Ultimatum Momentum Kultum

Berdasarkan penelitian Rasi yang sudah teruji coba, waktu memejamkan mata yang paling efektif adalah di jadwal kultum subuh. Selain nikmatnya atmosfer subuh dalam membelai mata untuk segera terpejam kembali, bait-bait ceramah Akhi Zaki—purna FORMADA yang diundang untuk jadi pemateri di pagi pertama—juga sangat ampuh sebagai pengantar tidur menuju alam mimpi. Sehabis menjawab salam pembuka, Rasi hanya menguap lebar, lalu bergumam untuk dirinya sendiri: Have a nice dream.

Namun, kali ini tak seperti biasanya. Kedua netra Rasi terbuka lebar-lebar. Dan Rasi tak berniat untuk beranjak dari posisi duduk tegaknya. Itu semua karena tema di ceramah kultum pagi ini yang sangat membagongkan: Pasal Jodoh dan Perintilannya. Demi nilai rapor semester Rasi yang banyak dihiasi pulpen merah-merah estetik, Rasi tak pernah mengira bahwa otaknya bisa berfungsi jika dipakai untuk menadahi materi semacam ini.

"Jodoh adalah cerminan diri. Yang belum dapat, bisa mulai perbaiki diri dengan menyetelkan tipe-tipe jodoh impian untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Al-Qur'an ditegaskan, yang baik untuk yang baik. Dan Allah enggak bilang yang cantik untuk yang ganteng, yang kaya untuk yang kaya, atau materi fisik lainnya. Cukup simpel. Bagi yang sudah dapat, bisa menilai seberapa baik diri sendiri lewat jodohnya. Kalau merasa pasangan kita kurang baik? Seperti itulah kita."

Oh, well, Rasi merasa dirinya sudah mengalahkan kejeniusan Albert Einstein karena pembahasan tadi sangat membekas di otaknya.

Agenda selanjutnya adalah opsih, operasi bersih-bersih. Baru saja terpikirkan di benak Rasi, ternyata Dirga sudah bersiap memeras kain pel di tangga toilet masjid. Di hadapannya adalah Diba dengan ember penuh air, terlihat tak enak melihat Dirga yang membantunya.

Sambil bergelantungan di tiang dekat aula, Rasi berdeham keras-keras. "Oi, kata Bang Ufi, yang merasa berkelamin jantan, opsihnya di kuburan atas!"

Beberapa detik berikutnya, Dirga sudah menghadap Rasi dengan tatapan tajamnya. "Ah elah, Si! Apa-apaan, deh? Ganggu orang uwu-uwuan aja. Kita lagi simulasi sebagai pasangan di rumah tangga yang harmonis, tahu!" jerit Dirga, tak terima.

"Rumah tangga apanya? Rumah duka yang ada!" Rasi teringat sesuatu. Nadanya berubah lebih serius. Rasi menepuk-nepuk pundak Dirga, tidak santai. "Oh, Dir. Sebagai sahabat kecilmu yang terlampau baik hati dan tidak sombong, aku hanya ingin memperingatkanmu, Bung. Kau tahu? Ekspektasi itu memabukkan. Janganlah terlalu berharap pada sesuatu yang kau tahu bahwa hakikatnya memang mustahil untuk kau raih."

Ikut terbawa sentimen melankolis, Dirga berlagak menyedot ingus di hidungnya. "Oh ... terima kasih banyak, Kawan. Aku tersanjung mendengar perhatianmu. Lantas bagaimana?"

"Oh, Bung! Tentu saja, tentu. Saranku, hentikan saja perjuanganmu." Dan mulailah berbalik untuk melihatku di sini, tambah Rasi dalam hati. "Sadari sejak dini, Bung. Kau terlalu astagfirullah untuk dia yang subhanallah."

"Tutut Kentut!" sembur Dirga, dengan sumpah serapahnya yang estetik. "Apa-apaan maksudmu, teRASI?"

"Cepatlah menyerah, putus harapan, lalu matilah, dirKAMPRET!"

•   •   •

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top