10 · Pundung
Sejak hari pertama Charon menginjakkan kaki di SMA Magella, interaksi sosialnya telah dimonopoli penuh oleh Lala. Charon nggak kenal siapapun di kelas ini selain Lala.
Jadi, ketika Lala nyuekin Charon selama jam pelajaran pertama, gadis itu mau tak mau merasa uring-uringan. Charon merasa jadi alien asing di kelas XI MIPA 1 tanpa Lala yang supel membawanya kesana-kemari.
Maka saat bel istirahat pertama berbunyi, Charon telah sigap meluncur ke kantin dengan segudang rencana.
"La... maafin Ocha, ya? Ini ada es jeruk buat Lala." Charon meyodorkan plastik berisi cairan oranye-kekuningan, lengkap dengan bulir-bulir jeruk yang berenang di dalamnya. Lala melengos, memalingkan muka.
"Sama ini juga, cireng kesukaan Lala." Charon mengulurkan kantong plastik berisi cireng isi keju dengan bumbu balado, meletakkannya di atas meja Lala. Sobatnya itu masih memalingkan muka.
"Permen lolipop, kalau Lala mau..." Charon meraih dua batang permen susu dari saku di dadanya.
"Sama ini coklat coki-coki kesukaan Ocha, tapi kalau Lala mau juga, boleh ambil..." Charon merogoh saku rok sebelah kanan, menghasilkan segenggam cokelat leleh batangan.
"Sama..." Charon siap merogoh saku rok kirinya. "Uang jajan Ocha, sisa kembalian aja sih, barangkali Lala mau beli jajan juga."
Selembar dua ribuan dan beberapa koin rupiah tersuguh di depan Lala. Mau tak mau Lala mendengkus, tertawa.
Melihat ekspresi wajah Lala yang sudah cair, Charon tersenyum juga.
"Lala udah nggak marah sama Ocha 'kan?" tanya gadis itu penuh harap.
Lala akhirnya mau memandang Charon.
"Lu polos amat sih, Cha." Lala memandang 'sesembahan' Charon yang tertumpuk di atas mejanya.
"Ini semuanya kudu gua abisin, gitu?" ucap Lala kemudian. Charon tertawa mendengarnya.
"Selama Lala maafin Ocha, habisin aja nggak papa. Maaf ya, La... Ocha tau Lala lagi sensi karena lagi dapet. Harusnya tadi pagi Ocha nggak cari gara-gara sama Lala."
Lala memandang wajah Charon sekilas. "Iya."
Satu kata itu membuat napas Charon berembus lega. Lala udah maafin Ocha! girangnya dalam hati.
Tapi melihat Lala yang kembali mengalihkan muka, mau tak mau intuisi Charon menggelitik logikanya. Sepertinya, Lala belum benar-benar memaafkannya.
"La?" panggil Charon.
"Pa'an."
"Beneran kan, kamu maafin Ocha?"
Lala tampak menghela napas. "Cha," panggilnya. "Boleh gua minta sesuatu?"
"Iya, boleh. Lala mau apa? Mau ciki?"
"Jauhi Pluto, Cha."
Charon terdiam mendengar permintaan Lala. Itu bukan kali pertama Lala berkata demikian. Jauhi Pluto. Dia nggak baik buat lu. Dia itu punya penyakit jiwa, nggak normal.
Tapi Charon jadi bingung, kalau memang Lala ingin Charon jauh-jauh dari Pluto, lantas kenapa Lala membuat Pluto minta maaf padanya? Apa supaya Charon punya 'hutang' untuk mengerjakan pe-er Lala? Ah nggak-nggak. Lala pasti begitu karena dia peduli sama Ocha, pikir gadis itu.
"Iya," ucap Charon akhirnya, tanpa mendebat. Kalau kali pertama gadis itu sedikit skeptis, kali ini dia lebih memilih meng-iya-kan Lala karena sikon yang... rancu.
Charon masih bingung dengan keadaan ini. Namun demikian, dia tau satu hal utama yang harus dia pertahankan : sahabat barunya di SMA Magella, Lala.
🌑
"Bos, Bos... ikut gak? Anak-anak lagi pada mau nongkrong di Milky Way nih." Kipli menyerbu meja Pluto saat bel pulang sekolah baru saja berbunyi, menamakan satu kafe spesialis minuman susu-susu.
"Nggak deh," tolak Pluto, instan.
"Yaaahh Bos... enggak-enggak mulu dari dulu. Sekali-kali nongki ama kita napa?" Kipli masih mencoba keajaiban.
"Next time mungkin, Pli."
"Ah, pe-ha-pe ntar!" Kipli mendengkus, membuat Pluto terkekeh pelan.
"Kalian duluan aja," ucap Pluto akhirnya, melepas kepergian Kipli beserta beberapa teman-teman XII IPS 4.
Sekilas Pluto bisa mendengar gumaman dari gerombolan mereka.
"Kan, gue bilang juga apa. Ga bakal mau dia..."
Pluto kembali memasang ekspresi default wajahnya—cuek. Cowok itu meringkus asal buku paket Bahasa Indonesia yang tumben-tumbenan dia bawa. Pluto ingin segera pulang.
Saat melangkah melewat lapangan basket, menuju parkiran motor, Pluto menangkap sosok Charon yang berjalan beriringan dengan Lala.
Mereka udah baikan?
Pluto tak bisa melepaskan pandangannya dari dua adik kelas itu. Dia tau ada sesuatu yang ganjil. Sekilas Charon menoleh ke arah Pluto, namun buru-buru membuang muka sebelum pandangan mereka bersirobok terlalu lama.
Apa yang lagi lo rencanain, Amira Leilani? batin Pluto.
Sambil menggelengkan kepala, bermantrakan 'bukan urusan gue', Pluto melanjutkan perjalanannya.
🌑
Rumah menyambut dengan keadaan yang... beda. Bersih.
Pluto celingukan melihat ruang tamu yang biasanya berdebu, kali ini tampak lebih cerah. Sarung bantal di kamarnya juga sudah diganti. Jemuran juga sedang diangini.
Kesimpulannya hanya dua; antara ibu peri tukang bersih-bersih rumah datang, atau kakaknya—Tami—sedang kesurupan.
"Plut! Malem ini mo makan apa? Kakak chechout-in delivery ya!" Nada riang yang sangat jarang menyentuh telinga Pluto berkumandang. Cowok itu segera memincingkan mata, apa benar itu kakaknya?
"Emm..."
"Udah, bilang aja mau apa. Malem ini kita bakal makan-makan enak. Sama Melvin juga tapi, hehe. Oh iya, Kakak ngasi duplikat kunci rumah ke Melvin, jadi kalau sewaktu-waktu dia dateng, jangan dijutekin ya!"
Aaahh... ternyata, batin Pluto seketika.
"Kakak deket lagi sama Kak Melvin?" tembak Pluto langsung. Kak Tami tersenyum ke arahnya.
"Maybe."
"Ooh." Pluto berkata pasif. Dia merasakan dua kutub magnet yang berbeda menarik-ulur emosinya. Dilema.
Cowok itu sadar kalau sang kakak sudah masuk lebih dalam ke dalam lubang buaya. Tapi di sisi lain, Kak Tami terlihat bahagia. Yang bisa Pluto lakukan sekarang hanyalah mendukung kebahagiaan kakaknya, sekaligus lebih awas terhadap Kak Melvin, lelaki yang sepertinya akan terlibat lebih rumit dalam kehidupan mereka.
"Jadi, kamu mo makan apa?" tanya Kak Tami sekali lagi.
"Terserah," jawab Pluto.
"Ck! Jawaban cewek kok dipake. Yaudah, pizza mau ya?"
"Iya. Terserah Kak Tami aja."
Pluto mau tak mau sedikit tersenyum melihat kakaknya mulai aktif kembali. Kak Tami tampak mengutak-atik ponsel pintarnya, menggumamkan kata beberapa kedai pizza yang hendak dipilihnya. Humm, domino? Pe-ha? Oh, ato papa jon aja ya?
Ditilik dari raut wajah Kak Tami, Pluto menyadari ada harapan besar kakaknya akan kembali seperti sedia kala. Mungkin itu hebatnya cinta.
Pluto memincingkan wajah. Ada satu hal berbeda dari penampilan Kak Tami.
"Kak..."
"Ya?" Kak Tami mengangkat wajah dari layar kotak.
"Itu bulu mata Kakak kenapa?" Pluto berjalan mendekat, memperhatikan lentikan idep sang kakak yang entah sejak kapan menjadi lebih lebat, panjang, dan melingkar indah. Mata Kak Tami tampak lebih teduh dan anggun.
"Bagus ya?" Kak Tami mengedipkan mata dengan jenaka.
"Itu asli?" tanya Pluto.
"Ya enggak lah! Ini tuh namanya eyelash extension. Cakep khaannn??"
"Extension? Disambung gitu?" Pluto bergidik ngeri.
"Iyadong, pake lem permanen! HAHAHA!" Kak Tami tertawa menggoda adiknya yang tampak bingung seketika. Dasar bocah, pikir Tami ditengah tawa.
"Biar apa gitu..." gumam Pluto sambil berjalan lalu, meninggalkan kakaknya yang masih terbahak sendiri.
"Ya biar cantik lah! Eh, tapi gimana? Beneran bagus kan? Cakep kan? Nih, apa lagi dari Kakak yang keliatan beda..." Kak Tami menghadang langkah sang adik, memutar tubuhnya di hadapan Pluto, memamerkan entah apa yang dimaksud.
Pluto menggaruk kepala.
"Ini beneran aku dikasi kuis dadakan nih? Suruh cari berapa perbedaan?"
Kak Tami tersenyum puas. "Ayo, coba jawab aja. Apa yang beda?"
Pluto mengerutkan kening. Apa ya? Baju? Pake babydoll kayak biasanya juga. Tangan? Kuku? Kaki?
"Rambut?" tebak Pluto akhirnya.
"Ting-ting-ting! Seratus~"
"Emang apa bedanya?" selidik Pluto.
Senyum di wajah Kak Tami luruh seketika. "Yeelah Plut... liat nih, liat! Lembut, gantung, berkilau kayak iklan sampo! Kakak habis curling di salon..."
"Ooohh." Pluto menggeleng tak habis pikir. Dasar perempuan dimabuk cinta.
"Yaudah, Kak Tami cantik kok." Pluto berkata tulus sambil berjalan lalu ke arah kamarnya, meninggalkan Kak Tami yang terdiam sedetik, kaget. Nggak biasanya si adik batu itu memuji dirinya.
"T-thanks, Plut."
"Yo."
Pluto melenggang acuh. Baguslah, pikir Pluto. Sekarang Kak Tami udah bisa ketawa. Pluto diam-diam tersenyum sembari memasuki kamarnya.
"Eh, Plut! Wey, tunggu!! Ini kamu mau pizza varian apaa???"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top