Kartu Undangan Bertinta Emas
Annora mungkin tidak bisa mengontrol ekspresi wajahnya saat itu. Ia merasa geli dengan tawaran tersebut lalu menghela napasnya keras-keras, meski pada akhirnya ia tetap memaksakan diri untuk menaikkan kedua sudut bibirnya canggung.
Kini Annora paham sepenuhnya mengapa ketiga temannya itu mulai tertawa cekikikan dan berkata bahwa ia akan mendapatkan kejutan yang seharusnya. Harusnya Annora sadar, para sahabatnya itu tidak mungkin akan memberikannya kejutan berupa hadiah yang membuatnya senang saja.
Kejutan yang mereka berikan, harus benar-benar membuat dirinya terkejut dengan berbagai macam perasaan. Termasuk yang membuatnya sedikit kesal dan malu. Seperti yang saat ini terjadi.
Ia mulai berdansa sambil tersenyum kikuk dan tidak ikhlas. Bagaimanapun juga, anak laki-laki yang ada di hadapannya ini pernah digosipkan menyukainya. Sebenarnya gadis itu sama sekali tidak peduli dengan deretan para lelaki yang digosipkan menaksir dirinya itu.
Bukan karena apa-apa, tapi mungkin karena standar cowok yang disukainya setara dengan pangeran di negeri dongeng yang selalu ia baca.
Sehingga, menolak pernyataan cinta monyet banyak cowok yang menaksirnya selama ia menempuh pendidikan di akademi adalah hal yang cukup lumrah bagi Annora.
Hanya saja, rasanya salah kalau ia berlagak seakan memberikan para cowok itu kesempatan untuk mendekatinya alih-alih mengusir mereka jauh-jauh, karena Annora sama sekali tidak tertarik dengan mereka.
Mereka berputar dan mengetukkan kaki mengikuti ritme alunan musik. Samuel, anak laki-laki dari tingkat dua itu sempat mengajaknya mengobrol sambil berdansa. Annora hanya merespon apa adanya dan dalam hati mulai bertanya-tanya. Kapan pesta ulang tahunnya itu selesai?
"Kau pandai berdansa dan tampak sangat cantik malam ini, Annora."
Kira-kira, seperti itulah kalimat pujian yang Annora terima dari beberapa orang yang menjadi pasangan berdansanya.
Sambil menahan diri untuk tidak memutar bola matanya jengah dan menyemburkan kata-kata yang mengerikan, Annora akhirnya mampu menggumamkan kata terima kasih dan tersenyum paksa.
Dan kurang lebih seperti itulah yang terjadi, sampai acara dansa berakhir. Annora menghela napasnya keras-keras sambil menepikan dirinya keluar dari kerumunan. Setelahnya, pesta ulang tahunnya itu ditutup dengan pembacaan undian dan ucapan salam perpisahan. Gadis itu menghela napas lega, meskipun sembilan puluh persen dirinya yang lain merasa sangat kecewa.
Ketika pesta ulang tahunnya benar-benar berakhir, hal yang diharapkan oleh Annora tidak terjadi. Gadis itu bahkan pergi keluar dan menatap langit malam itu yang bertabur bintang. Masih setengah berharap, kalau-kalau ada keajaiban yang datang malam itu untuk membawanya berpetualang ke Neverland.
Dan harapannya itu pupus seketika.
Pestanya sudah usai dan tidak ada lagi yang berada di sana kecuali keluarganya yang kini menyuruhnya untuk segera bergabung dan pulang.
Annora mendesah kecewa. Memang sudah sepantasnya, ia membuang rasa percayanya pada dongeng yang digemarinya itu.
.
.
.
Malam itu, sesudah menghapus seluruh riasan dan pergi untuk membersihkan diri, Annora bolak-balik membawa seluruh bingkisan kadonya ke dalam kamarnya. Ia sangat bersemangat melihat tumpukan kado yang mungkin kini sudah memenuhi hampir seperempat kamarnya.
Lupakan tentang perasaan kecewanya tentang pesta ulang tahunnya yang tidak sesuai ekspektasinya itu. Ia bahkan tanpa repot-repot melupakan kejadian memalukannya yang berdansa dengan beberapa cowok yang memungkinkan dirinya untuk masuk dalam berita terpanas akademinya esok hari itu. Juga perasaan kecewanya terhadap hal ajaib yang ia harapkan terjadi di pesta ulang tahunnya.
Hadiah yang ia terima saat itu, jauh lebih banyak dari ulang tahunnya yang sebelumnya. Maka dengan tidak sabar, ia membuka satu persatu bingkisan dari paling ujung, membaca sekilas kartu ucapan ulang tahunnya dan mulai bersorak gembira.
Ia merasa puas ketika hadiah-hadiah yang diberikan padanya itu memenuhi standar barang-barang yang disukainya. Ada yang memberi aksesoris rambut, gaun dan pernak-perniknya, sepatu, gelang dan kalung, bahkan lukisan.
Saat melihat kotak besar di ujung ruangan, Annora jadi teringat dengan bingkisan Alana yang tadi belum ia buka. Juga surat dari papanya yang belum sempat ia baca. Akhirnya, dengan rasa penasaran, Annora membuka bingkisan kado pemberian dari kakaknya itu.
Matanya mengerjap beberapa kali saat melihatnya. Isi bingkisan itu adalah satu set alat tulis yang berisi pena, tinta, dan kertasnya. Itu adalah salah satu set alat tulis mahal yang dikeluarkan oleh merek ternama. Annora benar-benar terharu.
Dari mana kakaknya yang selalu menceramahinya itu tahu kalau ia mengidam-idamkan satu set alat tulis yang mahal itu?
Kemudian, Annora beralih pada surat yang dikirim oleh Papanya itu. Ia membukanya dengan tidak sabaran, kemudian membacanya dengan suara pelan yang bergetar saking semangatnya.
Isi surat itu kurang lebih membicarakan tentang apa yang sedang ayahnya lakukan di luar negeri dan mengatakan bahwa beliau akan pulang sekitar liburan akhir musim nanti.
Dalam surat itu sang Papa juga menanyakan perihal kabarnya dan seperti apa perkembangan pendidikannya di akademi. Annora menjeda sebentar lantas tersenyum. Kalau sudah begini, itu artinya ia harus memberi surat balasan untuk papanya.
Kalau begitu, Annora akan menulis balasan suratnya malam ini juga, menggunakan set alat tulis baru yang dihadiahkan oleh Alana.
Kemudian gadis itu melanjutkan sesi membaca suratnya. Ia telah sampai pada bagian terakhir, yang ternyata berisi ucapan selamat ulang tahun dan beberapa baris kalimat berisi harapan serta doa untuk anak bungsunya yang akan bertambah usia menjadi dua belas tahun itu.
Sambil melipat kembali suratnya dengan hati-hati, Annora melirik jam dindingnya dan baru menyadari kalau jam sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam.
Pada saat itulah, Annora buru-buru membuka bingkisan terakhir hadiahnya sebelum keasyikan menulis surat balasan. Bingkisan kado terakhir itu adalah bingkisan dari ketiga teman baiknya. Ia tersenyum dan berseru heboh kala sebuah boneka kucing berwarna hitam yang tingginya hampir setengah badannya itu muncul.
Mirip sekali dengan Mary!
Gadis itu sangat tidak sabar untuk menunjukkan boneka pemberian sahabatnya itu kepada Mary, kucing hitam kesayangannya yang rutin ia temui selama dua pekan ini. Gadis itu menunggu kehadirannya. Sejak Mary datang mengetuk jendelanya pekan lalu, kucingnya itu tidak pernah absen melakukan hal yang sama.
Namun, malam itu entah kenapa bukan Mary yang mengetuk jendela.
Sebuah kertas agak besar yang tertiup angin dan mengetuk kaca jendelanya. Sambil terheran-heran, Annora membuka jendelanya dan meraih kertas tersebut.
Telah diundang,
Nona Annora Beatrice Amblecrown untuk menjadi siswa dari akademi sihir
tertanda, Ms. Juliet Anderson
Belum sempat Annora memberi tanggapan terhadap kartu undangan yang mirip dengan kartu undangan pernikahan itu, tulisan-tulisan dari tinta emas itu terbang dan menyelimuti dirinya.
Gadis itu memekik saat tubuhnya mulai menjauhi lantai yang dipijaknya, melupakan gaya gravitasi yang masih berlaku di sana.
"Tolong!" jeritnya panik.
Kini, tubuhnya sudah melayang sendiri ke arah jendela kamarnya.
"Mama tolong, aku terbang!"
.
.
.
Tbc
************************************
Published : 11 Juli 2022
Jumlah kata : 1040 kata
A/N :
TOLONGG aku takut masuk bottom 5 hiks AAAAAA
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top