14 · Aksara

Soundtrack untuk bab ini :
Tulus — Mengagumimu dari Jauh

.

.

Kisahmu harimu ku tau semua
Tanpa kau berujar aku selami 

Gerakmu guraumu kemasan raga
Tanpa kau sadari aku pahami


🌑

Rooftop.

Pluto selalu ke sini tiap ada waktu sendiri. Jam kosong, jam pelajaran Olahraga, jam istirahat, atau malah kadang saat jam pelajaran aktif—kalau dia lagi nggak mood ngelas.

Earphone mungil yang menyumbat kanan-kiri telinga Pluto mengumandangkan suara familiar yang menghangatkan hati. Suara Bunda.

Beruntungnya Pluto memiliki Bunda seorang Psikolog ternama yang aktif mengisi berbagai acara, materi, kuliah umum, podcast, bahkan audiobook. Jejak digital Bunda bisa Pluto telusuri di jagat maya, mereminisi hasil pikiran cemerlang Bunda untuk didengar siapa saja—untuk Pluto, terutama.

Kali ini, suara Bunda membahana dalam rekaman audio jernih, menjadi pemateri utama dalam podcast di salah satu stasiun radio online yang membahas tema 'Psikologi dibalik Aksara'.

Pluto memandang langit lepas seraya mendengarkan, membayangkan wajah Bunda yang teduh, berbicara dengan nada sejuk.

"Ha-ha-ha... saya bukan Grafolog yang ahli handwriting analysis loh, Mbak. Cuma kalau dari sudut pandang Psikologi, tulisan tangan merupakan hasil nyata dari proses motorik kinerja otak manusia, dimana secara langsung menunjukkan mental state si penulis, yang terpapar pada kombinasi pola layout, pergerakan, kecepatan, ukuran, kemiringan, jarak, tinggi, lebar, sampai tekanannya..."

Pluto berkedip setuju. Sudah belasan kali ia mendengar podcast ini, dan berpuluh kali juga mendengar ocehan langsung si Bunda tentang makna tulisan tangan yang lebih dari sekedar goresan saja.

"Wah... bener nih Bu Ertha nggak ada latar belakang Grafologi? Kayaknya paham banget loh..." puji suara wanita penyiar radio tersebut.

"Ah, enggak kok Mbak... Hahaha." Tawa renyah Bunda membuat Pluto turut terkekeh.

"Oke-oke. Sekarang, bisa kita lanjutkan nih, Bu Ertha. Hubungan tulisan tangan dengan kepribadian seseorang. Nah. Gimana tuh?"

"Ya, boleh-boleh. Jadi kalau ditilik dari ukuran tulisannya..."

Atensi Pluto terpecah dengan kemunculan tiba-tiba sesosok gadis di hadapannya. Gadis dengan rambut pendek, menantang mata Pluto ragu-ragu.

"Ocha?" Pluto mengeja nama gadis itu seraya melepas earphone-nya.

"Kak Pluto..." Charon menyapa, pandangannya lari saat bersirobok dengan Pluto.

Pluto memandang gadis itu dari atas ke bawah. Charon tampak gugup, kedua tangannya dimasukkan kedalam saku rok. Rambut sebahu Charon terurai lurus dengan lekukan alami di ujungnya. Mata gadis itu tertuju ke sepatu Pluto. Tampak jelas ia gugup setengah mati.

"Mo ngapain lo kemari?" tanya Pluto dengan nada datar.

"M-mau... ngomong sesuatu sama Kakak... Ocha mau bilang makasih."

Pluto menaikkan satu alis.

"Karena udah ngeprank Lala?" tebaknya.

Charon mengangguk. "Iya."

"Oh... oke. Gue juga puas kok bikin si Princess kena batu, sekali-kali."

"Hmppff—hehehe..." Charon berusaha menahan tawanya. Gadis itu tampak sedikit lebih berani bicara sekarang.

"Ocha juga ngerasa puas, Kak. Walaupun was-was juga sih, tadi," jujur Charon dengan sedikit nada bersalah.

Pluto mendengkuskan senyum tanpa sadar. "Tadi lo... nggak kena masalah, kan?"

Charon menggeleng cepat-cepat. "Nggak, Kak. Ocha bisa ngelabuhi Lala pake makan bakmi-nya juga. Asin."

Tawa Pluto lepas seketika, "Hahaha, kocak! Ngapain juga lo makan, coba?"

"Ya biar Lala nggak curiga, Kak... untungnya berhasil. Ocha cuma disuruh gantiin, beli bakmi yang baru buat Lala," jawab Charon polos.

Gadis itu mulai bisa tersenyum dan bicara sedikit lepas, dan itu membuat Pluto—entah kenapa—merasa senang.

Pluto yang sadar sudah terlalu banyak tersenyum, buru-buru berdeham dan meluruskan ekspresi wajahnya.

"Ehm. Jadi, lo bisa tau dari mana kalo gue ada di sini?" tanya Pluto dengan nada senormal mungkin.

"Dari anak buah Kakak..."

"Anak buah?" Pluto menautkan alis. Sejak kapan gue punya anak buah? Anak ayam warna-warni kali, pas masih SD dulu.

"Itu loh, yang botak... yang manggil Kakak pake 'Bos'."

"Oooh, si Kipli?" Pluto ngeh seketika.

Charon mengangkat bahu. "Ocha nggak tau namanya, pokoknya kakak cowok yang botak. Dia yang ngasi tau tempat ini ke Ocha. Katanya, Kak Pluto ada di sini."

Dasar Kipli ember jemuran, batin Pluto.

"Sebenernya, Ocha mau ngomong sesuatu yang lain juga..." Gadis itu tiba-tiba berujar.

"Nggak."

"Hah?" Charon tampak tak mengerti.

"Kalo lo mau nyatakan cinta, gue jawab tegas : nggak. Gak usah coba-coba."

Charon sontak membeku. Jantungnya serasa hilang. Gadis itu menggenggam sesuatu erat di dalam saku. Ada lejitan perasaan asing yang menyengat dadanya. Sakit?

"..."

Melihat Charon yang mati kutu, sontak Pluto terbahak seketika. "HAHAHAHA! Becanda, Cha! Kaku amat sih."

Charon mengedipkan mata. "B-bercanda?"

Pluto tertawa sambil memegangi perutnya.

"Hahahaha... iya. Sori, sori. Lo mau ngomong apa barusan?" ucap kakak kelas itu setelah derai tawanya usai.

Bukannya menjawab pertanyaan Pluto, Charon malah balik bertanya, "Kakak kayaknya sering banget ya, dapat pernyataan cinta?"

Kini Pluto benar-benar berhenti tertawa. "Hmmmhh... sayangnya, iya. Gue juga nggak tau kenapa orang-orang pada siwer semua matanya. Ck."

"M-mungkin karena wajah Kakak..." Charon berkata lirih, matanya mencuri-curi pandang.

"Hm? Kenapa sama wajah gue?"

"Nggak. Nggak pa-pa." Gadis itu buru-buru menggelengkan kepala.

"Udahlah, gak penting masalah wajah gue. Tadi itu lo mau ngomong apa?" Pluto menuntut kalimat Charon yang masih belum terucap.

Mata gadis itu berlarian mamandangi tali sepatunya. Sepertinya kehangatan sikap Charon yang tadi mencair kini kembali membeku.

Apa gue ada salah ngomong? batin Pluto bertanya-tanya.

"Kak... untuk hari ini... prank ke Lala kayak tadi... jangan gitu lagi, ya?" lirih Charon.

Pluto merunduk sedikit untuk menangkap mata Charon. Gadis itu hanya mampu balas memandang Pluto beberapa detik saja.

"Kenapa?" tanya Pluto akhirnya.

"Karena... Ocha bayangin kalo Ocha ada di posisi Lala. Diprank kayak gitu pasti nggak enak banget. Belum lagi... tadi Ocha harus ganti rugi bakmi Lala, beliin yang baru. Uang makan Ocha untuk hari ini jadi habis..."

"Ntar gue ganti," tandas Pluto.

"Nggak usah, Kak. Ocha cuma minta Kak Pluto jangan kayak tadi lagi, usilin Lala. Lala kan... temen Ocha."

"Yakin dia temen lo??" Pluto tak habis pikir. Charon ini terlalu polos, naif, bodoh atau apa? Masih bisa-bisanya membela Lala di posisi seperti ini.

"Iya. Ocha butuh Lala, Kak..."

"Butuh? Buat apa? Buat jadi majikan? Jadi tukang nyuruh-nyuruh? Buat manfaatin lo?" rentet Pluto seketika. Charon menggeleng kaku.

"Kak Pluto nggak ngerti..." gumam Charon.

"Oke. Jadi sekarang mau lo apa? Gue nggak usilin Lala kayak tadi?"

"Iya, Kak. Dan juga..." Charon tampak berat untuk mengatakan kalimat selanjutnya. "Maaf, Kak. Tapi bisa nggak, kita nggak usah nyapa lagi? Kak Pluto juga... tolong jangan liat-liat Ocha kayak kemarin-kemarin lagi. Jangan nyamperin Ocha juga kayak tadi, di kantin..."

Pluto terpaku. Rasanya seperti disambar petir sekaligus disiram air laut kutub selatan.

"... oke." Hanya itu yang keluar dari mulut Pluto.

"Maaf ya, Kak. Soalnya Lala bilang, Ocha harus jauh-jauh dari Kakak..." Charon berusaha menjelaskan posisinya.

"Gue tau," jawab Pluto, pendek.

"Ocha bisa dapet masalah kalau terus-terusan—"

"Gue tau."

Charon terdiam sesaat. Sadar akan sikap kakak kelasnya yang kembali beku, sedingin es. Kekecewaan tersirat sekilas di hati gadis itu, tapi dia menyembunyikannya dengan senyum.

"Kalo gitu... Ocha balik ke kelas ya, Kak." Gadis itu segera berbalik.

"Eh, tunggu." Pluto menarik siku Charon, membuat tangan gadis itu terlepas dari dalam sakunya. Sebuah lipatan kertas binder dengan gambar kartun Ice Bear terjatuh ke lantai beton.

Pluto memungut kertas itu, begitu pula Charon. Jari mereka menggenggam ujung kertas secara bersamaan.

"Apaan nih?" Pluto menarik tangannya.

"Kembaliin, Kak."

"Surat cinta?"

"B-bukan!"

"Contekan ya?"

"Bukan, Kak. Tolong lepasin..." pinta Charon dengan nada putus asa.

Pluto melepas genggamannya.

"Gue nggak boleh liat? Itu bukan buat gue?" tanya Pluto, menelan nada penasaran.

Charon menunduk perlahan.

"Habis ini kita nggak akan bisa ngobrol lagi loh. Yakin nggak ada yang mau disampein lagi?" pancing Pluto, menyembunyikan kekepoannya sendiri.

Taktik itu tampaknya berhasil. Charon perlahan-lahan mengulurkan kertas di tangannya.

Dengan senyum penuh kemenangan, Pluto menerima kertas tersebut, dan membukanya. Sebaris tulisan tangan tercetak di tengah halaman. Tulisan Charon.

'Makasih, Kak Pluto'

Pluto memperhatikan kertas itu selama beberapa detik.

Tulisan tangan Charon kecil dan mungil, berjarak pendek-pendek, dan mepet. Hal itu menandakan Charon seseorang yang sebenarnya suka keramaian, outgoing, dan enjoy the company of people—suka berinteraksi. Terus kenapa lo menutup diri, Charon?

Titik pada huruf 'i' di kata 'Makasih' terletak rendah, hampir merepet pada garis huruf tersebut, menandakan Charon seorang dengan empati tinggi dan perduli terhadap sesama. Pantes aja lo bisa peduli sama Lala, dasar perasa.

Titik tersebut juga bukan sepenuhnya berupa "titik", tapi lebih ke bundaran kecil—lingkaran tinta dengan lubang di dalamnya, menunjukkan Charon adalah gadis dengan pribadi kekanakan yang akut, inner child yang hidup. Pluto tekekeh puas atas analisisnya sendiri. Gue bisa baca lo, Charon.

"Itu tadi Ocha tulis buat jaga-jaga kalo nggak ketemu sama Kakak, mau Ocha titipin ke temen kelas Kakak, gitu..." Charon memulutkan penjelasan terburu-buru.

Pluto mengangguk paham sambil melipat kembali kertas tersebut, lalu memasukkannya ke dalam saku seragam. Charon hendak protes melihat apa yang Pluto lakukan, tapi urung karena cowok itu telah berkata duluan.

"Kembali kasih, Cha. Sekarang lo harus pergi kan? Pergi sono. Gue nggak akan ganggu kehidupan lo lagi."

Hati Charon terenyuh mendengar kalimat barusan. Lagi, lejitan asing itu berdenyut di dadanya. Gadis itu memasang senyum, seperti biasa.

"Iya, Kak... Ocha pamit dulu," ucapnya sambil berbalik perlahan, mulai melangkah pergi.

"Goodbye, Charon." Terdengar suara Pluto setelah beberapa langkah, membuat Charon berhenti di tempat, sejenak.

"Bye... Kak Pluto."

🌑

Biarkanku memelukmu tanpa memelukmu
Mengagumimu dari jauh

Aku menjagamu tanpa menjagamu
Menyayangimu dari jauh


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top