Part 9 - Sweet moment
Aku tak akan kemana-mana.
--
"Makasih lo selalu ada buat gue dan Arkan sejak dulu."
Arya akhirnya memecahkan keheningan setelah cukup lama ia dan Anggi terdiam.
"Arkan orang yang baik, ya gue akui dia sedikit pecicilan. Tapi dibalik sifat tengil itu dia menyimpan rasa sayang yang besar untuk orang-orang di sekitarnya, terutama buat lo," lanjut Arya.
Mata Anggi membola. Ekspresi Anggi berubah syok, antara percaya atau tidak. Perkataan Arya terdengar seperti bualan bagi Anggi.
Arkan punya rasa sayang untuk Anggi? Cih, omong kosong.
"Lo nggak percaya sama gue?" tanya Arya.
Anggi mendengus. "Gue percaya. Gue udah kenal lo sama Arkan dari lama, jadi nggak mungkin gue nggak paham sikap kalian. Tentu saja Arkan sayang sama gue, eyang, bahkan sama lo."
"Bukan rasa seperti itu maksud gue," sanggah Arya.
"Ingat nggak waktu lo telat karena gue tinggal? Asal lo tau, diam-diam Arkan juga ngejemput lo. Gue liat dia berdiri di belakang pagar tembok luar. Motornya juga terparkir di pos satpam komplek," Arya tersenyum aneh mengingat kebodohan sepupunya.
"Nggak yakin gue," Anggi mengelak.
"Bukti terkuatnya dia juga telat hari itu," tambah Arya.
"Dan seingat gue, lo juga telat hari itu. Jangan-jangan lo juga ngikutin gue," debat Anggi.
Wajah Arya berubah kicep. "Ban mobil gue pecah. Nggak usah kepedean deh."
"Masa?"
"Serah deh!"
Anggi kembali menghela napas. "Tameng. Sikap tengil Arkan hanya dia jadikan tameng untuk menutupi kesedihan dalam hatinya. Dan lo bersikap dingin untuk menutupi luka hati lo. Semua hanya tameng. Kalian hebat dalam hal berpura-pura kuat," ujar Anggi.
Arya tersenyum miris. Luka di matanya terlihat nyata, dia tidak mampu menyembunyikan itu.
"Gue nggak sedang berpura-pura," bantah Arya.
"Bohong!" Anggi berujar tegas.
"Gue tau lo bohong. Lo itu lemah. Kesepian. Sok kuat. Padahal sebetulnya lo butuh teman untuk berbagi. Jadikan Arkan teman lo, Arya. Kalian bisa saling menyembuhkan luka dari masa lalu. Stop, bertengkar dengannya," kata Anggi dengan serius.
Ada di sisi pada hati Arya yang bergetar karena perkataan Anggi. Terasa sakit. Rangkaian kata saja tidak akan mampu untuk menggambarkan betapa Arya juga tersiksa dengan situasi saat ini.
Sebenarnya Arya sangat malas untuk membahas masa lalu. Luka hati Arya semakin dalam ketika lembaran tentang kematian orangtuanya dibuka. Ya benar, dia bersikap dingin terhadap semesta hanya untuk menutupi betapa lemah dia. Arya tidak ingin semua orang tau bahwa dia tidak setangguh yang terlihat diluar.
"Orangtua lo dan Arya pasti sedih di atas sana melihat hubungan kalian sekarang," Anggi menjeda kalimatnya menunggu respon cowok itu. Namun di menit pertama Arya tak kunjung berkata-kata.
"Maaf, kalau gue ngungkit masa lalu kalian. Lo pasti merasa nggak nyaman," sesal Anggi.
"Lo nggak perlu minta maaf karena lo nggak salah," Arya buka suara.
Kemudian hening sesat.
"Anggi?" panggil Arya lirih.
"Ya?"
"Makasih," kata Arya untuk kesekian kali.
Ia menatap dalam mata Anggi. Sejenak keduanya tenggelam dalam mata masing-masing, membuat jantung Anggi kembali berdetak tak karuan.
Anggi terpaku saat tangan Arya bergerak menuju puncak kepalanya. Cowok itu menepuk pelan kepala Anggi, kemudian tepukan itu berubah jadi elusan lembut dan ... penuh kasih.
Anggi tak dapat bergerak sedikitpun. Perlakuan Arya terlalu manis, terlalu sayang untuk dilewatkan. Anggi merasa seperti sedang bermain dalam drama Korea dengan adegan romantis. Andai waktu bisa dihentikan pada saat bahagia seperti sekarang, Anggi akan menghentikannya.
Oh tidak, Anggi merasa akan meleleh.
"Woi, ngapain lo berdua di sini?! Lagi mesum, ya?!" Terdengar teriak seseorang, dan diiringi dengan suara pintu UKS yang dibuka kasar.
Arya dan Anggi tersentak. Sontak saja semua hawa romantis yang ada hancur seketika.
"Sial," Arya mengumpat. Matanya melirik sinis pada sang perusak suasana, Arkan.
"Lo berdua lagi mojok, ya?!" Suara cempreng Arkan kembali mengudara.
Pipi Anggi memerah antara malu karena kepergok oleh Arkan atau marah karena ulah Arkan.
"Benar lo berdua lagi mesum. Gue aduin ke BK," ujar Arkan dengan mimik wajah ngeselin. Selanjutnya, cowok itu berlari dari sana menuju ruang BK.
"Arkaaan!" teriak Anggi tidak terima. Cowok itu selalu saja membuat Anggi naik darah.
"Itu yang lo bilang sayang sama gue?" tanya Anggi pada Arya dengan nada sinis.
Tak mau ketinggalan, Anggi langsung berlari mengejar cowok yang bernama Arkan itu.
Arya tersenyum penuh arti selepas kepergian dua manusia yang sudah ia kenal sejak kecil. Tak seperti Anggi yang heboh menanggapi Arkan, Arya justru terlihat tak acuh.
Dengan gaya santai seperti biasa, Arya bangun dari posisi duduknya. Ia merapikan seragam sekolahnya yang sedikit kusut.
"Dasar perusak suasana. Gue tau itu cuma alibi si Arkan aja buat ngerusak moment gue," Arya berujar pelan pada dirinya sendiri sebelum berlalu meninggalkan UKS.
~o0o~
"Arkan, jangan lari lo!"
Teriakkan Anggi menggelegar di sepanjang koridor kelas dua belas, sementara kakinya berpacu mengejar Arkan. Dia sudah menjadi perhatian para murid lain. Beberapa kali Anggi bahkan hampir menabrak murid yang datang dari arah berlawanan.
"Arkan!" teriak Anggi lagi.
"Stop ngejar-ngejar gue! Gue tahu gue memang ganteng," Arkan balas berteriak. Kaki panjangnya melangkah lebar dan cepat.
Anggi mendengus. Sial, murid-murid yang mendengar teriakan Arkan pasti akan berpikiran lain tentang Anggi. Mereka pasti beranggapan bahwa Anggi mengejar-ngejar Arkan karena tergila-gila sama cowok itu. Hell, itu menjijikkan!
"Kita perlu bicara, Kupret!" Anggi berteriak sebal. Keduanya benar-benar telah menjadi perhatian seluruh masyarakat sekolah.
Arkan berhenti berlari. Wajah yang beberapa detik lalu terlihat tengil kini berubah serius. Mata Arkan berngerjap polos beberapa kali dalam dua detik terakhir. Ekspresi teduh ini jarang terlihat pada wajah Arkan.
Ia berbalik menghadap pada Anggi yang berada di belakang. Mata cowok itu terarah pada Anggi yang berlari menuju dirinya.
Anggi sampai pada Arkan. Seluruh perasaan kesal yang Anggi simpan ia curahkan pada Arkan melalui tatapan mata.
Tunggu dulu!
Ada yang aneh dari sinar mata Arkan. Dada Anggi berdenyut nyeri menyadari tatapan Arkan yang berbeda dari biasa.
"Arkan, lo kenapa liat gue kayak gitu?" tanya Anggi gugup.
Arkan diam. Dia memanjukan wajahnya beberapa senti pada Anggi. Udara yang sejuk siang ini mendadak berubah menjadi panas.
Anggi menelan ludah. Dia mundur tiga langkah, dan sebanyak itu pula Arkan mendekat.
"Apaan sih?! Sebaiknya lo menjauh dari gue. Orang-orang nanti bisa salah paham," tegur Anggi sambil mendorong pelan bahu kiri Arkan.
Mata Arkan semakin intens menelusuri setiap lekuk wajah Anggi. Ia merekam dengan baik apa saja yang tertoreh pada wajah cewek itu. Helai bulu mata Anggi yang bergerak-gerak gugup pelan tak luput dari pengawasan Arkan.
"Stop liatin gue!" Anggi berseru tajam.
Arkan menarik kedua sudut bibirnya, membuat jantung Anggi semakin tak bisa diajak kompromi untuk tidak berdetak cepat.
"Arkan, jangan liatin gue kayak gitu!"
"Kenapa?" tanya Arkan disela aktivitasnya.
"Gue ..." Anggi tidak dapat merangkai kata.
Hening tercipta diantara mereka. Hanya suara langkah kaki dari orang-orang sekitar yang mengisi kebersamaan Anggi dan Arkan. Keduanya menyelami telaga bening masing-maning. Mencoba menemukan apa yang coba disembunyikan oleh satu sama lain.
"Anggi," panggil Arkan pelan. Nada suaranya terdengar lembut, tak seperti biasa.
"Y-ya?" sahut Anggi gugup.
"Ada yang mau gue sampaikan sama lo."
"A-apa?" kali ini suara Anggi terdengar bergetar karena grogi.
"Di mata lo ada beleknya."
Ngek!
Bunuh saja Anggi sekarang. Dia malu.
Tbc
Udah part 9 😁 Masih angettt
Konflik baru mulai muncul sekitar dua part lagi. Inti ceritanya aja masih belum dapat 😊
Makasih buat yang udah mau baca 😍😘💋
Jangan bosan ya
Minta koreksinya kalau ada typo dan kalimat yg bikin gagal paham 😇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top