka. Lalu Pie ikut turun dari mobil sementara anak-anak masih  tertidur karna kelelahan bermain.

"Kok turun?"

"Biar sama basah."

Dengan sekali tarik pagarpun terbuka. Padahal pagar itu tadinya Lie yang disain. Ternyata karna dia sudah lama tidak membuka dan menutup pagar akhirnya dia sepertinya lupa cara membuka kuncinya. Pie mendorong pagar hingga terbuka lebar.

"Sudah kamu masuk mobil nanti tambah basah..." ucap Pie melihat Lie berdiri tanpa bergerak dari tempatnya. Mereka sudah sama basah kini.

Melihat tubuh Pie basah dibawah guyuran hujan, Lie jadi teringat dulu. Saat dengan sengaja ia menemani Pie  mandi hujan dihalaman rumah yang dulu karna Pie sedang mengidam anak pertama mereka Bie.

"Ayo, masuk..."

Lie tersentak kaget mendengar suara Pie yang memintanya masuk mobil karna pikirannya sedang berkelana kemasalalu. Ia masih mengingat hal yang mereka lakukan dulu sejak mereka berada dipantai. Mungkin terdengar aneh karna ia merasa jadi susah move on karna mereka seperti kembali kesaat dimana mereka sedang jatuh cinta.

Pie terlihat sedikit lari memasuki halaman yang diatasnya tertutup kanopi hingga ia bebas dari hujan setelah melihat Lie akhirnya masuk kedalam mobil.

"Anak-anak dibangunin aja, kamu nggak usah gendong, nanti mereka ikut basah!" saran Pie.

"Jangan, kasian kalau dibangunin, mereka kelelahan...aku numpang ganti baju dulu..." sahut Lie menolak membangunkan Bie dan Qie.

Pie mengangguk membuka pintu rumah, menyalakan lampu ruang tamu. Sementara mobil masih menyala dengan anak-anak didalamnya. Biasanya kalau posisi mobil berhenti seperti itu anak-anak akan bangun, tapi mungkin karna kelelahan, keduanya terlihat bergelimpangan tak bergerak.

Pie memgeluarkan tas dan plastik baju basah lalu membawanya kedalam rumah.

"Ini tas kamu, apa ada baju bersih?" Pie memberikan tas yang tadi berisi baju ganti Lie dan Bie.

"Aku cuma bawa satu," sahut Lie.

"Coba aku cari baju kamu ya," Pie menggeleng. Katanya mau ganti baju, kirain masih bawa baju bersih.

"Maksud aku juga begitu."

Pie beranjak masuk kamar dan mencari baju Lie, perasaan masih ada yang tertinggal tapi ditaruh dibelakang tumpukan bajunya. Pie menarik kaos putih milik Lie ketika ia menemukannya sekaligus menarik handuk.

Pie keluar dan melihat Lie berdiri memunggunginya tanpa kaos sambil memandang keluar kearah mobil dengan tangan yang memegang sisi pintu.

"Ini bajunya..."

Cukup kaget Lie mendengar suara Pie dibelakangnya. Melihat isi rumahnya yang selama setahun ini sudah ditinggalkan menimbulkan kenangan. Apalagi photo didinding masih sama, bahkan photo pernikahan mereka masih ada disana. Itulah sebabnya ia jadi terbawa kemasa-masa dimana bahagia itu pernah menjadi milik mereka.

"Terima kasih..."

Lie mengucapkan terima kasih saat Pie menyerahkan handuk dan kaosnya.

"Mau ganti baju didalam? Aku yang awasin anak-anak dari sini!"

"Nggak disini aja!"

Lie menyerahkan handuk yang mengeringkan kepala dan tubuhnya. Sebelum menyerahkan handuk kembali pada Pie, matanya tertumbuk pada rambut Pie yang basah sama sepertinya.

"Handukan gih, nanti sakit!"

Lie melebarkan handuk dan menutup kepala Pie dengan kain pengering itu lalu menggosoknya maksudnya membantu mengeringkan. Tapi maksudnya ini menyebabkan gelombang jantung kalau saja alat EKG bisa terlihat turun naik dengan cepat gelombangnya. Pie berdiri kaku dengan kaki yang sulit sekali bergerak bahkan Lie pun terjebak dalam rasa kaku yang sama.

"Bu...buka, Ce...celana kamu!"

Hah? Lie melebarkan matanya. Buka celana?

Sementara Pie merutuk bodoh. Haihhh, kenapa pikirannya belum disampaikan lalu langsung berkata buka celana? Itu maksudnya celana Lie basah, jadi buka dulu. Tapi yang keluar dari mulutnya justru menyuruh membuka celana. Apa-apaan mulutku? Pikir Pie.

"Mak..maksud aku, ce..celana kamu basah, dibuka aja dulu nanti aku cuci dan langsung dikeringkan," jelas Pie tergagap. Sementara Lie menarik napas dan memaki didalam hati karna pikirannya sudah kemana-mana.

"Emhh...aku belum nemu celana pendek kamu dilemari jadi pakai handuk dulu ya..." meskipun awalnya tergagap tapi akhirnya Pie bisa menyampaikan maksudnya sambil menyerahkan handuk yang tadi dipakai untuk mengeringkan kepalanya.

Pie membalik badan maksudnya mau mengganti bajunya yang basah dan mulai merasa kedinginan. Sementara Lie akhirnya melepas celana selututnya lalu melilitkan handuk dan keluar rumah untuk menyelesaikan anak-anak yang masih juga tertidur tanpa terusik.

"Bisa nggak?" Pie tiba-tiba ada dibelakang Lie.

"Lho? Belum ganti baju juga?"

"Mau nyelesain anak-anak dulu..."

"Aku bisa kok, udah kamu ganti baju aja nanti masuk angin!"

"Bie tempatin dikamar dia sendiri, nanti Qie dikamar aku, biar kamu bisa tidur dikamar Qie..."

Apa itu maksudnya Pie menyuruh  menginap? Lie memandang Pie tak berkedip sementara pintu mobil sudah terbuka sejak tadi untuk memindahkan anak-anak mereka.

"Kamuu...nggak berniat pulangkan, udah malam, hujannya deras, bajumu belum dikeringkan, kamu juga pasti capek, ya kan?" Pie memperjelas ucapannya.

Lie hanya mengangguk dan merasakan dadanya luar biasa hangat di malam yang dingin karna  perhatian Pie. Lie mencoba  menetralkan perasaannya yang tiba-tiba tak bisa dikontrol karna sedari tadi bayangan indah masalalu seperti flashback didepan matanya.

Seperti ucapan Pie, Lie menempatkan Bie didalam kamarnya sementara ia membawa Qie kedalam kamar Pie yang dulu adalah kamar mereka berdua.

Susunan kamar sudah berubah tetapi benda-benda yang ada didalamnya tidak berubah. Tempat tidur, lemari, meja rias, nakas dan photo pernikahan mereka yang terpajang diatas kepala ranjang.

Lie mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru kamar. Sementara Pie melepas baju yang dipakai Qie dan menyelimutinya.

"Kamu mandi dulu, tadi kena air hujankan..." Pie mengingatkan Lie agar segera mandi.

"Dari tadi kamu nyuruh-nyuruh aku tapi kamu sendiri nggak ganti baju lalu mandi?"

"Ini aku mau ganti juga, kamu pakai kamar mandi diluar ya," sahut Pie mengambil sebuah handuk lagi didalam kamar mandi sementara Lie duduk ditepi tempat tidur menatap aktivitasnya.

"Mau kemana lagi, katanya mau mandi?"

"Sebentar, aku mau masukin baju-baju basah kita ke mesin cuci, biar sambil aku mandi mesin cucinya juga kerja..."

"Nanti saja, lebih baik kamu mandi, buruan!!"

Lie mulai tak sabar dengan sikap Pie yang seperti tak peduli pada dirinya sendiri. Sedari tadi sibuk mengurus mereka tapi tak mengurus dirinya sendiri. Lie berdiri dan mendorong tubuh Pie kekamar mandi.

"Mau aku bukain bajunya? Mau dimandiin biar cepetan gitu?" Pertanyaan Lie dengan mata mencurigakan membuat jantung Pie rontok seketika rasanya.

"Engg...enggak...!" Pie jadi gugup bukan cuma gagap.

"Ya udah buruan...!"

"Ii..iyaa...tapi kamu juga..."

"Ngajak aku?" Lie melebarkan matanya.

"Buk..bukann, mak...maksud aku kamu juga mandi sana..." Pie menunjuk pintu kamar, maksudnya Lie mandi dikamar mandi luar bukan bersamanya.

Aduh. Kenapa kacau begini sih? Antara nyambung dan nggak nyambung obrolannya. Lie menggaruk kepala dan mengusap tengkuknya, lagi-lagi ada kesalahan tekhnis menyambung pembicaraan. Sementara wajah Pie memerah menyelesaikan kalimatnya yang masih saja tergagap. Mandi bersama? Seketika Pie merinding mengingatnya. Lagi-lagi mereka harus terjebak didalam kenangan yang sudah pernah ingin dilupakan tetapi ternyata tak mudah. Bahkan tak lebih mudah dari membuka lembaran baru dengan yang lain.

"Kam..kamu ma..mau apa?" Pie makin tergagap saat Lie mendorong Pie lagi kedalam kamar mandi.

Sebetulnya grogi melanda pikiran Pie. Bagaimana kalau Lie ikut masuk? Kenapa juga tubuhnya berasa tak ada gerakan menolak?

Tetapi Pie merasa lega karna ia tak harus menolak. Lie hanya mendorongnya masuk dan menutup pintu kamar mandi dan Pie menyandarkan tubuhnya dibalik pintu itu. Sedangkan Lie bersikap sama, tangannya terasa gemetar karna menyentuh tubuh dan mendorong Pie masuk lalu menyandarkan tubuhnya sendiri kepintu.

Seakan membuka kembali lembaran lama, dimana dorongan itu akan berakhir teriakan bersahutan dengan percikan shower. Dan itu dulu, karena sekarang sudah tak bisa...

»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»
Banjarmasin, minggu, 16 April 2017

diatas taxi yang membawa otw  to kondangan....

Happy Birthday Ginceee ghinashr
Panjang umur, murah rezeki, belajar yang bener yahhhh....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top