Bab 17 || Dinner

[ a.n: surprise 🌼  double update, yey! 😄 ]

Bab 17
Dinner

Tashima meletakkan lalapan di atas meja. Semuanya beres. Ayam goreng, ayam bakar, sambal, lalapan, nasi, juga sate ayam dan acar, tidak lupa es buah. Hari ini, mereka makan makanan Indonesia. Tashima menatap bangga dirinya yang berhasil memasak hari ini, sekaligus deg-degan dengan reaksi teman Gerald yang akan datang setengah jam lagi. Katanya, ada sekitar empat orang. Jadilah, menu ha

Memikirkan Gerald, Tashima teringat kejadian kemarin malam. Pria itu tiba-tiba memeluknya dan berbisik kata, ‘stay,’’ di telinga gadis itu. Entah apa yang terjadi, namun tubuh Gerald gemetar, ada kilat ketakutan di sana. Sesuatu yang belum pernah Tashima lihat sebelumnya. Ada apa dengan suaminya itu? Namun, terlepas dari semua tanda tanya di kepalanya, Tashima teramat sangat senang. Ia dipeluk, seakan-akan Gerald tidak akan melepaskannya walaupun sedetik saja.

Malam pun, saat mereka tertidur, Gerald terus memeluknya, kata pria itu, di sana tidak ada guling, dan dirinya terbiasa memeluk, jadilah ia memeluk gadis itu sampai pagi, dengan Raka yang berada di apartemen Alex. Seperti biasa, anaknya itu merindukan si paman yang menghilang hampir dua hari ini. Sial. Tashima benar-benar bawa perasaan dengan perbuatannya.

“Shima, udah? Mas bantu apa lagi?” tanya Gerald yang keluar dari kamar bersama Raka yang rapi dengan pakaiannya, rambut anak itu telah disisir menyamping hingga tidak ada sehelai pun yang berdiri, wajah penuh dengan bedak dan aroma parfum bayi. Berbeda dengan tubuh sang ayah yang setengah basah, rambut acak-acakan, dan bekas bedak di wajah dan sekitaran baju hitamnya. Mengurusi anak memang sulit, bahkan Tashima mengakui ini.

Gadis itu tersenyum lebar. “Hmm ..., Mas boleh nggak rapihkan mainan Raka di kamarnya?”

Tidak butuh diperintahkan dua kali, pria itu berjalan bersama Raka menuju ke kamar sang anak, entah apa yang bapak dan anak itu lakukan, hanya sesekali Gerald memberitahukan kepada Raka, jika setelah bermain, maka mainan harus kembali disimpan di tempatnya. Sesekali terdengar suara barang-barang jatuh, lalu disusul dengan suara Gerald yang kembali memenuhi ruangan ini. Lucu sekali mereka, pikir Tashima.

Gerald tiba-tiba keluar dari kamar bersama ponselnya. Ia tampak serius, ia hanya melirik Tashima sebentar, lalu berjalan ke pintu keluar, dan menunduk, mengambil sesuatu dan kembali masuk ke dalam apartemen bersama dengan sebuah karton berukuran kecil. Entah apa itu isinya, Tashima ingin bertanya, namun pria itu buru-buru masuk ke dalam kamar. Aneh.

Benda apa yang dibeli Gerald, sampai harus dirahasiakan seperti itu dari Tashima? Apa jangan-jangan itu ..., ah, tidak mungkin. Tashima menggeleng kepala, tidak sadar bahwa di sekujur pipinya telah memerah seperti cabe merah.

••••

Tashima sudah bersiap-siap dalam sekejap. Hanya menggunakan pakaian seadanya yang penting terlihat rapi, dan cantik. Rambutnya diikat, ia memakai sedikit lipstik merah agar ia tampak lebih dewasa.

Sementara itu, Gerald sedang menyisir rambut di depan kaca. Pria itu juga sudah rapi, ia hanya menggunakan pakaian rumah, ala kadarnya. Saat Tashima berkata kepadanya untuk mengganti pakaian, ia bilang ini hanya kunjungan biasa saja, tidak papa jika ia berpenampilan seperti di rumah. Walaupun berpenampilan rumah, tetapi daya tarik pria itu malah semakin menjadi-jadi. Bayangkan baju hitam tanpa motif, celana pendek berwarna putih, rambut sedikit acak-acakan, dan jangan lupa lengan besarnya yang tampak, juga urat-urat yang terlihat. Sungguh, jika bisa, Tashima ingin memeluk lengan suaminya itu sekarang.

“Tamunya udah datang, Mas.” Tashima berdiri di depan kamar, memberitahukan Gerald.

“Ya, buka aja, Shima,” sahutnya seraya melangkah keluar dari sana.

Tashima membenarkan tatanan rambutnya lagi, sebelum bener-bener membuka pintu, ia menarik napas dalam. Semua akan baik-baik saja. Ia layak menjadi istri Gerlad walaupun umurnya masih dibawah jauh dari pria itu.

Pintu terbuka, dan sosok wanita bertubuh kayaknya gitar spanyol, menggunakan gaun merah menyala berdiri sambil tersenyum lebar, menampilkan sederet gigi putih bersihnya.

Tashima terpungkau di tempat. Apa ini tamu mereka? Ah, bukannya teman Gerald semuanya cowok? Apa jangan-jangan mbak ini salah orang ya? But ... wajahnya seperti tidak asing. Siapa, ya?

“Kamu siapa? Kok, ada di rumahnya Gerald?”

Ah, ternyata memang tamu Gerald, orang Indonesia. Kok, Gerald tidak memberitahukan kepadanya jika tamu yang datang adalah perempuan? Mana perempuan cantik berparas bidadari. Tashima sebagai perempuan saja mengakui kecantikannya.

Tashima terperanjat ketika sebuah tangan melingkar di pinggangnya, memeluk tubuhnya dari samping. Menoleh ke kiri, pelakunya sudah jelas, Gerald, dan Raka yang berada di gendongannya.

“Dia istri saya, Tashima. Ini anak kami, Raka.” Gerald melirik Raka yang menatap Sintia dengan takut-takut dan enggan.

Untuk sesaat, Tashima dibuat terbang karena perkataan dan perlakuan Gerald. Namun pandangan wanita itu menyadarkannya. Spontan, Tashima mengulurkan tangannya dengan senyum ramah. “Salam kenal, kak.”

Wanita itu sepertinya shock mengetahui bahwa Gerald telah menikah dan memiliki anak. Semua terpampang di wajah, juga tatapan keterkejutannya. Ragu-ragu, ia membalas uluran tangan Tashima. “Ha ... Hai.”

“Hollaaa ..., pasutri kita!” Keenan berseru dari arah elevator, tangannya terangkat melambai-lambai di udara. Tidak berada jauh, Jason dan Bima pun melakukan hal yang sama, bedanya Jason hanya mengangkat angan sedada, dan yang paling terlihat kalem.

Mereka pun masuk ke dalam apartemen. Acara makan malam pun di mulai. Tashima lagi-lagi digoda oleh teman-teman Gerald. Namun untungnya celetukan mereka tidak keterlaluan, sehingga Tashima masih bisa menahan diri untuk tidak menimpuk kepala mereka dengan sepatula.

“Tashima umur berapa, sih? Jujur, gue penasaran dari pertama dia datang.”

“Enggak ada urusan, umur dia 49 tahun juga tetap dia istri saya.” Gerald meletakkan es buah di atas meja. Gerald tahu, Tashima pasti tidak nyaman jika umurnya dibawa-bawa dalam pembahasan mereka.

Bener saja, itu terbukti saat ia melirik sang istri, gadis itu tersenyum tulus.

Acara berjalan seperti biasa. Hanya, Sintia sepertinya mengubah arah tujuannya dari Gerald ke Jason. Terlihat mereka sudah saling bertukar nomor ponsel.

“Bentar ada lagi yang lepas masa jomblonya, nih.” Bima berseru keras, yang diusul tawa Keenan.

Teman-teman Gerald isengnya memang tidak main-main. Luar biasa.

••••

“Capek banget, Shima?” tanya Gerald, yang ikut masuk ke dalam rumah, semetara seperti biasa, Alex menculik anak mereka ke apartemennya, kata pria itu, ia butuh teman, dan Raka sudah cukup menemaninya di apartemen yang sepi.

Semetara itu. Gerald tahu, Alex masih enggan berbicara dengannya, bahkan sampai detik ini mereka belum bertegur sapa, lebih tepatnya Alex yang melakukan Silence Treatment kepadanya. Biarlah, memang sulit menerima kenyataan yang ia lakukan, dan itu tak masalah, Gerald paham akan itu.

Tashima mengangguk pelan. “Lumayan." Ia tersenyum lebar, namun tangannya mulai bergerak memukul punggungnya sendiri. Menjadi ibu rumah tangga itu melelahkan, namun banyak yang beranggapan bahwa itu hal yang mudah, hanya mengurus anak, memasak, mencuci pakaian dan piring, dan melakukan aktifitas bersih-bersih lainnya, padahal, jika dilakukan, pekerjaan yang paling melelahkan secara fisik dan mental ada menjadi ibu rumah tangga. Berlandaskan pada pola pikir bahwa perempuan di dapur, mengurus rumah, ia harus melakukan semua ini sendiri.

Untungnya, Gerald paham bahwa mengurus rumah itu melelahkan, ia tidak segan-segan membantu Tashima untuk mencuci piring, memandikan dan memberikan pakaian kepada Raka, atau menyapu rumah di sela-sela kesibukan kampus. Terima kasih untuk itu, dari Tashima kepada Gerald dari lubuk terdalamnya.

“Hmm ..., tadi mas dapat paketan, Koyo, mau?” tawarnya sambil mengangkat kemasan koyo dari laci kamar.

Ah, jadi benda yang ia bawa tadi dari pintu apartemen secara diam-diam dan tergesa-gesa itu koyo? Tashima menahan diri untuk tidak tersenyum, ya ampun. Pria ini membuatnya berpikir tidak-tidak.

“Boleh, banget, Mas." Tashima tidak mungkin menolak benda itu. Akhirnya ia menemukan koyo di sini, selama beberapa terkahir, ia berkeliling di sela-sela waktu bersama Raka untuk mencari koyo di toko serba ada, bahkan di toko Asia. Padahal, bahan-bahan makanan Indonesia cukup banyak di sini, tetapi benda satu ini sulit sekali ditemukan. Atau ia saja yang tidak terlalu berusaha untuk mendapatkannya? Apapun itu, yang penting koyo sudah ada di depan matanya.

Masalahnya kini, Tashima tidak tahu bagaimana caranya agar ia bisa memasang koyo dipunggungnya sendiri. Andai tangannya sepanjang dan selentur Lufti di anime One Piece. Baiklah, ia akan mencoba memasang koyo dulu di kamar mandi. Sebab tidak mungkin kan Gerald yang memasang benda tersebut?

“Mas yang pasang aja?”

To be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top