Hukuman Kedua

Henry masih berdiri tak bergeming. Namun sejurus kemudian cowok itu tersadar dan menghampiri kedua temannya. 

"Woah, bagaimana caramu melakukannya?!" seru Annora tak percaya sekaligus terharu. Sihir yang baru saja dilemparkan Henry, bukanlah sihir yang mudah untuk dilakukan. Apalagi bidikannya bisa tepat. Kalau terlambat sedikit saja, mungkin kini Annora dan Gwen sudah terkoyak habis oleh makhluk itu.

Teman baiknya itu akhirnya kini bisa mengendalikan sihirnya dan menyelamatkan nyawa mereka bertiga. Sejenak ia merasa malu. Karena yang seharusnya bertanggung jawab untuk menjaga mereka dengan kemampuan sihirnya adalah dirinya. Namun yang Annora lakukan hanyalah berteriak panik sambil merapal mantra yang salah.

Henry tak terlalu mengindahkan kalimat spontan yang diucapkan Annora barusan. Ia berjalan mendekat dan dengan wajah serius menanyakan keadaan kedua temannya itu. Wajahnya pucat dan segera membantu Annora dan Gwen untuk berdiri dan menuntun mereka ke arah pagar akademi. 

Mereka bertiga bergantian memanjat dalam diam. Keringat dingin menetes, namun bukan hukumanlah yang mereka takutkan saat ini. Nyawa mereka hampir saja hilang dan peristiwa barusan itu akan menjadi salah satu peristiwa yang sulit untuk dilupakan.

Bahkan, mereka dengan pasrah apabila Ms. Juliet Anderson telah menunggu kehadiran mereka. Sambil berpegangan tangan, mereka berjalan seperti hendak menyerahkan diri kepada kepala akademi untuk dihukum segera.

Dan benar saja, sesampainya mereka di sana, Ms. Juliet Anderson telah menunggu kedatangan mereka di taman belakang.

"Kalian bertiga, bisakah kalian menjelaskan hal ini? Terutama kau, Annora Beatrice Amblecrown."

.

.

.

Annora tidak percaya, kalau ia mendapat hukuman keduanya saat belum genap seminggu berada di akademi sihir. Tetapi memang karena salahnya dan itu sudah menjadi resiko yang harus diterimanya, ia tidak bisa memprotes lagi. Yang kali ini, mutlak kesalahan mereka bertiga dan sudah tidak bisa ditoleransi lagi.

Mereka akan diawasi selama seminggu ke depan, apapun aktivitasnya hingga dirasa mereka sudah cukup jera untuk tidak melanggar peraturan lagi. Selain itu, hukuman utama mereka adalah membantu kepala perpustakaan untuk mengerjakan sebagian pekerjaan beliau di sana. Mereka mendata buku yang dipinjam dan dikembalikan hari itu, membersihkan rak buku, menata ulang buku-buku yang habis dipinjam, serta membereskan kelas-kelas sihir sehabis dipakai, tanpa bantuan sihir.

"Ya Tuhan, aku lelah!" keluh Annora.

Gadis itu kini meletakkan kedua tangannya di atas lutut sambil mengatur napasnya. 

"Padahal yang kau kerjakan hanya segini," celetuk Henry sambil memeragakan tangannya seperti sedang mencubit sesuatu yang amat kecil.

Annora mendelik. "Kau bahkan hanya mondar-mandir menebar debu!" seru gadis itu tak mau kalah.

Pertengkaran kecil antara keduanya pun segera terjadi. Bahkan kini keduanya saling melempar sihir api dan tanah, mengabaikan salah satu syarat menjalankan hukuman--dilarang menggunakan kekuatan sihir. 

Sebuah bola api meluncur nyaris membakar ujung rambut peraknya, kalau gadis itu tak sigap menciptakan sebuah pelindung dari tanah yang membentengi tubuhnya.

"Menurutmu, sihir apimu itu keren?"

Henry tampak tidak terima. "Kalau aku tidak ada kemarin, kau sudah hangus menjadi abu." Anak laki-laki itu sudah mengacungkan tongkat sihirnya kembali, hendak melepas serangan lainnya.

"Sombong! Kalaupun kau tidak ada di sana--AAAA"

Gwen terpaksa menerbangkan keduanya agar berhenti bertengkar dan berhenti menyerang satu sama lain.

"Kalian ini..."

"Kita sedang dihukum, kalau terus melanggar dan melakukan hal di luar peraturan yang sudah ditetapkan hukuman kita akan ditambah," ujar Gwen kesal.

Baik Annora maupun Henry sama-sama terdiam. Sehabis merasakan sensasi terbang sesaat dan mundur beberapa langkah dari posisi semula, keduanya akhirnya sadar kalau hukuman mereka sehabis ini akan bertambah.

Bagaimanapun, selama mereka menjalankan hukuman, ada sebuah gelembung air yang mengawasi mereka. Mengirim rekaman apa saja yang mereka lakukan pada kepala akademi.

Annora menghela napasnya keras-keras. Gadis itu menggigit bibirnya resah. Bisa-bisanya ia terbawa emosi sampai mengeluarkan sihirnya.

"Yah... habislah kita."

.

.

.

Malam harinya, Annora menyempatkan diri untuk mencatat beberapa poin mengenai kasus hilangnya tuan Putri dan Pangeran, sesuai dengan informasi yang mereka dapatkan tempo hari. Gadis itu mengetuk-ngetukkan penanya di sudut bibir, berpikir apakah ada hal lain yang terlewatkan olehnya.

Pikirannya kini penuh dengan fakta bahwa pangeran masih berada dalam kandungan ketika putri menghilang. Kalau semisal mereka diculik, kenapa pula penjahat itu melakukan penculikan kedua dalam jarak waktu yang cukup jauh?

Empat belas tahun putri telah menghilang sementara dua tahun pangeran telah menghilang. Jarak penculikan apabila dihitung berjarak selama dua belas tahun. Siapa pula yang hendak menculik anggota kerajaan dalam waktu yang selama itu? Putri hilang di umurnya yang kesepuluh. Kemudian penculik mengamati selama belasan tahun sebelum akhirnya menculik seorang pangeran di umurnya yang kedua belas? 

Tidakkah ada sesuatu yang aneh?

Apa penculik itu memiliki obsesi terhadap anggota kerajaan dan menculiknya di umur tertentu?

"Aku tidak paham," gumamnya sambil mencebikkan bibirnya. Gadis itu bergulingan di kasur, uring-uringan.

Sejurus kemudian, Annora turun dari tempat tidur dan menutup buku catatannya.

Biarlah nanti ia akan mengumpulkan petunjuk yang lain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya, begitu pikirnya.

Akhirnya, gadis itu beralih mengambil buku pedoman sihir tingkat dua untuk menghapalkan beberapa mantra dan membaca berapa teknik sihir yang menarik perhatiannya.

Ia membuka pertengahan buku, kemudian mulai membaca teknik tingkat menengah yang 'katanya' cukup sulit untuk dipelajari oleh seorang pemula.

Setelah memilah-milah, pandangan matanya terjatuh pada sebuah teknik menciptakan sebuah pijakan-pijakan tanah yang dapat bergerak sesuai keinginannya. Ibaratnya, seperti sedang berseluncur di udara menggunakan pijakan yang terbuat dari tanah.

Wah, teknik yang sungguh berguna! Batinnya.

Annora kini mulai membayangkan dirinya yang dapat melayang tinggi menggunakan pijakan tersebut untuk menyelinap keluar akademi lewat pagar belakang, tanpa harus repot-repot meloncat atau bersentuhan dengan ilalang yang menganggu.

Dengan semangat, gadis itu beralih menghapalkan sebaris mantra lalu mulai mengikuti petunjuk penggunaannya.

Lengan dengan tongkat sihir di tangannya harus terjulur lurus ke depan, kemudian di arahkan ke bawah dan digoyangkan seperti sedang membentuk sebuah spiral.

Kemudian ujung tongkat diarahkan ke atas, bersamaan dengan kalimat terakhir mantranya.

Setelahnya, isi pikirannya haruslah dapat membayangkan ke mana tanah yang akan dipijaknya itu akan bergerak. Kalau tidak, semuanya akan kembali lenyap dan ia harus mengulang prosedurnya dari awal.

Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Annora merasa kalau prosedur tersebut cukup ribet untuk dilakukan, meski dalam hati dirinya terus melontarkan mantranya berulang-ulang.

Gerakan tangannya kadang kurang sesuai dengan apa yang diucapkan, sehingga apa yang gadis itu harapkan tidak kunjung terjadi.

Annora menghentakkan kakinya berulang kali karena jengkel.

Belum lagi suara ketukan di pintu kamarnya yang mendadak membuat konsentrasinya buyar.

Dengan malas, ia melangkah ke arah pintu dan membukanya. Gadis itu bahkan sudah siap menyemburkan beberapa omelan pada orang yang dengan kurang kerjaannya memgunjungi kamarnya saat jam sudah menunjukkan pukul 12 malam.

"Siapa?"

Kala itu, Annora tidak pernah mengira kalau sosok tersebut yang menyambut dirinya seusai membuka pintu kamar.

.
.
.

Tbc

************************************
Published : 25 Juli 2022

Jumlah kata : 1064 kata

A/N

Yah... akhirnya berhasil menyentuh angka 15k, meskipun Rina gatau apa posisi ini masih aman atau tidak.

Tapi ya bolehlah~ At least sudah bisa agak lega.

Haopy reading and see u!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top