02 · Cedera

Ruang kelas XII IPS 4 terletak di lantai tiga, paling pojok. Pluto sengaja mampir ke kamar mandi, berlama-lama melakukan entah apa, agar telat masuk kelasnya.

Gaduh, riuh, dan rusuh. Kelas XII IPS 4 sungguh hidup dengan murid-murid yang ekspresif. Ada yang menulis di kertas, melipat kertas, dan ada juga yang melempar kertas ke sembarang arah. Satu genggaman kertas lecek terlempar asal ke pelipis Pluto. Cowok itu reflek berdecak kesal.

"Waduh, ampun Bos, ampun. Nggak sengaja." Seorang siswa cowok berkata dari bangku depan, Pluto cuek, melangkah kearah bangku di pojok belakang kelas.

Paginya telah kacau dibuat tingkah laku aneh orang-orang di sekolah ini, SMA Magella. Mulai dari junior kegenitan, sok menyatakan cinta pakai bekal sarapan, cewek pemulung gila yang mungutin roti dan senyam-senyum sendiri, sampai teman kelasnya yang nggak bisa diem ketika kelas kosong. Eh iya, nggak ada guru ya?

"Bu Dina kemana?" tanya Pluto asal ke meja sebelahnya. Kerumunan siswa yang sedang mabar dengan ponsel tergenggam menoleh sekilas.

"Guru-guru lagi pada rapat katanya," jawab salah satu dari mereka. Pluto ber-ooh pelan sambil kembali menekuri mejanya.

Cowok itu menundukkan kepala di atas lipatan lengan, mulai memejamkan mata. Pluto berniat melanjutkan tidur pagi ketika tiba-tiba saja sekelebat pikiran melewati benaknya.

"Aku Charon."

Charon, Charon. Cha-ron... nama cewek itu Charon.

AARRRGGGHH, napa gue malah kepikiran coba?! umpat Pluto dalam hati.

🌑

Charon dan Lala berjalan beriringan menyusuri kantin. Bel istirahat telah berbunyi lima menit yang lalu.

"Kantin Magella tuh lengkapnya pake bingits, Cha. Ada cireng, cimol, cilok, cigor..."

"Itu makanan aci semua?" Charon bertanya, takjub.

"Yaps, aci dan micin," jawab Lala singkat.

"Wuah... pasti pinter-pinter banget dong murid-murid disini. Konsumsinya micin terus tiap hari," komentar Charon.

"BAHAHHAHA. Sa ae lu ahli gizi. Oiya, selain aci, ada juga bakso, mie ayam, mie instan, mie pangsit, mie kopyok..." Lala melanjutkan food tour-nya dengan antusias. Charon pun lanjut mendengarkan dengan tak kalah antusias.

Dalam hati Charon berdecak kagum, wow... wawasan kamu soal makanan luas sekali ya, Lala.

"... abis gitu ada es jeruk, es teh, es campur, es wawan, es—ehh, Cha, cabut yok."

Charon bingung akan ocehan Lala yang mendadak terhenti.

"Kenapa, La?"

Pertanyaan Charon nampaknya langsung terjawab saat sesosok jangkung berjalan cepat ke arah mereka.

Cowok itu??

"Lo!" panggilnya.

Si tersangka pembuang roti kan?!

"Mo apa lu, Pluto?" Lala sontak pasang badan menutupi tubuh Charon saat cowok itu tampak jelas memanggil si anak baru. Lala dan Pluto tampak sudah saling mengenal.

"Gue nggak ada urusan sama lo, princess. Lo, nama lo Charon kan?" tunjuk Pluto kearah Charon, mengabaikan Lala.

"Iya. Dan kamu... Pluto?" balas Charon polos.

"Lo tau nama gue??" Pluto terheran-heran.

"Iya, 'kan barusan disebut sama Lala..."

Pluto speechless seketika.

"Ada perlu apa lo sama Ocha?" selidik Lala.

Pluto tampak menaikkan sebelah alisnya. "Ocha?"

"Ya, apa?" jawab Charon.

"... lo, bener-bener—ARRGGGH. Nama lo siapa sih sebenernya?" Pluto menggeram frustasi.

"Kan tadi udah tau nama aku, Charon."

"Trus dipanggil Ocha juga?" tebak Pluto.

Charon mengangguk. Pluto menggeleng, kesal.

"Oke, Charon alias Ocha. Lo ikut gue sekarang." Pluto segera menarik tangan kiri Charon dengan kasar.

"Eh, aahh! Aduh!!" Charon mengaduh kesakitan.

"Woy, planet!! Apa-apaan lu!! Lepasin temen gue nggak?!" Lala sigap menarik lengan Charon, menahan gadis itu dari Pluto.

"Aish, berisik! Oke, kalo lo juga mau terlibat, ayo!" Pluto lantas turut menarik tangan Lala dengan mudahnya, menyeret dua gadis kelas XI itu keluar dari kantin.

"Heh!! Udah gila ya lu? Lepasin nggak!" Lala meronta sambil menarik-narik tangannya, sementara Charon meringis menahan sakit saat Pluto terus mencekal pergelangan tangan kirinya yang berlapis arloji putih.

"P--Pluto, lepasin tangan aku, please. Sakit..." pinta Charon lirih. Sudut matanya mulai berair menahan perih.

"Sini!" sentak Pluto saat mereka tiba di sisi belakang gedung sekolah. Lala mendengus kesal, sementara Charon merintih kesakitan.

"Sekarang gue mau jelasin, terutama buat lo..." Pluto menunjuk wajah Charon yang tertekuk menahan ngilu, mengelus pergelangan tangannya yang tertutup arloji.

"... jangan campurin apa yang bukan jadi urusan lo, terutama urusan gue."

"Maksud lu apaan sih?" Lala menyela.

"Tanya tuh ama temen lo! Pokoknya gue udah kasih peringatan. Sekali lagi lo lancang ikut campur kehidupan gue, lihat aja!" Pluto mengancam dengan nada dingin, sebelum berjalan meninggalkan sepasang sobat itu.

Sekilas Pluto melirik reaksi Charon, mendapati gadis itu menahan tangis sambil terus memegangi pergelangan tangannya.

Seraya melangkah pergi, benak cowok itu jadi bertanya-tanya, apa dia sakit hati karena kata-kata gue? Atau tadi gue nyengkram tangannya terlalu keras?

Lala menatap Charon yang badannya gemetar.

"Lu nggak papa?" tanya Lala sambil menyentuh pundak Charon.

Charon mengangguk lemah.

"Tuh orang ada masalah apa sih?" gumam Lala tak mengerti.

"A... aku cuma mau nolongin roti," lirih Charon.

"Hah??"

"Tadi pagi... aku cuman mungutin roti yang dia buang, La. Sesalah itu kah?" Charon mulai terisak. Lala menggeleng tak percaya sambil mulai merangkul gadis itu.

"Dia udah sakit jiwa," desis Lala.

"Eh, loh—Cha! Tangan lu?!"

Lala baru memperhatikan pergelangan tangan kiri yang sedari tadi dipegang Charon. Arloji putih yang longgar menampakkan kulit tangan Charon yang memar keunguan. Tampak sakit sekali.

"Kita ke UKS sekarang!" desak Lala sambil merangkul Charon.

"Pluto udah keterlaluan!" gumam Lala tak percaya.

🌑

UKS Magella sepi, tak ada petugas kesehatan yang mengisi. Entah kemana mereka pergi.

"Gue ambilin P3K dulu ya, Cha." Lala berjalan cepat menuju lemari penyimpanan. Charon mengangguk sambil perlahan melepaskan arloji putihnya. Memar itu tampak semakin nyata sekarang.

Ungu-kebiruan menyaru kontras dengan warna tangan Charon yang putih. Melingkar mengelilingi pergelangan kirinya. Cinderamata itu muncul akibat pecahnya pembuluh darah di bawah permukaan kulit Charon. Gadis itu meringis, sakit.

Lala ikut meringis memperhatikan cedera tersebut. Cewek itu mengeluarkan ponsel dari sakunya, dan dengan gesit memotret pergelangan tangan Charon.

"Eh, ngapain La?" tanya Charon.

"Buat jadiin barang bukti kalau sewaktu-waktu lu mau memperkarakan Pluto," jawab Lala tegas.

Charon menggeleng kuat-kuat. "Nggak-nggak, gak perlu.'

Lala mendesah pasrah mendengarnya. "Lu terlalu polos apa bego sih, Cha?" jujur Lala.

"Yaudah lah... eh, tapi gue nggak tau kalo lebam begitu harus dikasih obat apa. Gue searching di internet bentar yak," Lala berujar sambil kembali mengutak-atik ponselnya. Charon terkekeh pelan.

"Nggak papa, La. Kalau memar begini mah dibiarin aja cukup. Nanti juga sembuh sendiri."

"Katanya suruh kompres, Cha!" seru Lala dari balik ponselnya.

"Nggak perlu, La... lagian udah mau masuk nih kita," kilah Charon. Gadis itu tidak mau merepotkan.

"Iya juga sih ya. Yaudah, kalo di perban pake kasa aja, gimana? Pasti ngilu tuh kalo kena jam tangan lu. Biar aman aja, ya?" Lala sigap membuka kotak P3K, mengeluarkan kain kasa dan plester dari sana.

"Boleh deh," jawab Charon akhirnya. Dia ingin menghargai usaha dan kepedulian Lala. Plus, ide Lala sepertinya masuk akal juga.

Tiga menit berkutat dengan perban dan kasa, akhirnya tangan Charon terselesaikan juga. Lala tersenyum menatap sobat barunya itu.

"Sakit nggak?" tanya Lala. Charon menggeleng.

"Berkat perban kamu, udah mendingan. Makasih ya La."

Lala tersenyum lebar mendengarnya. "Makasih kembali. Yaudah kita balik ke kelas sekarang?"

"Yuk."

Dan mereka pun berjalan meninggalkan ruang UKS, beriringan.

Setengah hari pertama di Magella ternyata cukup mengejutkan bagi Charon. Tapi ia tetap bisa tersenyum, mensyukuri adanya malaikat berseragam putih abu-abu yang berjalan di sisinya. Menguatkan.

Tuhan, terima kasih telah mengirimkan Lala kedalam hidupku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top