Part 5 - Malam minggu
Jangan sengaja pergi untuk dicari,
Jangan sengaja lari untuk dikejar,
Apa hidup memang sebercanda itu?
--
"Kalian berdua harus pergi malam mingguan bareng Anggi!"
Seperti itulah titah yang dijatuhkan eyang Gus pada Arya dan Arkan. Berbagai cara dilalukan keduanya untuk mengelak dari perintah orangtua itu. Namun, eyang Gus yang cerdik selalu dapat melumpuhkan alasan keduanya. Membuat Arya dan Arkan berakhir di dalam mobil yang terpakir manis di alun-alun kota bersama Anggi.
Indahnya malam minggu bagi mereka yang memiliki pasangan. Kencan menikmati kebersamaan, walau hanya sekedar berkeliling kota bersama sang kekasih tercinta.
Ya, ya Anggi memang memiliki pasangan kencan pada malam minggu yang indah ini. Bukan hanya satu, tapi Anggi punya dua. Dua pasangan, tolong dicatat dengan baik.
Tapi ini bukan kenyataan yang indah seperti kisah cinta pada umumnya.
"Sial," umpat Anggi pelan.
Karena pada kenyataannya kedua teman kecan Anggi tidak menginginkan dirinya. Arya dan Arkan, dua sepupu gila itu sibuk dengan ponsel masing-masing, mengabaikan Anggi begitu saja.
Anggi hanya duduk manis di dalam mobil. Mobil milik Arkan yang mereka gunakan hanya terparkir manis di parkiran sebuah kafe yang ada di sekitar alun-alun. Dan mereka bertiga hanya berdiam diri di dalamnya.
Seenggaknya mereka ngajak gue jalan-jalan, dumel Anggi dalam hati.
Arrrg, harusnya sekarang gue nonton drama Korea. Bukannya terjebak di sini. Anggi melirik sebal pada Arya dan Arkan yang sibuk sendiri.
"Hoi, cewek lo bosen tuh. Ajak jalan-jalan sana!" Arkan bersuara.
Arya yang posisinya duduk bersebelahan dengan Anggi di kursi belakang hanya melirik sekilas pada Arkan melalui kaca spion. "Cewek gue yang mana?" sahutnya singkat.
"Sok nggak tau lagi. Si Anggi. Eyang kan nyuruh lo buat jalan bareng dia," debat Arkan.
"Lo kali yang dimaksud eyang," imbuh Arya dengan wajah datar.
Anggi menghela napas. "Udah! Lo berdua stop berantem. Gue nggak bakal kemana-mana bareng lo ataupun lo." Anggi menunjuk Arya dan Arkan secara bergantian.
"Tuh, si Arya bakal temani lo keliling sekitar," ujar Arkan santai.
"Nggak perlu!" tegas Anggi. Dia turun dari dalam mobil sambil mengumpat kesal. Tak lupa Anggi menutup pintu mobil milik Arkan dengan keras sebagai bentuk kekesalannya.
"Buruan kejar si Anggi. Kalau ketahuan sama eyang, bisa kena semprot kita," Arya memerintah.
Arkan membuang napas dongkol. Arya suka sekali memerintah dirinya. Hal ini menjadi alasan terbesar Arkan sulit dekat dengan sepupunya itu
Beberapa detik berikutnya kening Arkan berkerut pertanda ia sedang memikirkan sesuatu. Tiba-tiba senyuman jahil terbit di wajahnya. Entah apa yang sedang dipikirkan cowok itu.
"Oke, biar gue temani dia," ujar Arkan semangat.
Arya melirik. Tumben Arkan mau. Mungkin sepupunya yang satu itu sedang kemasukan setan baik.
"Lo jangan buat masalah," tegur Arya.
"Nggak bakal!"
~o0o~
Arkan berjalan beriringan di trotoar bersama Anggi. Malam ini langit sangat indah, bintang bersinar di atas sana ditemani rembulan malam. Angin menari membawa partikel-paktikel kecil yang ia lalui.
Arkan melirik pada Anggi yang sejak tadi hanya diam. Ekspresi cewek itu tidak terbaca. Arkan tidak dapat menebak apakah Anggi sedang berada dalam suasana hati yang baik atau buruk.
"Ehem," Arkan berdehem canggung. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan pada Anggi, namun ia takut salah bicara. Bisa-bisa maksud hatinya tidak tersampaikan.
"Anggi, gini --"
"Langsung aja to the point," Anggi memotong ucapan Arkan.
Arkan cengengesan. Senyuman konyol khas seorang Arkan ia tampilkan. "Gue mau minta izin sama lo buat pergi malam mingguan sama Nita."
"Sama Nita? Eyang nyuruh lo, gue sama Arya malam mingguan bareng. Nggak ada cewek lain!" Anggi memasang wajah angkuh.
Bukan maksud untuk cemburu hingga Anggi melarang Arkan. Lagipula Anggi tidak peduli jika Arkan menghabiskan malam minggu dengan Nita, Niti, atau siapapun. Dia hanya tidak ingin jalan-jalan sendiri di alun-alun saat puluhan pasangan tengah dimabuk kasmaran. Itu menyedihkan!
Anggi melihat banyak pasangan yang bergandengan tangan. Ya, walaupun Anggi tidak bergandengan dengan Arkan setidaknya dia tidak sendiri. Hei, dia tidak ingin merasakan kemirisan jomblo pada malam minggu ini.
"Nggi, lo kok gitu sih?" tanya Arkan tak terima. Dan Anggi hanya membalasnya dengan mengangkat bahu pertanda dia tak peduli.
"Ck! Dengan atau tanpa izin lo, gue bakal tetap ketemu sama Nita," tegas Arkan dengan nada songong.
"Oh gitu? Mudah aja, tinggal gue aduin lo ke eyang."
Dan detik itu juga wajah Arkan berubah masam, ekspresi songong leyap tak tersisa dari wajah Arkan yang tampan. Anggi selalu tahu titik terlemahnya. Ah, eyang Gus menjadi kartu joker bagi Anggi.
Arkan harus meluluhkan hati Anggi bagaimanapun caranya. Cewek itu jangan sampai mengadu pada eyang Gus.
"Nggi, gimana kalau kita buat perjanjian. Lo jangan sampai ngadu ke eyang, sebagai gantinya gue bakal turuti satu permintaan lo," tawar Arkan.
Anggi menghentikan langkahnya menelusuri trotoar, begitu juga Arkan. Anggi tampak berpikir sejenak dengan fokus tertuju pada jalanan yang ramai.
"Lo bakal nuruti permintaan gue?" tanya Anggi memastikan.
Arkan mengangguk mantap. "Ya!"
"Apapun?"
Lagi, Arkan kembali mengangguk. "Apapun permintaan lo."
Senyuman jahat Anggi terbitkan layaknya tokoh antagonis dalam sinetron. Satu ujung bibir Anggi tertarik ke atas, sementara matanya memancarkan laser kelicikan.
"Deal! Lo boleh pergi sama Nita. Tapi ingat, lo harus kabulin permintaan gue."
Arkan mengangguk semangat. "Tinggal bilang lo mau apa."
"Nggak sekarang. Gue perlu waktu untuk berpikir, dan minta sesuatu yang bikin lo rugi," ujar Anggi sambil memainkan alisnya.
"Dasar picik," umpat Arkan. "Ya udah, kita pergi sekarang. Nita udah nunggu di kafe itu," Arkan menunjuk sebuah kafe yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Maksud lo, gue ikut masuk ke dalem bareng lo sama Nita?" tanya Anggi.
"Ya, iyalah!"
"Idih, males banget! Lo berdua pacaran, sementara gue jagain nyamuk. Lo masuk sendiri aja! Biar gue tunggu di sana." Mata Anggi bergerak ke arah kursi panjang yang ada di depan sebuah ruko yang kebetulan tengah tutup malam ini.
"Nggak mau! Pokoknya lo harus ikut masuk. Di luar ..." Arkan terlihat enggan melanjutkan kalimatnya.
"Di luar kenapa?" tanya Anggi
"Di luar ... dingin," cicit Arkan pelan. Perkataannya sungguh diluar dugaan. Well, apakah ini bentuk perhatian Arkan pada Anggi? Entahlah, hanya Arkan dan Tuhan yang tahu.
"Lagipula kalau lo nanti digigit nyamuk entar gue lagi yang disalahin semua orang. Di luarkan banyak nyamuk," lanjutnya beralasan.
"Lebay lo! Pokoknya gue nggak mau masuk ke dalam!" tegas Anggi sambil melangkah meninggalkan Arkan.
"Tapi --" Arkan mencoba mencari alasan lain. Namun Anggi sudah berjalan pergi menuju kursi panjang yanga ada di depan sebuah ruko.
Harusnya lo ikut masuk, omelnya dalam hati.
Arkan melangkah menuju kafe, sesekali ia menoleh pada Anggi yang mengambil langkah berlawanan dengannya. Arkan merasa tak enak hati. Dia memang berniat kencan dengan Nita, tapi bersama Anggi. Arkan tak berpikir bahwa Anggi akan menolak dan merasa sebagai pengusir nyamuk.
"Sayang," Nita bangun dari duduknya menyambut kedatangan Arkan. Ia menyambut sang pujaan hati dengan senyuman manis.
Arkan membalas senyuman Nita dengan senyum setengah, "Kamu udah nunggu lama?"
"Nggak lama, kok. Sekitar satu jam," jawab Nita. Ya, mungkin bagi Nita satu jam itu bukan waktu yang lama.
Arkan menarik kursi untuk dirinya. Ia memesan makan, bercerita, dan bercanda seolah hatinya tidak merasakan kegundahan apapun. Arkan bersandiwara dengan wajah cerianya di hadapan Nita. Karena pada kenyataannya jiwa Arkan berada di depan ruko, bersama Anggi.
Gimana kalau Anggi kedinginan?
Atau bagaimana kalau Anggi digigit nyamuk?
Atau mungkin saja Anggi diganggu preman seperti yang terjadi di sinetron. Oh tidak!
Selama dua jam bersama Nita, Arkan memikirkan hal-hal alay tentang apa yang terjadi pada Anggi. Berbagai umpatan ia persembahkan untuk seorang Anggi yang sedang duduk sendiri di depan ruko. Shit, harusnya Anggi menerima ajakan Arkan untuk ikut ke kafe.
Dasar, menambah pikiran Arkan saja.
"Sayang, aku pergi sekarang, ya?" Arkan menyela Nita yang sedang asik bercerita tentang pakaian model terbaru.
"Loh? Kenapa?" tanya Nita dengan mimik wajah penuh tanya.
Bukannya menjawab pertanyaan Nita, Arkan justru melenggang pergi dengan langkah buru-buru. Entahlah, hatinya mendorong agar Arkan segera menemui Anggi. Dia merasa bersalah dan tak enak hati, sungguh.
Lega meliputi Arkan saat matanya menangkap sosok Anggi. Arkan berdiri sekitar lima meter dari Anggi, cewek itu belum menyadari kehadirannya.
Anggi duduk sendiri di bangku panjang sambil memeluk dirinya sendiri. Anggi kedinginan, itu hal pertama yang dapat Arkan simpulkan.
Arkan bersiap mendekat, namun Arya terlebih dahulu datang.
"Lo ngapain di sini sendiri?!" suara Arya terdengar marah.
Anggi menatap Arya dengan pandangan polos, "Gue nunggu Arkan."
"Dasar bodoh! Gue nyuruh lo buat pergi jalan-jalan bareng Arkan, bukannya nunggu dia sendiri kayak orang bodoh di sini."
Bravo, ini pertama kalinya Anggi melihat Arya mengomel panjang. Hebat sekali, tenyata Arya yang terkenal tenang juga memiliki emosi.
"Ikut gue," ujar Arya sambil menarik pergelanggan tangan kanan Anggi.
"Tunggu!" Arkan yang sejak tadi hanya menonton, akhirnya mendekat. Arkan tak mau kalah, ia meraih pergelangan kiri Anggi. "Dia ikut sama gue!" serunya tegas.
Anggi tercengang. Tangan kirinya berada dalam dekapan Arkan dan tangan kanannya digenggam oleh Arya. I-i-ni artinya ... Anggi sedang diperbutkan.
Cuhuuuuy, akhirnya gue diperebutkan juga. Sekarang gue benar-benar merasa cantik! Batin Anggi berseru senang.
Tbc
Sorry for typo dan kalimat yang bikin gagal paham
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top