Bab 23 || Tashima dan Pemikirannya

[ a.n: hai, guys. seperti biasa, jangan lupa vote, komen dan share cerita ini ke teman-teman kalian, ya! 💕🌹

kalau ada typo atau saran dan kritik? silahkan, ya🌹 - rose sarai ]

Bab 23
Tashima dan Pemikirannya


Tashima tidak berbicara seharian full dengan Gerald setelah pertengkarannya dengan Tasya. Bukan, bukan karena Tashima marah, akan tetapi Gerald yang tiba-tiba menjadi sangat pendiam dan cuek. Tashima beberapa kali mencoba mengajak pria itu berbicara, namun tidak ada respon.

Baiklah, mungkin Gerald masih butuh waktu sendiri. Tidak masalah, Tashima mencoba untuk memahami situasi sang suami, yang mana ia ketahui memang belum menyelesaikan masalahnya bersama Tasya sejak wanita itu memilih melarikan diri dari rumah, meninggalkan suami dan anaknya yang berusia 5 bulan.

Hingga, malam ini, Tashima memutuskan untuk berkutat di dapur seraya membuat beberapa kue kering dengan bahan-bahan yang tadi siang dibelinya di supermarket terdekat. Berharap kue ini dapat mengembalikan mood Gerald yang tidak baik sejak pagi.

Sejujurnya. Perasaan Tashima pun tidak baik-baik saja. Gerald dengan mood-nya berubah, bisa saja menandakan bahwa ia menyesali perbuatannya dan berbalik kepada Tasya, meminta maaf atas keegoisannya selama ini. Satu lagi, perkataan Tasya yang membuat Tashima terkejut. Selama ini, yang ia lihat dari mata Gerald bersama wanita itu adalah kepedulian luar biasa. Mau hujan badai pun, Gerald akan menjemput mantan kekasihnya itu, tidak peduli bahwa mungkin saja jalan di Jakarta sedang banjir, atau ada kabel listrik yang putus tekena dahan pohon yang roboh atau tiang listrik yang tumbang.

Apakah, setelah Gerald mengetahui alasan Tasya pergi meninggalkannya, dan merenungkan hal itu, bisa menggerakkan hatinya untuk kembali kepada Tasya?

Awh!” Tashima yang terlampau hanyut dengan isi kepalanya, tanpa sengaja memegang rak oven tanpa sarung tangan.

Tiba-tiba tangan Tashima ditarik seseorang, dan membawanya ke wastafel, lalu air keran pun dijalankan. Membiarkan tangan wanita itu dialiri air dingin untuk sesaat.

“A—Alex?” gumam Tashima.

“Lo hati-hati, dong. Kalau banyak pikiran, jangan masak, itu namanya bunuh diri sendiri.” Alex berdecak jengkel diakhir kata.

Entah sejak kapan pria itu masuk, Tashima tidak menyadarinya. Apa yang terlalu serius memikirkan hal tentang Gerald sampai-sampai melupakan sekitar?

“Iya! Lo terlalu banyak pikiran,” ujar Alex, lebih menekankan setiap kata-katanya. Tidak sudah baginya untuk membaca gestur wajah Tashima yang sedu sedan sejak pertama kali ia masuk ke sini, bahkan ia sempat menyapa gadis itu, namun tidak dibalas apapun.

“Sok tau, lo. Resek, ah.” Tashima menjauhkan tangannya dari genggaman Alex yang masih berada di bawah aliran air. Ia kemudian memakai sarung tangan dan mengeluarkan rak oven dan meletakkan tempat kue itu di atas meja, lalu mengoleskan batter di atasnya.

Alex ikut menepi di samping kulkas, di sana ada ruang kecil untuk ia menyenderkan tubuhnya. “Mau jalan-jalan, nggak? Cari angin, nggak aneh-aneh, kok.”

Tidak ada respon dari Tashima. Gadis itu masih fokus pada kue-kue keringnya dibandingkan menyahuti ucapan Alex yang terdengar menggiurkan itu. Apa perlu Tashima menerima tawaran Alex? Ia butuh angin segar, terlalu banyak hal yang ia pikirkan akhir-akhir ini hingga membuat semuanya terasa suram, berat, dan suntuk untuk dijalani.

“Gimana? Cuma jalan doang, aelah. Lo nggak bakal gue bawa lari juga kali, santai," seru Alex sekali lagi. “Gue tahu, Lo banyak beban akhir-akhir ini. Lo sesekali butuh refreshing. Ngurus rumah tangga emang melelahkan apalagi sama duda yang masalahnya aja belum kelar sama mantannya."

“Alex! Dia yang lo sebut tadi itu saudara, lo, loh.” Tashima mendelik tajam ke arahnya. “Dia juga suami gue sekarang.”

“Yaudah, sorry.” Alex berpindah ke samping kanan Tashima. ”Jadi gimana? Jalan?"

“Yaudah, iya. Tunggu bentar, gue beres-beres ini dulu, sama minta izin ke mas Gerald keluar bentar.” Tashima memindahkan kue-kue keringnya ke dalam tempat, lalu menutupinya dengan rapi.

Jalan-jalan sebentar tidak akan membawa masalah bukan? Tashima lalu pergi ke kamar, dan menemukan Gerald sedang tertidur pulas bersama Raka di sampingnya, memeluk sang ayah dengan nyaman. Melihat ini, Tashima sedikit ringan hati. Tidak ada lagi tatapan kosong Gerald, atau diamnya pria itu, hanya deru napas teratur yang indah untuk ditatap. Ia kemudian keluar dari sana tanpa meminta izin. Tidak enak jika ia membangun Gerald hanya untuk keluar sebentar saja.

“Yuk, jalan.” Alex berseru dengan semangat empat lima.

Tashima ikut tersenyum karenanya. Alex tetaplah Alex, pria enerjik, friendly, baik hati, yang kadang menyeramkan jika marah atau ada yang mengusik ketenangannya. “Yuk, tapi di sekitar sini aja, ya?”

“Iya Tashima, nggak kemana-mana, ya Allah!” Alex gemas sendiri dengan sahabatnya itu. Seandainya mereka adalah pasangan suami-istri, sudah pasti Tashima habis malam ini. Alex kemudian menggeleng samar, ia tidak boleh kelewat batas. Sadar.

Tashima berjalan di samping Alex. Mereka berjalan di tengah malam, di bawa langit Amsterdam yang berkelap-kelip, bersama air di sungai di samping mereka, dengan hempasan angin yang membawa terbang rambut-rambutnya. Tashima berharap, malam ini, bersama angin, semua pikiran negatifnya itu hilang, semoga saja.

Malam ini, hanya beberapa orang yang berlalu lalang, bahkan tidak terhitung dengan jari. Ya, wajar saja, kini sudah jam 1 malam, hampir setengah 2. Lampu-lampu kota menyala, dengan bohlam kuning, yang menambah khas tembok-tembok di sana.

“Shima?” panggil Alex.

“Kenapa?” jawab Tashima tanpa menoleh ke arah cowok itu. Ia hanya fokus ke depan, dan kadang ke sungai.

“Gue minta maaf buat semuanya. Terutama waktu itu. Gue beneran minta maaf," akuh Alex dengan sungguh-sungguh. Ia tentu menyesali perbuatannya yang tidak bijaksana itu, walaupun sebagian dari dirinya mengatakan bahwa apa yang ia lakukan adalah hal yang benar.

Gadis itu mengeratkan pelukannya pada dirinya sendiri. Memikirkan hal itu, ia juga sedikit terganggu. Syukurlah Alex sadar. “Jangan diulangi lagi. Kalau gitu lagi, jangan main sama gue, deh. Malesin.”

“Gue rasa, kita udah nggak bisa jadi sahabat, lagi, Shima.”

Langkah Tashima tertahan dengan kening mengernyit heran. “Huh? Maksudnya gimana? Gue enggak paham.”

Alex menggaruk tengkuknya. “Ya, gue beneran suka sama Lo, Shima. Cinta.”

Tidak bisa berkata-kata, Tashima menahan napas beberapa detik dengan kepala yang dimiringkan ke samping. Memikirkan kata apa yang tepat untuk ia ucapkan, gadis itu pun berseru. “Hmm ..., Bagi gue, lo tetap sahabat terbaik gue. Gue enggak bisa dapat teman, sahabat, kawan, sobat, orang yang memahami gue seperti lo, yang lebih tau suka duka gue, yang lebih sering sama-sama gue dulu.

Tapi sekarang. Kita udah dibatasi. Gue udah punya suami, terlepas dia kakak lo atau bukan, terlepas apapun itu, gue harap, lo bisa menemukan seseorang yang lebih layak buat Lo, yang pas buat lo, yang mencintai lo. Gue tahu ada yang lebih baik daripada gue, yang pas buat Lo. Dan gue nggak sabar menunggu hari itu datang. Pas lo dengan gaya songong lo bilang, ‘Nih, lihat, calon gue’ gitu.”

Alex tertawa kecil. Ia mengangguk paham. “Lo sejak kapan sih, dewasa banget?

Mereka pun kembali berjalan. Suasana yang tadinya canggung, mencair serpeti sedia kala.

“Lo yang nggak sadar.”

“Tapi kalau Mas Gerald nyakitin kamu, kasih tau aja, biar gue hajar dia.”

“Alex!”

Alex menyengir kaku. “Sorry, but I'll do it. For our friendship. Right?”

Whatever.” Tashima mengibaskan tangannya.

🌹🌹🌹

Gerald perlahan membuka matanya ketika tidak merasakan kehadiran Tashima di sampingnya. Ia kemudian bangun, lalu melepaskan diri dari pelukan Raka. Ia berjalan keluar dari kamar, mencari-cari Tashima sambil memanggil nama gadis itu beberapa kali. Namun sayang, tidak ada sahutan balik darinya.

Kemana Tashina malam-malam begini?

To be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top