Bagian 12

Paginya, Timmy sengaja berangkat lebih awal. Matanya sembab. Perutnya lapar, karena semalam dia mengurung diri di kamar, menangisi kepergian barang-barang kesayangannya sepuasnya. Dan tidur di pukul tiga pagi.

Gadis itu membuka garasi. Lantas mengambil sepeda listriknya. Timmy akan pergi ke sekolah tanpa izin pamit dari kedua orang tuanya. Seharusnya dia diantar oleh Vano, namun tidak. Dia sedang dalam mode ngambek. Persetan pula dengan Sean dan Diga. Timmy akan berangkat sekolah sendirian. Untuk resiko besar yang akan diterimanya nanti di jalan raya, dia pasrah.

Sepuluh menit berlalu. Timmy akhirnya sampai dengan selamat di sekolah. Ia memarkirkan sepeda listriknya di tempat biasa. Dia berjalan gontai menuju kelas. Wajah cerianya hilang. Moodnya memburuk.

Tak sengaja ia menoleh ke samping. Tepatnya pada jendela kelas. Samar-samar, ia melihat pantulan dirinya.

Tunggu!

Timmy berhenti dan menatap pantulan dirinya lamat-lamat.

Sial!

Ia lupa melepas helm!

Karena terbiasa pulang-pergi menggunakan mobil, ia jadi lupa jika sedang menggunakan helm saat ini. Dengan gerakan lemas, ia melepas helmnya. Untung saja tidak ada orang yang melihatnya.

Timmy menggandeng helmnya, lantas berbalik menuju parkiran. Pikirannya kacau saat ini.

Setelah meletakkan helmnya di kaca spion bagian kanan, Timmy kini menatap pantulan wajahnya di spion kiri.

Wajahnya tampak buruk.

Timmy menelungkupkan kepalanya pada stang kendaraannya. Matanya mulai mengantuk. Namun perutnya lagi-lagi merasa lapar.

Gadis itu mendongak, lantas mengerjap beberapa kali. Kantin. Ya, dia harus ke sana sekarang.

Saat hendak bangkit, manik matanya menatap sesuatu yang tak asing di keranjang bagian depannya. Ia merasa seperti deja vu. Terlebih itu adalah sebuah gulungan kertas berpita merah.

Timmy mengurungkan niatnya untuk pergi ke kantin. Tangannya bergerak membuka gulungan kertas itu.

Dan benar saja. Dia pernah membaca kalimat di surat itu. Kalau tidak salah, itu adalah gulungan kertas kedua yang ia terima. Tapi, bukankah ia memberikannya pada Sean? Kenapa gulungan kertas itu bisa kembali lagi, di tempat yang sama pula.

***

Timmy berjalan menenteng satu cup pop mie di tangan kanan, dan teh hangat di tangan kirinya. Sebenarnya teh hangat itu tidak dijual di kantin. Namun, karena Timmy berhasil menarik simpati Ibu kantin sejak pertama kali menjejakkan kaki di sekolah itu, jadilah beliau sudi menjualkan teh hangat khusus untuk dirinya saja.

Di dalam cup makanannya juga terdapat dua gorengan. Semua itu sudah cukup untuk mengganjal rasa laparnya di pagi hari. Gadis itu berjalan menuju belakang sekolah. Ia tidak ingin makan di kantin. Ia hanya butuh suasana yang sepi.

Timmy mendaratkan bokongnya pada teras pembatas yang sedikit lebih tinggi dari tanah yang ia pijak.

Tangannya bergerak mengaduk mie yang masih mengeluarkan hawa panas. Cacing di perutnya sudah tidak sabar untuk mendapat jatah.

Setelah membaca do'a makan, Timmy mencomot satu gorengan. Lantas meminum teh hangatnya. Ia kembali memakan mie instannya.

Beban pikirannya kini bertambah. Terlepas dari pertengkarannya dengan Papinya, permasalahan gulungan kertas berpita merah itu kembali menghantuinya.

Timmy meletakkan makanannya, lantas merogoh sesuatu pada saku roknya. Tiga gulungan kertas berpita merah kini sudah ada di tangannya. Ia selalu menyimpan dua gulungan kertas lainnya di dalam tas. Dan tadi, Timmy membawa semuanya saat keluar dari kelas.

Perihal gulungan kertas yang ia temukan di keranjang kendaraannya tadi, mampu membuatnya penasaran. Kenapa benda itu bisa kembali lagi? Tapi, bagaimana bisa? Benda itu sudah ia berikan pada Sean beberapa minggu yang lalu. Gadis itu lantas kembali menyeruput teh hangatnya. Berpikir keras seperti ini mampu membuat tenggorokannya terasa kering.

Tugasnya yang pertama adalah mengungkap siapa Tanda Seru itu sebenarnya.

Oh, tidak! Bukan si Tanda Seru. Seharusnya dia mengungkap siapa Huruf dan Tanda Koma lebih dulu. Urusan si Tanda Seru, itu belakangan.

Jika dilihat-lihat dari makna tulisannya, si Tanda Seru ini sepertinya punya dendam terselubung. Kata-katanya yang terkesan memerintah dan to the point, mampu membuat otak Timmy harus bekerja ekstra.

Samar-samar, bunyi bel masuk terdengar olehnya. Timmy memasukkan kembali gulungan kertas itu ke dalam sakunya, lantas meminum teh hangatnya hingga kandas. Makanannya masih tersisa setengah. Terpaksa Timmy harus meninggalkan makanan itu, karena jam pertama kali ini adalah Kimia. Jangan sampai Pak Ali memberinya hukuman dan menyuruhnya untuk menghapal sesuatu hal yang berkaitan dengan pelajaran karena terlambat masuk kelas.

***

Lelaki berpakaian putih abu-abu, khas SMA Purnama, berjalan ke arah belakang sekolah. Timmy yang berada tak jauh darinya, merasa penasaran. Entahlah, aura lelaki itu seakan menarik perhatian Timmy untuk bergerak mengikutinya.

Lelaki itu memiliki postur tubuh tinggi. Dan jika dilihat-lihat dari belakang, sepertinya ia memiliki postur wajah yang rupawan. Mungkin...

Ah, lupakan itu!

Sekarang, lelaki itu berjalan menuju pohon besar. Timmy menghentikan langkahnya. Apa yang akan dilakukan lelaki itu?

Tunggu-tunggu!

Lelaki itu masuk ke sana. Bukan masuk ke pohonnya! Lelaki itu menyibak dedaunan beserta ranting, lantas masuk ke dalamnya. Timmy masih bergeming di tempatnya. Lelaki itu masuk ke sana, seolah pohon itu punya ruangan khusus.

Dengan segenap keberanian. Timmy ikut menyusulnya. Ia penasaran. Saat ini, ia sudah berada tepat di hadapan pohon rindang. Timmy bimbang. Dia tidak boleh ketahuan. Siapapun lelaki tadi, dia tetaplah orang asing.

Timmy menghela napas pelan. Tangannya bergerak ke depan. Hatinya mendadak was-was.

Pelan-pelan, Timmy menyibak dedaunan itu. Gerakannya pelan. Sangat pelan. Hingga kini, ia memiliki celah yang cukup untuk mengintip.

Matanya terbelalak. Benar dugaannya. Pohon rindang ini memiliki ruangan khusus. Bukan ruangan. Sepertinya beberapa ranting sengaja ditebang hingga membentuk sebuah kubah di dalamnya. Meski terkesan sempit, gelap dan dingin, tempat ini unik. Tak jauh dari tempatnya, terdapat sebuah kursi panjang. Dan seorang lelaki sedang tidur terlentang di sana.

Karena sibuk dengan pikirannya, Timmy bahkan tak sadar kedua mata lelaki itu kini terbuka.

Tepat saat Timmy kembali menatap lelaki itu, bola matanya terbelalak sempurna. Lelaki itu menatapnya! Mereka beradu pandang. Matilah! Timmy ketahuan!

"TIMMY ZAZASYA!"

Timmy tersentak. Gadis itu terjaga. Matanya masih terasa berat. Jadi, yang tadi hanyalah mimpi?

Gadis itu mengucek matanya. Ia tak sadar jika ketiduran disaat jam pelajaran berlangsung.

"TIMMY ZAZASYA! JAWAB PERTANYAAN SAYA!" Lagi-lagi Timmy tersentak. Itu suara Pak Ali. Matanya beralih menatap kursi guru di depan kelas. Jangankan Pak Ali, beberapa teman kelasnya juga ikut menatapnya saat ini.

Sialan!

Kenapa Sean dan Diga tidak membangunkannya!

"J-jawab apa, Pak?" tanyanya dengan suara sedikit serak.

"Sebutkan periode ke dua dari golongan 1A!" tegas Pak Ali.

Timmy menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Dia baru saja bangun tidur, dan bapak tua itu malah memberinya pertanyaan konyol.

"Silakan dijawab, Timmy Zazasya!" ulang Pak Ali.

"T-tanda seru, Pak."

Hening...

Seperkian detik kemudian, terdengar suara tawa dari beberapa murid. Mereka menganggap jawaban Timmy itu adalah lelucon yang disengaja. Timmy menggaruk tengkuknya lagi. Diam-diam dia merutuki mulutnya di dalam hati. Sialan sekali si Tanda Seru itu.

"DIAM!" Pak Ali berteriak murka. Dalam sekejap, kelas kembali hening.

"Timmy! Hapalkan tabel periodik dari golongan 1 sampai 3 A sekarang juga. Saya tunggu di jam istirahat!"

***

TBC!

Btw, surat kedua yang ditemukan lagi oleh Timmy itu sebelumnya ada di Part 5. Bagi yang lupa, silakan cek kembali.

See you next part ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top