Bab 26 || Maaf
[ a.n: yeyyy! Aku update wkwkwk. Maaf, baru bisa update. :(
Jangan lupa klik vote, komen dan share cerita ini ke teman-teman kalian, ya?😁 ]
Bab 26
Maaf
Amsterdam terkenal dengan nama lain, yaitu Venice of the North. Hal ini tidak lain karena sungai yang mengelilingi setiap ujung kotanya. Bukan hanya mitos bahwa Amsterdam terletak satu meter dibawah permukaan air laut, sehingga kapal dan perahu merupakan sarana transportasi yang seringkali dijumpai. Beberapa keluarga bahkan tinggal didalam kapal yang diparkir sepanjang sungai. Tashima sampai terheran-heran karena itu. Namun, menurutnya pasti seru, bisa berjalan di kapal, sekalian berjalan-jalan.
Banyaknya sungai dan perahu, pengunjung atau orang-orang yang tinggal sementara waktu di Amsterdam memiliki kesempatan untuk menikmati indahnya kota Amsterdam dari dalam perahu. Biasanya canal tour akan memakan waktu sekitar satu sampai dua jam, dan memakan biaya sekitar 20 Euro per orang.
Sore merupakan waktu yang paling pas untuk mengikuti kanal tour, karena matahari terbenam otomatis akan menambah keindahan sungai sepanjang kota ini.
Itulah mengapa Tashima, Gerald dan Raka ada di dalam perahu dan hendak keluar dari sana setelah dua jam mengitari Amsterdam. Seperti biasa, ini pengalaman pertama Tashima, dan tidak akan ia lupakan. Kapan lagi ia bisa berjalan-jalan menggunakan perahu?
“Sekarang mau kemana lagi, Mas?” Tashima bertanya setelah mereka telah berjalan lumayan jauh dari kapal.
“Kamu maunya kemana? Mas ngikutin aja,” jawab Gerald seraya menggandeng tangan Tashima yang kosong, sedangkan tangan lainnya pria itu gunakan untuk menahan Raka dalam gendongannya.
Tashima tidak bisa menahan senyum ketika jemari mereka bertautan. Apalagi Gerald dengan sadar mengusap-usap jarinya pada punggung tangan gadis itu. Ya ampun. Entah semakin hari Tashima yang lemah atau Gerald yang gencar melakukan sentuhan-sentuhan lembut yang menggetarkan hati, yang jelas Tashima terbuai.
“Mas ada rekomendasi tempat?” tanya Tashima karena kehabisan ide. Mereka sebelum jalan-jalan, sudah makan berat, bahkan di atas kapal mereka juga makan. Perut Tashima tidak bisa menampung lebih lagi makanan.
“Mas tanya teman-teman, ya?”
Feeling Tashima seakan meragukan hal itu, namun tidak ada pilihan lain. Lagi pula, ia tahu Gerald belum terlalu mengenal Amsterdam karena sibuk dengan pendidiknya. Terlebih dari itu, pergi ke tempat rekomendasi teman-temannya bukan hal yang buruk.
“Mereka bilang lagi di dekat sini. Kita tunggu, aja, nggak papa? Ntar mereka mau antar langsung ke tempatnya.” Gerald lalu memasukkan ponsel ke dalam saku.
“Hmm, okay, Mas."
Mereka pun menepi di dekat sebuah bangunan yang sama seperti bangunan lainnya, terbuat dari batu bata yang menambah nilai keindahan. Tiba-tiba Raka meminta untuk turun, dan ia pun mengajak mamanya berjalan-jalan di sekitar situ.
Tidak lama kemudian, teman-teman Gerald datang dengan senyum lebar. Tashima yang melihatnya agak takut, walaupun ia tidak menampik bahwa mereka semua memiliki garis wajah bagaikan dewa. Mungkin karena itu, mereka dengan seenak jidat bertingkah seperti ini. Privilege orang tampan memamg tidak bisa dipungkiri.
💕💕💕
“Di sini?” tanya Gerald sambil mengerutkan keningnya. Mereka tiba di sebuah wilayah yang dekat dengan Centraal Station, Damrak.
“Lo jalan aja maju, 5 menitan, ntar ada museum Venus Tample, nah masuk ke situ, cocok buat ng-date.” Cetus Jason, yang tertawa di akhir ucapannya. Sungguh hal yang membuat Tashima menukik alis.
“Sini, Raka sama kita aja,” seru temannya yang lain. “Aman, nggak bakal gue apa-apain anak kalian. Buset, dah!”
“Awas, loh, Shima lagi ngeliatin lo kayak macan.”
“Udah sana! Nggak bakal gue apa-apain, sih!”
Pada akhirnya, Gerlad mengangguk pasrah, dan Tashima hanya menuruti saja. Walaupun dengan setengah hati ia meninggalkan Raka pada mereka. Teman-teman Gerald semua tidak ada yang beres.
Sampailah mereka di tempat yang mereka tujui. Museum ini lokasinya tidak jauh dari memang, sesuai perkataan jason, sejajaran dengan toko dan museum lain di pinggir jalan besar. Dari luar, bangun ini tidak terlihat besar, namun terdiri dari beberapa lantai yang menjulang tinggi.
Baru saja mereka melangkahkan kaki masuk untuk membeli tiket, mata Tashima melotot melihat gambar yang membuat ia gagal fokus juga ukuran-ukuran patung yang ... astaga, apa maksudnya. Spontan ia kembali menoleh ke arah nama Museum ini yang berada di samping mereka.
Menelan salivanya sendiri, Tashima menarik tangan Gerald. “Mas?”
“Iya? Kenapa, Shima? Ada yang sakit?” tanya Gerald sedikit terkejut karena tindakan Tashima.
Tashima menggeleng cepat dengan pipi memerah, mana bayang-bayang tadi pagi di kamar mandi, di bawa guyuran shower, mereka melakukan ..., sadar, Tashima. Ia berbisik, “Ini museum sex, Mas.”
Sama halnya dengan Tashima yang terkejut, namun Gerald dengan cepat mengatur ekspresinya seperti sediakala, malah kini, pria itu tersenyum kecil, penuh makna. Menarik pinggang istrinya mendekat. “Kenapa memangnya? Hmm?” Gerald dengan sengaja berbisik di samping telinga Tashima.
“Hih, Mas!” Tashima mundur satu langkah. Mendengkus jengkel, ia memutar tumit dan berjalan meninggalkan Gerald yang tertawa pelan mengejar langkah sang istri.
Satu bulan menjadi pasang suami istri yang hampir setiap Minggu melakukan hubungan intim, sepertinya membangkitkan jalinan kasih, batin di antara mereka. Harus Gerald akui, ia tidak bisa jauh dari Tashima terlalu lama, rasanya ia selalu rindu dengannya, menghidu aroma tubuh gadis itu, lalu mencicipi makanan buatannya, atau sekedar duduk di kamar sambil di temaninya.
Gerald belum pernah merasakan hal menggebu-gebu ini ketika bersama Tasya. Sejak dulu, Gerald memang hanya menaruh perhatian kepada Tashima, hanya ia saja yang buta dengan obsesi dan cinta kepada Tasya, dan mengabaikan kali pertama ia terpaku melihat sosok Tashima yang cantik dengan balutan busana maroon di ulang tahun Alex.
“Tashima tunggu saya,” seru Gerald, menarik tangan gadis itu agar berhenti sejenak.
“Teman mas aneh-aneh, ya?” Rasa jengkel Tashima semakin besar kepada mereka.
Tangan pria itu berpindah ke kepala Tahsima, mengusap lembut. “Maaf, ya. Nanti mas marahi mereka.”
Jika begini, Tashima tidak bisa melanjutkan aksi merajuknya. “Terus gimana?”
“Kita jalan-jalan aja di sekitar sini, anggap aja kencan?” ide Gerald, yang kini merangkul Tashima dalam dekapannya.
“Kencan?” Tashima membeo, dengan mata berkaca-kaca.
Sudah Tashima katakan sebelumnya, jika ia lemah diperlakukan seperti ini oleh Gerald. Ini terlalu manis untuk menjadi kenyataan. Bayangkan, Tashima bahkan tidak berani menghayal hal ini akan terjadi karena takut patah hati untuk kesekian kalinya dikarenakan Gerald yang menikah dengan Tasya.
“Mas?”
“Hmm?” Gerald menoleh sesaat, sebelum kembali fokus ke depan.
“Perasaan mas ke aku sekarang seperti apa?” Meskipun sejujurnya, Tashima gugup hingga lehernya panas saat bertanya, ia cukup penasaran.
Pupil mata pria itu melebar bersama dengan denyut jantung yang berdegup kencang. Ia pun sendiri tidak paham dengan dirinya sendiri. Masih ada sedikit keraguan apakah ini cinta atau ..., perasaan yang timbul sesaat setelah mereka melakukan hubungan badan.
“Nggak usa dijawab sekarang, nggak papa mas." Tashima tersenyum lebar, walaupun begitu, Gerald tahu mata gadis itu tidak bisa berbohong jika ia tidak baik-baik saja dengan hatinya.
“Maaf.”
To be Continued
Kesel? ❌❌❌
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top