23 · Bicara

Charon berangkat sekolah diantar Kak Arta, sebab Mama Riris harus menghadiri breakfast meeting pagi-pagi sekali. Mama Charon itu sudah meninggalkan apartemen sejak jam 5 tadi. Biar ngga kena macet, katanya.

Tanpa sadar, Charon yang sedang berjalan memasuki gerbang SMA Magella dengan membawa pot tanaman Adam Hawa—dengan Yono yang mungkin masih bobok di dalam tanah—sedikit berharap kalau pagi ini dia akan berpapasan dengan Pluto. Entah kenapa pikirannya mengarah kesitu, tanpa disuruh.

Tapi nihil. Charon tiba di kelasnya dengan kekecewaan yang asing. Dia hanya mendapati teman-teman sekelasnya yang asik ngobrol sebelum bel masuk berbunyi, ada yang membawa jajan sebagai "sarapan" dari kantin juga.

Nggak ada Kak Pluto pagi ini...

Eh, ngapain sih Ocha mikir gitu? sadar gadis itu. Charon merasa malu sendiri.

"Pagi Chaaa!" sambut suara nyaring riang seorang Riva. Gadis berkerudung itu duduk di barisan depan, bersebelahan dengan Gillian.

"Pagi Riva, pagi Gill. Udah siap buat praktikum nanti kan?"

"Woyadong! Eh, elo dah bawa bagian lo kan, Cha?" tanya Gillian.

Charon menyodorkan pot bunga yang sedari tadi digenggamnya.

"Mantab!" Riva memulai, "Aku juga udah bawa kok, tempe sama ketela. Ini si Gill nih malah ngaco! Suruh bawa air kolam malah ambilnya air kolam renang..."

Charon sontak terbahak. "Kolam renang?" ulangnya.

"Habisnya, di rumah gue adanya itu," jawab Gillian sambil mengangkat bahu tak berdosa.

"Ya tapi kan itu nggak ada bakteri yang bisa diteliti, Gill! Air kaporit semua isinya!" Riva mulai ngegas.

Sebelum pertikaian Riva-Gillian berubah menjadi perang nuklir, Charon buru-buru menyela.

"Eh iya, Gill, Ocha mau bayar hutang..." Charon meletakkan pot bunga di atas meja, lalu membuka tasnya, mengeluarkan uang dari dompet.

"Ini. Ocha udah malakin uang ke Mama, hehe."

Gillian memandang sekilas delapan lembar lima puluh ribuan yang disodorkan Charon. Dengan satu cengiran, cowok itu menerimanya.

"Oke," ucap Gillian.

"Makasih ya, Gill. Riva juga, makasih udah ngajakin Ocha masuk kelompok kalian. Ocha seneng banget." Charon tersenyum manis dengan tulus, membuat Riva dan Gillian turut tersenyum. Senyum ajaib seorang Charon ternyata bisa menular efeknya.

"Kita juga seneng kok sekelompok sama kamu, Cha," jawab Riva.

Charon mengambil kembali pot bunga Adam Hawa, sebelum pamit untuk menuju bangkunya.

"Ocha ke bangku Ocha dulu ya, Riva, Gillian."

"Dadah Ocha, sampai ketemu di praktikum nanti ya~"

Lambaian tangan Riva mengiringi kepergian Charon. Tanpa gadis itu sadari, ia telah memplester senyum manis yang tulus selama berjalan kembali ke bangku dekat jendela.

"Ngapain lu ngomong sama mereka?" sambut Lala tanpa ba-bi-bu dan tanpa ucapan selamat pagi. 

Senyum di wajah Charon langsung surut seketika.

"Lala... sekarang udah masuk sekolah?" tanya Charon polos.

"Menurut lu??"

Charon menunduk, dengan dada bergetar ia menarik napas.

"La... Ocha perlu bicara sama Lala."

🌑

Bel masuk sudah berbunyi, lorong-lorong di SMA Magella sepi.

Charon dan Lala berjalan beriringan menelusuri sisi gedung, berhenti di sisi gudang perlengkapan olah raga.

"Mo ngomong apa?" Lala tampak tak sabar.

"La, maaf sebelumnya, Ocha mau ngomong langsung sama Lala... sebenernya, Ocha nggak ada niatan ngelawan Lala, atau nggak mau temenan sama Lala lagi. Lala udah banyak banget bantuin Och—"

"Langsung ke intinya aja deh!" potong Lala.

Charon mulai gentar. Dengan satu tarikan napas, gadis itu berusaha mengumpulkan keberaniannya lagi.

"La, kemarin pas Lala nggak masuk, Ocha masuk kelompoknya Riva dan Gillian untuk praktikum Biologi."

"Praktikum?" ulang Lala.

Charon mengangguk.

"Terus?" Lala menuntut.

"Terus... Ocha cuma mau bilang, kalau Ocha juga mau berteman sama mereka, La. Ocha mau berteman sama anak-anak lain juga. Lala... nggak keberatan 'kan?"

Lala menautkan alisnya. "Oh, gitu."

"I-iya... Ocha seneng sekelompok sama mereka, La. Ocha juga mau temenan sama mereka."

Lala bungkam dan tidak berkata apa-apa. Setelah beberapa detik ditelan degup jantung was-was, Charon memberanikan diri melanjutkan.

"Dan juga, La, maaf kalau kesannya Ocha nggak nurutin kata-kata Lala, tapi Ocha mau berteman sama Kak Pluto juga..."

Kini mata Lala membelalak seketika. "Lu mau berteman sama dia?!"

Nada suara Lala yang semi membentak membuat Charon sedikit kaget. Entah keberanian dari mana yang menyambar Charon—mungkin hatinya mulai lelah dibentak-bentak Lala, mungkin dia ingin membela diri sendiri, atau entah apa—yang membuat Charon memulutkan kata-kata tegas.

"Iya, La. Ocha mau berteman sama siapa aja tanpa dilarang-larang lagi. Bisa kan?"

Mata Lala yang nyalang meneliti air muka Charon.

"Kalo lu nggak suka dengan cara gua, harusnya lu nggak usah mau jadi temen gua Cha. Itu namanya lu nggak tau diri. Selama ini gua udah baik-baikin lu, tapi lu malah nusuk dari belakang pas gua ngga masuk sekolah, dengan cara ngelanggar perkataan gua. Puas lu sekarang jadi temen yang bangsat?" cecar Lala tanpa perasaan.

Charon terkejut. Dadanya berdenyut. Ocha teman yang bangsat? ulang gadis itu.

"Ocha nggak kayak gitu!" pekik Charon tidak terima.

"Oh, berani lu sekarang bentak-bentak gua, Cha?!" tantang Lala.

Lala maju selangkah, sementara Charon bertahan di posisinya. Dua remaja ini berhadapan dengan jarak satu jengkal.

"La, Ocha nggak maksud jadi begini. Ocha ngga mau berantem sama Lala." Charon berusaha menjelaskan dengan tenang.

Lala mendenguskan napas dengan kasar. "Oke," ucap Lala sambil berbalik. "Lakuin aja apa yang lu mau, Cha, sesuka hati lu aja."

Lala mulai berjalan pergi meninggalkan Charon.

"Tapi," lanjut Lala setelah beberapa langkah. Cewek itu berhenti sejenak. 

"Lu harus tanggung resikonya sendiri. Gua udah peringatin lu dari awal pertama, nggak usah ada urusan sama si Pluto."

🌑

Charon bingung dengan posisinya saat ini.

Yang tadi sama Lala itu... sukses kah? Atau gagal? Agghhh, kenapa Lala marah-marah, tapi dia juga kayaknya ngebolehin Ocha berteman sama orang lain juga? Ocha bingungg!!

Gadis itu mengacak rambut pendeknya. Lala yang duduk di sampingna tampak cuek bermain hape.

Sekembalinya mereka dari perbincangan tadi, kelas riuh karena jam kosong, nggak ada guru. 

Lala dan Charon lantas duduk di bangku mereka, tapi sejak saat itu juga, Charon merasa eksistensinya diabaikan habis-habisan oleh Lala. Dia berubah menjadi manusia kacang.

KRIIINNNGGG!!

Bel pelajaran ke-dua berbunyi. Biologi.

Charon sibuk berberes bahan-bahan praktikum bagiannya; pot Adam Hawa (sempat Charon mengintip sejenak, kayaknya Yono masih asyik memendam diri, nggak kelihatan di permukaan), beberapa butir bawang merah, buku catatan, dan kotak pensil.

Ditengah kesibukannya, seorang siswa asing yang nggak pernah Charon lihat sebelumnya tiba-tiba masuk ke kelas mereka.

"Di sini ada yang namanya Charon Theodora?" tanya anak itu—cewek, dengan rambut ikal dikuncir kuda—dari ambang pintu kelas.

Charon langsung mengacungkan tangan. "Ada!" pekiknya. Charon buru-buru bangkit dan setengah berlari menghampiri anak itu.

"Lo dicariin ibu kopsis, katanya jas lab-nya udah jadi." Anak tak dikenal itu menyampaikan pesan dengan singkat, membuat Charon mengangguk paham.

"Makasih ya," ucap Charon pada anak asing itu.

Pas banget, habis ini mau dipake di lab! batin Ocha bersemangat.

"Riva, Gill, kalian ke lab dulu aja, ya? Ocha ntar nyusul, mau ngambil jas lab dulu di kopsis," ucap Charon yang menyempatkan diri menghampiri meja Riva dan Gillian. 

Duo Riva-Gillian mengangguk mengiyakan.

"Kita tunggu di lab ya, Cha? Di meja yang kemarin," pesan Riva.

🌑

Charon mencoba jas laboratorium putih dengan ukuran S itu di ruangan kopsis. Tersedia kaca panjang ukuran setengah badan di sana.

Jas itu tampak pas memeluk tubuh mungil Charon. Sematan nama dengan bordiran emas tertera di dadanya: Charon Theodora.

"Nah, gitu kan cantik," puji ibu penjaga kopsis yang sibuk menghitung lembaran uang di laci koperasi.

"Cantik karena jas-nya, Bu?" celetuk Charon. Jas semahal ini emang bisa nambah kecantikan orang ya? gadis itu bertanya-tanya.

"Ya kamu dari sononya udah cantik, pake jas apa aja ya cocok."

Charon memiringkan kepala.

"Ibu kok malah muji Ocha?" tanya gadis itu polos.

Ibu penjaga kopsis lantas terkekeh pelan. "Nggak apa-apa. Ibu lagi seneng aja, tanggal muda."

"Yee..." gumam Charon sambil mematut diri sekali lagi. Dia sudah siap menuju laboratorium Biologi.

"Ocha duluan deh, Bu. Makasih ya," pamit Charon sambil mengambil pot bunga yang dibawa-bawanya sedari tadi. Tak lupa beberapa butir bawang merah yang tadinya berada di dalam tas Charon, kini ia masukkan ke dalam saku jas lab putih.

Perjalanan menuju laboratorium Biologi sebenarnya tinggal lurus aja dari kopsis. Tapi kaki Charon entah kenapa membawanya memutari gedung, lewat lantai tiga.

Lah, Ocha kok malah lewat sini sih? Charon membatin setelah sadar dia sedang melangkah menerobos lorong kelas-kelas XII IPS.

Lorong itu tampak sepi, sementara kelas-kelas penuh terisi. Saat ini adalah jam pelajaran aktif, dan Charon seharusnya ada di laboratorium Biologi.

Sambil menggelengkan kepala, menyadarikan diri, Charon memutuskan untuk terus berjalan—sesekali mengintip lewat jendela kelas di lorong itu, terutama di kelas XII IPS 4, kelas Pluto.

Tanpa sadar, Charon memelankan langkah kakinya. Matanya dengan jeli menelisik bangku-bangku ruang kakak kelasnya itu.

Itu dia. Di sana. Di bangku pojok belakang.

Pluto Sol Aditya, sedang duduk terlungkup dengan kepala ditidurkan di atas lipatan lengannya. Charon yakin sekali dahi kakak kelasnya itu sedang melekat pada meja.

Rambut Pluto yang tumbuh tebal tanpa sentuhan pisau cukur tampak tumpah-tumpah ke lengannya, berserakan tak peduli. Seragam tidak dimasukkan ke celana, dan buku paket diposisikan berdiri menutupi meja.

Benar-benar sosok kakak kelas yang teladan.

Charon tersenyum tipis sebelum melanjutkan perjalanan. Bibirnya tertarik luluh, dan dadanya bergemuruh. Gadis itu diserang kesenangan yang nggak terjabarkan.

Setibanya di laboratorium Biologi, pandangan Charon terpaku menuju meja tempat dimana kelompoknya seharusnya berada. Disana telah berdiri Riva, Gillian, dan... Lala.

Riva tampak tak nyaman, Gillian menekuk muka tak suka, sementara Lala berdiri santai saja di sana.

"Charon, dari mana saja kamu? Kenapa baru datang?" sambut Bu Siska dari depan kelas.

"Maaf, Bu, Ocha habis ngambil jas lab di kopsis..."

"Ya sudah, cepat berkumpul dengan kelompokmu."

Ragu, Charon berjalan pelan ke mejanya, yang ternyata sudah penuh dan tak bisa menampung satu orang lagi—setiap sisi meja, belakang-kanan-kiri sudah ditempati masing-masing oleh Riva, Gillian, dan Lala, sementara bagian depan memang sengaja dikosongkan untuk melihat layar proyektor berisi materi Bu Siska. 

Charon nggak dapat tempat.

"Bu!" Lala tiba-tiba mengacungkan tangan.

"Ada apa, Lala?" Perhatian Bu Siska berhasil didapatnya.

"Ini, saya diusir sama Ocha, Bu! Katanya karena kemarin saya nggak masuk, jadi nggak dapat kelompok, dan sekarang nggak boleh gabung sama kelompoknya," dusta Lala seketika.

Mata Charon membelalak, lidahnya kelu. 

Lala, apa-apaan?!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top