Bab 5
(Diambil dari surat Tilly MacCarthy kepada Audrey Miles)
The October Glory,
Evesham, Worcestershire,
Minggu, 20 Mei
My Dear Audrey Miles,
Malam yang indah untukku menulis surat pertama kepadamu, Kawan. Apa kau terkejut membaca dari mana surat ini berasal?
Kau tidak salah membaca, Audrey. Aku memang tidak sedang menghabiskan musim panas di rumah peninggalan kakekku di desa Fladbury. Aku sarankan kau duduk di tempat yang nyaman sebelum melanjutkan surat ini. Percayalah apa yang akan aku ceritakan bisa membuatmu terkena serangan jantung.
Tentu aku tidak berharap kau akan terkena serangan jantung. Kau tahu, aku begitu menyayangimu dan berdoa agar kau hidup untuk seribu tahun lagi. Namun, seribu tahun terdengar terlalu panjang. Seperti kutipan Homer yang sering kau ucapkan, "The Gods envy us. They envy us because we're mortal, because any moment may be our last." Menyenangkan membayangkan para dewa cemburu ketika kita mencapai penghujung usia, bukan begitu?
Audrey, aku sungguh berharap kau ikut bersamaku ke Desa Fladbury. Ada begitu banyak kejadian yang menimpaku. Jika kau di sini, kutebak, kau akan berkata banyak keajaiban yang menghampiriku. Namun, aku memilih mengumpamakan kejadian-kejadian itu sebagai kejutan.
Kejutan demi kejutan dihadiahkan padaku sejak hari pertama aku tiba di desa Fladbury. Semua dimulai dari rumah peninggalan Kakek Gregory MacKay yang tidak terawat, hutang besar Paman Clark dengan menjadikan rumah MacKay sebagai jaminan, uang cicilan hutang yang dibawa kabur paman pada tengah malam, dan ... yang terhebat dari semuanya ... aku yang melamar pekerjaan dengan bayaran di muka.
Aku bisa membayangkan kau sedang beringsut karena aku mengambil pekerjaan di saat aku berkeras ingin berlibur di desa kelahiran ibuku. Aku tidak merencanakan sebuah pekerjaan sesegera itu. Situasi kami yang memaksaku memutuskan kembali bekerja.
Bibi Mels meminta bantuan temannya untuk mencarikanku pekerjaan. Namanya Madam Nye. Dia wanita yang sangat menyenangkan seandainya dia tidak menawariku posisi sebagai wanita simpanan seorang kakek kaya. Tawaran pekerjaan lain yang dia berikan adalah governess. Jadi, aku memilih sebagai governess. Apa menurutmu aku membuang kesempatan memeluk sepeti emas karena menolak menjadi wanita simpanan? Kita tahu dengan baik, kita tidak membutuhkan sepeti emas. Kau dan aku tidak membutuhkan sepeti emas untuk bahagia. (Walau aku tidak menampik kebutuhan kita terhadap uang.)
Sejak pagi ini, aku bekerja sebagai governess. Itulah pekerjaan yang memberiku bayaran di muka tanpa sesi wawancara dari pemberi kerja. Kemudian Bibi Mels menggunakan uang itu untuk menyelamatkan rumah keluarga MacKay dari bursa pelelangan.
Aku harap kau ada di sini. Terkadang aku butuh omongan ceplas-ceplosmu. Dan mungkin, kau bisa memberikanku solusi yang lain. Tentu aku tidak bisa menunggumu datang ke sini dalam sekejap. Para penagih hutang akan menendang kami ke jalan jika tidak membayar hutang paman hari itu juga.
Aku dijemput kereta kuda milik keluarga yang akan mempekerjakanku sehari setelah aku menyetujui pekerjaan itu. Madam Nye bilang, mereka sangat membutuhkan guru dan aku sangat beruntung. Aku menanggung galau akibat ucapannya. Tak yakin apakah aku beruntung atau aku celaka.
Kereta kuda menyusuri perbukitan, Ramon si sais muda yang mengantarku berkata, "Miss MacCarthy, kita hampir sampai." Aku melongokan kepala melalui jendela. Sebuah lembah hijau, ladang jagung, dan aliran sungai menyambutku, tetapi sesuatu yang megah dan memesona memenjarakan pandanganku.
Aku lekas bertanya, "Dimana The October Glory?"
"Di lereng itu, Miss. Bangunan satu-satunya di lereng sebelah sana."
Mengetahui bangunan indah yang dimaksud adalah sama dengan yang menyita perhatianku, aku tahu ... aku sangat tahu ... The October Glory akan membawa keajaiban. The October Glory, yang nama aslinya Yew Isbourne House, adalah rumah bergaya kastil persegi panjang dengan empat menara di masing-masing sudutnya. Tumbuh di mukanya sederet pohon October Glory Red Maple yang membuatku menduga panggilan The October Glory berasal dari sana. Aku membayangkan keindahan kastil itu saat musim gugur tiba, sebuah rumah bata berbenteng yang dikawal pepohonan maple yang memerah, lalu semilir angin menerbangkan daun kering akan menjadi panorama romantis bak lukisan abad ke-16.
Jantungku berdetak makin kencang begitu kami mendekati The October Glory. Bangunan itu sangat besar, gagah, sekaligus menggoda. Dan bangunan itu akan menjadi tempatku bekerja dan tinggal. Memikirkan tempat itu akan menjadi tempatku tinggal, dadaku diserang gelombang besar kebahagiaan.
Sejenak aku melupakan perasaan masygul yang aku bawa dari Desa Fladbury. Kereta kuda berhenti di depan bangunan tua itu. Kegundahanku bercampur kecemasan. Aku belum pernah bertemu keluarga yang mempekerjakanku. Mereka bisa saja kecewa dengan penampilanku maupun kemampuanku, lantas mereka memecatku dan meminta uang mereka kembali. Dugaan-dugaan buruk bermunculan di kepalaku.
Lalu saat kakiku melangkah melewati pintu berdaun ganda yang besar dan suara malaikat menyambutku, aku sepenuhnya terbebas dari segala pikiran buruk. Sepasang mata besar berwarna biru yang mengingatkan pada langit musim semi menyapaku. Pipi gemuk kemerahan dan bibir mungil mengerucut menghangatkan jiwaku. Andai kau di sini, Audrey. Kau akan paham perasaan apa yang menerjangku kala bertemu malaikat mungil The October Glory. Dia sangat manis melebihi madu di musim semi, dia begitu jernih mengalahkan air pegunungan, dan dia menatapku dalam sinar yang menyedot akal sehat.
Aku memang terdengar agak puitis, tapi, Audrey, kau harus melihatnya sendiri! Emerald Romily Danvers adalah malaikat mungil yang hidup di Evesham.
Dia yang pertama mendekatiku. Berjalan perlahan tanpa melepas tatapannya. Kalimat pertama yang menyambutku luar biasa mengejutkan. "Miss Tilly, apa kau melihat matahari menghidupkan tanaman jagung di ladang ayahku?"
Aku tergagap. Tidak sanggup berkata-kata. Ramon sama terkejutnya. Pemuda itu hanya bisa memberikan tatapan prihatin padaku sambil mengenalkan nama calon muridku, "Dia adalah murid yang akan kau ajar, Miss MacCarthy. Namanya Emerald Romily Danvers."
"Nama yang indah." Aku sadar Ramon berusaha mengalihkan situasi canggung yang diakibatkan pertanyaan Emmie. Tapi Emmie tidak melupakan pertanyaan pertamanya dan dia bertanya lagi. Kali ini lebih serius. "Miss Tilly, apakah kau bisa melihatnya? Apakah kau melihat matahari? Apakah kau tahu petani membutuhkan matahari untuk tanaman jagung kami? Jika tidak ada matahari, ayahku akan bangkrut. Apakah kau tahu bangkrut, Miss Tilly?"
Pertanyaan spektakuler, bukan?
Hanya Emmie, murid yang pernah memberiku pertanyaan sebanyak itu dalam usia belia. Rasanya aku ingin bertanya pada juru masak di sini, apa yang mereka masak untuk memenuhi gizi Emmie. Dia sangat cerdas.
"Aku bisa melihatnya. Aku melihat matahari masih bersinar di luar, ladang jagung masih berkilau ditimpa sinar matahari, para petani bekerja dengan semangat, dan ayahmu tidak bangkrut." Aku berhenti sejenak dan menarik napas. "Boleh aku tahu dari mana kau mendengar kata bangkrut?"
Emmie tidak menjawabku. Dia menatap kosong pada daun pintu yang ditutup rapat oleh Ramon. Dari sikapnya seolah dia sudah berpindah dunia, menerawang tempat kasat mata yang tidak terjamah. Sekian detik kemudian, dia berkata lagi, "Kadang, aku mengkhawatirkan ayahku yang terus bekerja. Tahun lalu ladang kami merugi karena panen gagal. Hujan datang terlalu sering dan matahari bersembunyi sangat lama. Aku pikir, matahari pasti takut pada hujan. Hujan datang bersama petir. Suara petir sangat mengerikan, Miss. Matahari tidak suka pada petir."
Sangat imajinatif. Aku tahu, aku mendapat murid pintar. Dan murid pintar, membutuhkan guru yang lebih pintar. Aku ditantang menjadi lebih baik lagi.
Aku menghabiskan sepanjang siang mendengarkan celotehannya. "Aku menyukai namamu. Kemarin sore, ayah memberitahuku seorang guru akan datang. Namanya Tilly MacCarthy. Aku langsung menyukaimu. Karena namamu Tilly, bukan yang MacCarthy. Tilly sangat bagus. Aku lekas memutuskan akan memanggilmu Miss Tilly. Aku bertanya pada ayah, bolehkah aku memanggilmu Miss Tilly. Dia menyarankanku bertanya padamu. Tidak semua orang suka dipanggil menggunakan nama depan oleh murid. Apa kau marah jika aku panggil Miss Tilly? Aku akan mengizinkanmu memanggilku Emmie, seperti ayah, bibi, paman, dan paman buyut memanggilku. Namaku Emerald, tapi aku lebih senang dipanggil Emmie."
Aku menangkap permintaan Emmie sebagai peluang. Tidak semua guru bisa menjadi governess karena anak-anak yang belajar di rumah tidak selalu berperangai sebaik saat mereka di sekolah. Aku semula merasa was was jika gagal mendidik muridku karena tak sanggup menghadapi kenakalan mereka di rumah. Permintaan Emmie memunculkan ide.
"Apakah kau akan belajar dengan baik jika aku mengizinkanmu memanggilku Miss Tilly?"
"Tentu. Aku akan belajar dengan baik jika aku boleh memanggilmu Miss Tilly."
"Baiklah. Aku mengizinkanmu memanggilku Miss Tilly." Aku tersenyum senang karena sudah memegang janji anak itu sembari berdoa dia memang memenuhi janjinya.
"Darimana kau mendapatkan namamu, Miss Tilly?"
Aku terbiasa mendapatkan pertanyaan itu dari orang yang baru mengenalku. Aku pun terbiasa menjawabnya dengan santai. Kali ini, aku merasa sedikit ganjil karena yang bertanya adalah seorang anak berumur enam tahun.
"Kurasa, ayahku mendengar nama ini dari suatu tempat dia melabuhkan kapalnya."
"Apa pekerjaan ayahmu?"
"Seorang kapten kapal."
"Itu pekerjaan yang sulit." Komentar Emmie nyaris membuatku ingin menyemburkan tawa. Beruntung, kami disela pemberitahuan makan siang oleh pelayan. Jika tidak, mungkin Emmie sudah melihatku mengulum tawa hingga memerah.
Emmie senang tidur lebih awal. Sebelum matahari terbenam, dia sudah menyelimuti dirinya. Dia memberiku alasan begini, "Jika aku tidur lebih awal, burung hantu tidak akan malu menyambangi kamarku. Tuan Burung Hantu akan bertengger di dahan pohon itu."
Ketika aku pikir dia sudah cukup menyampaikan pemikirannya, ternyata tidak. Emmie melanjutkan sambil menatap dahan yang melintang di depan jendela kamarnya. "Tuan Burung Hantu membawa kebijakan dan pengetahuan. Ayah bilang, temanmu menentukan mutu dirimu. Jika aku berteman dengan Tuan Burung Hantu, mutu diriku akan meningkat. Aku sedang mendekatinya agar kami bisa berteman akrab."
"Aku setuju pada ucapan ayahmu. Temanmu menentukan lingkungan macam apa yang kau tempati. Tapi Tuan Burung Hantu, aku rasa, dia tidak akan meningkatkan mutu hidupmu. Aku pikir ayahmu bermaksud memintamu memilih teman agar kau tidak sampai terpengaruh hal yang buruk. Misalkan, membantah orang tua. Bagaimana jika aku yang menjadi temanmu? Apakah boleh?"
Emmie menatapku lama. Tatapannya tidak terbaca. Jantungku berdetak menantikan jawabannya. Sebuah pikiran buruk berputar kalau-kalau Emmie menolak tawaranku. Namun, jawaban Emmie lebih mencengangkan. "Biarkan aku memikirkannya, Miss Tilly. Aku perlu waktu merenung. Mungkin ayahku mau membagi pendapatnya. Kadang aku berkonsultasi pada ayah," jawabnya dengan wajah serius. Aku serasa bercakap bersama seorang lady dewasa alih-alih seorang anak enam tahun.
Emmie kecil tengah terlelap di kamarnya yang hangat dan berwarna putih. Audrey, apakah warna kamar seorang murid bisa menunjukkan karakternya? Aku harap aku menemukan satu buku yang membahas warna kamar dan kepribadiaan seseorang. Aku ingin mengenal Emmie lebih dekat, walau harus aku akui, dia terlalu banyak bicara.
Sampai saat aku menulis surat ini untukmu, aku belum bertemu ayah Emmie. Aku harap dia adalah tuan yang baik dan tidak banyak mengeluh.
Aku akan menulis surat kepadamu sesering yang aku bisa. Selamat menikmati liburan musim panas dan kencan butamu. Aku harap kali ini pasangan kencanmu tidak sedungu Winston.
Salam sayang,
Tilly, sahabatmu yang belum merindukan London.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top