Bagian 28
5 bulan berlalu...
Tibalah saatnya ujian Semester Ganjil. Hari Rabu ini, adalah hari ketiga pelaksanaan ujian di jam terakhir. Jadwal mata pelajaran mereka kali ini adalah Kimia. Selembar kertas buram dibagikan pada seluruh siswa, guna memecah soal sulit berangka.
Ujian dilaksanakan di ruang komputer. Bisik-bisik halus terdengar nyaring di ruangan tertutup ini. Tidak peduli dengan tatapan Ibu Pengawas yang menatap tajam di meja depan, mereka tetap melancarkan aksinya.
"Woi-woi! Lo punya soal kek gini gak?"
"Buset! Angkanya pake diubah segala!"
"Jangan di scroll dulu! Jawabannya gak keliatan elah!"
Tempat duduk mereka disesuaikan dengan urutan absensi. Masing-masing meja terdiri dari dua komputer. Mereka duduk berdampingan layaknya belajar seperti di kelas. Meskipun begitu, tetap saja proses menyontek masih berjalan sulit.
Setiap soal dibuat acak. Sedikit sekali kemungkinan akan bertemu dengan soal yang sama di nomor yang sama pula dengan teman sebangku. Dan jikapun sama, maka angkanya pasti berbeda.
Ya ... begitulah nasib bagi orang-orang yang kurang beruntung.
Diga yang duduk berdampingan dengan saudara kembarnya, merasa beruntung. Manik matanya melirik soal yang dibuka oleh gadis itu. Selagi Dinda mencari jawaban di kertas buram, Diga sudah stand by dengan soal yang sama dengan gadis itu. Setiap kali Dinda meng-klik mousenya, guna menjawab soal, Diga juga melakukan hal yang sama. Tidak peduli apakah angka di soal mereka berbeda. Yang penting, soal ujiannya sudah terisi semua.
Sementara di meja urutan belakang, Timmy juga beruntung karena bisa duduk semeja dengan sepupunya, Sean. Gadis itu tidak perlu repot-repot seperti Diga. Hampir seluruh jawaban ujiannya dikerjakan oleh Sean. Mulai dari memecah soal, hingga meng-klik jawaban menggunakan mouse, semua dilakukan oleh Sean, tanpa pamrih.
Yang Timmy lakukan, hanyalah mengetik username beserta password di awal ujian. Ya! Hanya itu saja.
Dan sekarang, gadis itu sedang sibuk melipat kertas buramnya. Kertas itu tampak bersih. Belum ternodai oleh tinta pulpen, karena Timmy memang tidak membawa alat tulis apapun ke ruangan ini.
Mulai dari pesawat kertas, kapal kertas, serta burung kertas. Semuanya dapat dibentuk oleh Timmy dengan menggunakan selembar kertas saja. Dan, tentu saja dengan ukuran yang kecil pula.
Di sela-sela kegiatan unfaedahnya, Timmy merasa cacing di perutnya memberontak. Gadis itu menatap jam digital di sudut komputernya. Tersisa waktu setengah jam lagi. Tidak ada sesuatu yang bisa dimakan di ruangan ini.
Manik matanya kini beralih pada sisa potongan kertas buramnya tadi. Gadis itu jadi punya ide! Ia lantas menoleh ke kanan-kiri, memastikan apakah ada yang melihatnya atau tidak. Setelah memastikan keadaan aman, Timmy meraih potongan kertas itu, lantas meremuknya.
Tepat ketika Timmy hendak memasukkan remukan kertas itu ke mulutnya, seseorang lebih dulu menahan tangannya. Timmy kesal, namun setelah tahu siapa pelakunya, ia hanya bisa cengengesan.
Sean mengambil alih remukan kertas itu dari tangan Timmy. Terkadang, sepupunya ini bisa bertingkah melampaui batas manusia normal.
***
Bel pulang sekolah berbunyi. Seluruh kelas sepuluh berbondong-bondong keluar pagar. Sementara kelas sebelas dan dua belas, sudah pulang lebih dulu dari tadi. Ruang komputer mereka dibagi menjadi dua bagian, oleh sebab itu, pelaksanaan ujian juga dilaksanakan bergantian. Dimulai dari kelas dua belas sejak pagi tadi.
Timmy mencomot sebuah chiki dengan khusyuk. Mereka baru saja pulang dari kantin. Semenjak pelaksanaan ujian beberapa hari belakangan, Timmy jadi mendadak sering lapar. Tenaganya seperti terkuras habis, karena tidak melakukan apa-apa. Biasanya, saat jam pelajaran, gadis itu akan sibuk bercerita atau bermain dengan teman-temannya, hingga ia kerap lupa dengan rasa lapar.
Timmy makan sambil berjalan. Jangan katakan dia anak setan. Meskipun sebenarnya, hal itu adalah fakta.
Setibanya di parkiran, Dinda sudah menunggu di samping motor Diga. Semenjak perdebatan di acara ulang tahun mereka 5 bulan yang lalu, keduanya jadi sedikit akrab. Dinda yang biasanya lebih memilih untuk pulang-pergi menggunakan ojek online, kini beralih untuk nebeng bersama kembarannya.
"Loh, Sean. Diga mana?" tanya gadis itu.
"Masih di dalem."
"Duh, lama banget. Dia ngapain sih?!"
Sean tidak menggubris. Lelaki itu memilih untuk mengurus motornya. Dinda yang merasa tak diacuhkan pun mendengkus kesal. Semenjak lima bulan terakhir pula, Sean tidak lagi bersikap hangat padanya.
"Sabar ya, Dinda. Si Dua paling lagi sibuk ngurusin lomba ekskulnya," sahut Timmy. Namun, Dinda malah memutar bola matanya jengah.
Sean mulai menghidupkan mesin motornya, namun Dinda kembali bersuara, "Sean, jangan pulang dulu dong. Masa gue nunggu Diga sendirian?"
"Sorry, Din. Gue mesti pulang secepatnya. Kasian Timmy, dia lagi laper."
***
Tak lama lagi, sekolah mereka akan mengadakan lomba futsal antar sekolah tetangga. Diga berlatih dengan sungguh-sungguh. Namun kini, harapannya pupus saat mendengar nama-nama yang berhasil lolos untuk ikut bertanding Minggu depan.
Tidak ada namanya.
Diga keluar dari ruang ekskul dengan hati yang kecewa. Seseorang tiba-tiba saja menabrak bahunya. Orang itu berjalan mendahuluinya. Diga tahu persis siapa orang itu.
Diga menarik ransel orang itu, lantas menghantam tubuhnya ke dinding. "MANA JANJI LO, BANGSAT?!"
Orang itu balas menarik lengan Diga dan membawanya ke belakang sekolah. Diga mengempas cengraman di tangannya dengan kasar.
"Gue udah lakuin apa yang lo suruh! Sekarang mana janji lo sialan!" bentak Diga.
Bugh!
Orang itu melayangkan bogem mentah pada wajah Diga. Diga meringis, namun dia tak akan menyerah. Melihat Diga yang tampak kesakitan, orang itu pun mencengkram kerah bajunya.
"Orang kayak lo mau gantiin posisi gue sebagai ketua futsal?" Lelaki itu berdecih. "Mana ada ketua futsal yang bego kayak lo!"
Diga melepas cengraman di kerahnya dengan kasar. Dia sudah dibohongi mentah-mentah oleh orang di depannya ini.
"Semua yang lo suruh, udah gue turutin! Sekarang gue tagih balasannya! Oke, kalau lo gak ikhlas ngasih jabatan ketua itu, gue gak masalah. Tapi kenapa lo gak rekomendasiin gue buat ikut turnamen itu, bajingan?!"
Bukannya menjawab, orang itu malah tertawa hambar. Diga semakin menggeram kesal dibuatnya.
"Gue sengaja gak rekomendasiin nama lo. Supaya apa? Supaya lo ngaca! Mestinya lo mikir! Lo itu bego! Dan jangan pernah ungkit masalah itu lagi. Semua yang lo lakuin, gak pernah beres!"
Bugh!
Diga tak tahan lagi melayangkan bogem mentah pada wajah orang itu. Ya, meskipun pukulannya tidak seberapa. "Munafik! Janji lo busuk bangsat!" Diga berteriak murka. "Lihat aja! Gue bakal bocorin rahasia lo!"
Orang itu malah menendang perut Diga cukup keras hingga ia terpental.
"Lo tau kan, siapa gue?" Orang itu merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan, lantas melangkah meninggalkan Diga.
Diga berteriak kesal, "SIALAN LO, ELGA!!!"
***
TBC!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top