Hukuman dan Kelas Praktik Sihir
Annora sungguh tak mengerti mengapa peraturan akademi sihirnya itu begitu ketat, melebihi akademi di dimensi asalnya.
Gadis perak itu tak berhenti mengeluh. Tadinya ia sangat bersemangat, karena bisa berada di dunia sihir yang memenuhi angan-angan masa kecilnya. Tetapi sekarang tidak lagi. Hari pertamanya berada di sana, ia malah diberi hukuman hanya karena terlambat dua detik.
Bayangkan, hanya dua detik!
"Apa ada yang bisa kubantu, tuan putri?"
Seperti biasa, Henry muncul secara mendadak seperti hantu yang bisa dengan cepat berpindah tempat.
"Berhenti mengangguku, Henry. Aku sudah lelah."
Annora tidak berbohong. Gadis itu rasanya telah kehilangan energinya untuk berdebat dengan bocah laki-laki itu.
"Terserah. Padahal aku tulus ingin membantu," ucapnya lagi, kemudian berjongkok di sebelah Annora seraya membantu gadis itu mengambil beberapa dedaunan kering di taman belakang akademi dan memasukkannya ke dalam kantong sampah.
"Yang benar saja," ujar Annora sambil mendelik.
"Bagaimana kalau petugas kebersihan yang bertanggung jawab untuk mengawasiku melihatmu?" bisiknya sambil memberi gestur mengusir.
Lalu dengan sedikit panik ia mencari keberadaan petugas kebersihan taman akademi yang kini masih sibuk menghabiskan secangkir kopinya sambil membaca surat berita di kursi dekat pintu.
"Tak masalah. Lagipula petugas itu tidak akan melihat."
Annora kehabisan kata-kata. Ia akhirnya membiarkan Henry membantunya untuk menyelesaikan hukumannya dalam diam. Buat apa juga ia peduli. Toh kalau si keras kepala itu dihukum, itu sama sekali bukan urusannya.
Sekitar pukul sembilan malam, mereka berhasil menyelesaikan hukuman. Hukuman itu sebenarnya tidak terlalu berat. Entah apa faedahnya juga, karena Annora hanya disuruh mengumpulkan dedaunan yang berserakan di taman belakang akademi sebanyak dua kantong sampah penuh tanpa boleh menggunakan bantuan apapun, termasuk kemampuan sihir dan bantuan dari anak lain.
Hanya saja, ia tetap dibantu oleh temannya yang keras kepala itu. Meski pada akhirnya mereka sama sekali tidak ketahuan.
"Benar 'kan? Petugas itu tidak terlalu peduli untuk mengawasi siswa yang sudah mendapatkan hukuman di hari pertamanya."
"Ya, terserahmu saja," respon Annora malas. Gadis itu menggeret dua kantong sampah daun kering dan menyetorkannya pada petugas kebersihan tersebut.
Bapak petugas kebersihan itu membenarkan posisi duduknya kemudian dengan mudahnya memeriksa isi dua kantong sampah berisi dedaunan kering menggunakan sihirnya. Dedaunan kering itu menari-nari di udara sesaat, kemudian ia masukkan kembali ke dalam kantong sampah dan mengikatnya tanpa sentuhan sama sekali.
Annora dan Henry tak dapat menahan rasa takjubnya saat melihat pertunjukan kecil itu.
"Baiklah, kau sudah lulus. Tapi tunggu... kau tadi tidak dibantu 'kan?" tanya petugas itu sambil memandang curiga ke arah Henry.
Annora menggeleng cepat. "Tidak, pak. Baru saja saya tidak sengaja bertemu dengannya. Lalu sepertinya teman saya ini penasaran dengan kemampuan sihir yang bapak lakukan barusan, sehingga ia terus mengikuti saya," jawabnya sambil menyikut lengan Henry yang saat ini memamerkan senyum lebarnya.
Bapak petugas kebersihan akademi tampak senang dengan pujian tersebut. Ia tertawa lumayan keras sambil memegangi kumisnya. "Wah itu sih tidak seberapa."
"Ada banyak kemampuan sihir yang bisa kalian pelajari lebih dari saya," tambahnya.
"Menurut saya, tadi itu sudah cukup keren. Bisakah bapak mengajari kami?" balas Annora, berusaha mengambil hati pak petugas itu.
Sementara itu Henry mati-matian menahan tawanya.
Wah, ia sama sekali tidak mengira kalau Annora sangat pandai mencari alasan, sekaligus mengambil hati seseorang seperti itu.
Lihatlah, wajah bapak petugas itu sekarang berubah seratus delapan puluh derajat menjadi lebih cerah dan berseri-seri akibat pujian yang diberikan Annora.
"Kau ini bisa saja. Besok-besok kalau kalian mau, mungkin saya bisa membantu sedikit mengajari kalian. Sudah sana, kalian cepat masuk. Hari sudah malam, jangan lakukan hal-hal yang melanggar peraturan lagi ya," pesannya sambil tertawa.
Annora dan Henry berterima kasih lalu bersorak senang. Lumayan juga, mereka bisa menghabiskan waktu paling tidak satu jam setiap malamnya untuk belajar teknik sihir, meskipun hanya dengan seorang petugas kebersihan.
"Terima kasih, pak!" Teriak Annora sambil mengacungkan jempolnya.
Detik berikutnya, Annora dan Henry berlomba-lomba untuk masuk dan berlari menuju asrama mereka. Di sepanjang perjalanan, mereka tetap tidak berhenti untuk berdebat mengenai elemen sihir yang dimiliki oleh petugas kebersihan yang baru saja melakukan unjuk bakat itu.
Perdebatan mereka berakhir saat kedua kaki mereka berhenti di depan pintu gedung asrama. Mereka segera berpisah dan masuk ke dalam kamar mereka masing-masing. Gadis itu kemudian segera membersihkan diri lalu dengan tidak sabar masuk ke dalam selimut ranjangnya seraya membaca buku tentang ilmu dasar menggunakan sihir.
Besok adalah kelas praktik sihir yang pertama. Annora sangat berambisi untuk menarik perhatian seisi kelas untuk menjadi siswi pertama yang bisa serta unggul dalam mengendalikan sihir. Setidaknya, untuk menebus rasa malunya yang telah dihukum di hari pertamanya berada di dunia sihir.
.
.
.
Usaha dirinya yang belajar semalaman itu membuahkan hasil. Kini, Annora bisa memamerkan senyum puas dan bangganya di depan lapangan, karena ucapannya semalam benar-benar terjadi.
Ia, menjadi siswi pertama di angkatan mereka yang dapat mengeluarkan sihir elemen dasarnya dengan media tongkat sihir. Tak hanya itu, seisi kelas tak terkecuali Mr. David pun dibuat terkesima dengan beberapa pertunjukan sihir teknik dasar yang gadis itu tunjukkan.
Annora mengambil segundukan tanah menggunakan tongkat sihirnya, kemudian mengubahnya menjadi bentuk seperti anjing dan merapal mantra untuk menghidupkannya. Seketika itu pula, hewan dari tanah itu mengonggong-gonggong dan menuruti apa yang gadis itu katakan, selayaknya seekor anjing sungguhan.
Tepuk tangan bergemuruh dan saat itu juga ia menjadi anak yang paling dibicarakan oleh satu angkatan di akademi sihirnya, menutupi impresi buruk terhadap dirinya yang telah mendapatkan hukuman di hari pertama.
"Tadi itu sungguh luar biasa, Annora!" puji Gwen dengan mata berbinar.
Saat ini, mereka sedang berjalan menyusuri koridor menuju taman belakang sekolah.
"Sudah kubilang, kau akan lebih unggul dariku di kelas sihir. Jadi, aku menang taruhan, kan?"
Gwen refleks menoleh pada Henry yang berjalan di sebelahnya. "Taruhan? Apa yang kalian taruhkan?"
Annora menepuk dahinya pelan. "Gwen, tolong abaikan saja makhluk yang berjalan di sampingmu itu."
Henry yang merasa tidak terima lalu memprotes. "Tidak bisa begitu. Aku yang menang, jadi kau harus mengabulkan satu permintaanku."
Dengan sedikit jengkel, Annora melipat kedua tangannya di depan dada. "Baiklah, kalau begitu apa yang harus aku lakukan?"
Cowok itu menyeringai puas. "Tiga hari lagi, aku ada rencana untuk menyelinap keluar akademi dan mengumpulkan informasi tentang kasus Tuan putri dan pangeran yang menghilang."
Annora mengernyit heran. "Lalu?"
"Aku mau kau menemaniku menyelinap. Nah, kebetulan sekali kau sudah handal mengendalikan sihir. Seharusnya kau bisa membantuku untuk tidak ketahuan saat menyelinap. Itu saja sih permintaanku. Dan kalau Gwen mau ikut, kita bisa pergi bertiga."
Saat namanya disebut, Gwen langsung menyetujui. Meski dalam hatinya ia takut, tetapi gadis itu ingin mencoba untuk keluar dari zona nyamannya.
Lagipula tujuan menyelinap yang disebutkan Henry cukup membuat dirinya tertarik. Kali saja informasi yang bisa didapatkan dari masyarakat bisa lebih valid dan menjanjikan dari buku-buku atau surat berita lama yang tersimpan dalam perpustakaan.
Sementara itu kedua mata biru Annora terbelalak hingga tampak seperti akan keluar dari tempatnya.
"Kalian berdua ini, sudah gila ya?!"
.
.
.
Tbc
************************************
Published : 19 Juli 2022
Jumlah kata : 1114 kata
A/N :
Kurang sekitar 4 ribu kata lagi untuk menyentuh angka 15k atau zona aman.
Semoga cerita ini ga makin gaje dan terima kasih buat yang masih menyempatkan diri untuk membaca sampai sini!~
See u~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top