Bab 15 || Cemburu Jilid II

[ a.n: maaf, guys, nggak bisa update beberapa hari kemarin. Soalnya tugas kuliah aku udah dekat tenggatnya. Agak berabe nih, aku sebagai tim tenggatner. 🤣  Kalian, aku usahakan untuk update, ya. Doakan biar aku bisa membagi waktu, ya. Oke, gitu aja, dari aku yang sayang kalian. See you, soon! ]

Bab 15
Keliling Amsterdam

Dam Square adalah tempat yang bisa diibaratkan dengan alun-alun atau pusat kota Amsterdam. Banyak burung merpati yang bila diberi makanan akan datang mendekat sehingga mendapatkan momen yang pas untuk mengambil foto. Seperti yang dilakukan Tashima bersama Raka saat ini, sedangkan Gerlad yang mengambil foto.

Di balik layar kamera, jantung Gerlad berpacu tak karuan, memandangi Tashima yang cantik bersama rambutnya yang terurai, make up tulis, sambil memeluk Raka. Gadis ini memang sejak dari dulu cantik, imut, sangat menggemaskan. Tidak bisa dipungkiri, bahwa ia pernah mendapati sensasi ini ketika melihat Tashima dulu. Sialnya, ia malah menertawakan hal ini, pikirannya berkata bahwa sensasi itu seharusnya tidak ada. Ya, walaupun getaran itu hadir di pertemuan berikutnya, Gerald bertingkah biasa saja, lebih tepat mengabaikan gelombang-gelombang kupu-kupu terbang itu.

“Udah, Mas?” seru Tashima yang berjalan mendekati Gerald yang masih memasang gaya yang sama, memegang kamera di dekat wajahnya.

“Eh? Udah, Shima.” Gerald berdehem sebentar, lalu menunjukkan kamera tersebut kepada sang istri.

Tasima menerima kameranya, menilai satu persatu hasil bidikan kamera Gerald dengan serius. Raka yang ada digendongnya pun ikut melihat ke dalam benda pembeku waktu tersebut.

“Mantap, Mas. Bagus-bagus semua. Besok aku edit dikit, terus aku post di Instagram.” Tashima mengembalikan kamera ke Gerlad. Senyum lima jari terpampang di wajahnya. Siapa yang tidak senang jika mendapatkan hasil jepretan foto yang memuaskan? Tentu semua orang suka. Termasuk Tashima yang feeds instagramnya tidak menyentuh angka 5.

Gerald menahan lengan Tashima ketika gadis itu hendak melangkah pergi. “Sini, Raka sama Papa, aja.”

Raka menggeleng kepala, ia membuang wajah dan memeluk ceruk leher Tashima dengan erat. Sekali lagi, Gerald mendapat penolak dari anaknya sendiri. Namun, anehnya ia senang dengan itu, hati pria satu anak itu berseri-seri, momen-momen yang tidak ia bayangkan terjadi di kehidupannya yang dominan monochrome ini.

“Tapi punggung mama capek. Atau mending Raka jalan aja? Sambil gandeng tangan mama sama papa?” tawar Gerald, yang tampaknya memengaruhi keteguhan hati Raka untuk tetap diperlukan sang ibu.

Tashima masih diam, mengamati interaksi anak dan papanya di depannya. Gerlad jika seperti ini, tampak menjadi suami yang sangat sayang dengan istrinya, dan juga peduli dengan anak juga. Tashima menarik napas pelan, kalau begini, ia bisa-bisa terus jatuh cinta kepadanya. Menyebalkan.

“Enggak papa, Mas.” Seperti biasa, kalimat andalan Tashima keluar. Ia kemudian membetulkan posisi duduk Raka dalam gendongannya.

Mengangkat padangan dari Raka untuk membalas tatapan Tashima dengan ekspresi datar. Gerald tahu, Tashima tidak akan menolak untuk selalu menggendong Raka. Akan tetapi, ada kalahnya anak 3 tahun ini diberikan sedikit pemahaman, bahwa selama ia bisa sendiri, lakukanlah, sebagai orang tua, tidak mungkin mereka mengabaikannya. Lagi pula, Gerlad tahu, setiap malam punggung Tashima sakit, itulah, diam-diam sejak seminggu yang lalu, kalau tidak salah, seharusnya hari ini sudah sampai pesanannya.

“Raka, mau kan?” ujar Gerlad lagi, kali ini dengan lebih lembut. “Nanti mama sama papa gandeng tangan kamu.”

Akhirnya, Raka mengangguk, ia melepaskan lilitan tangan pada leher Tashima. “Laka mau itu,” serunya sambil menunjuk ke arah timur, yang berdiri sebuah monumen ini nasional, obelisk batu kapur yang berdiri sejak tahun 1956. Biasanya, tempat ini dijadikan sebagai tempat memperingati hari bersejarah di Belanda, seperti tanggal 4 Mei.

“Yuk, ke sana." Tashima memegang tangan Raka, dan hal yang sama pun dilakukan oleh Gerlad, mereka pun berjalan menuju monumen bersejarah di mana terdapat empat patung pria yang dirantai,
beberapa anjing, dan seorang wanita dan anak kecil—Patung yang dibuat untuk mengenang perang dunia kedua. Monumen tersebut berada tepat di sekitar museum Ripley, dan juga kumpulan hal-hal teraneh di dunia yang muncul di acara TV Believe it or not.

Tashima kemudian mengedarkan pandangan untuk kesekian kali. Dam Square—lebih tepatnya sekarang mereka berdiri di Royal Palace—sangat luas sehingga ia, Gerald dan Raka bisa bersantai sambil menikmati banyak bule dan turis yang berlalu lalang. Banyak orang tampan dan cantik di sini, namun kenapa di matanya Gerlad yang paling menarik? Sial. Apa hanya dirinya yang berpikir seperti ini?

Iseng-iseng, Tashima menyeletuk. “Mas, banyak yang ganteng, ya?”

Gerald tidak menggubris awalnya, tetapi matanya bergerak cepat mengamati orang-orang di sana. Kemudian ia menoleh kepada Tashima. “Biasa saja.”

“Hih, mata Mas rabun.” Tashima berdecak lidah. Jelas-jelas banyak orang cakep di sini. “Tuh, liat, ganteng kan?” Tashima menunjuk ke arah jarum jam 3, di mana sekumpulan pria yang sepertinya tidak jauh berbeda umurnya dengan Tashima.

“Iya, ganteng.” Mood Gerald yang membaik, langsung luntur seketika. Ya, sudahlah, ia tidak bisa membatasi perkataan Tashima. Namun, kenapa hatinya sakit? Rasanya jengkel sekali.

“Nah, emang ganteng-ganteng mereka, tuh.” Tashima sengaja mengatupkan kedua tangannya di dada, menatap mereka dengan hati berbunga-bunga. Pokoknya ia harus terlihat sangat menyukai mereka secara natural. Jujur, Tashima penasaran, apakah Gerald akan cemburu seperti sebelumnya—walaupun pria itu berdalih bahwa ia tidak cemburu, namun tidak mau hubungan pernikahan mereka diberitakan tidak-tidak karena Tashima terlalu dekat dengan pria lain di sini.

Sepanjang perjalanan mereka mengitari monumen Nasional ini, Tashima tidak henti-hentinya membicarakan tentang pria dan wanita Belanda. Sesekali ia sengaja memuji pria yang berjalan bersama pasangannya, berkata mereka sangat romantis. Hingga berhentilah mereka di depan toko souvernir yang sangat menggemaskan. Tashima kemudian meminta izin kepada sang suami untuk melihat-lihat isinya. Sesuai kata gadis itu, mereka hanya melihat-lihat saja, barang-barang di sana memang lucu-lucu, mulai dari kuncir angin, hingga benda-benda khas Belanda lainnya.

Sesuai prinsipnya, Tashima tidak akan membeli sesuatu yang tidak ada tujuannya. Kasihan uang, apalagi di Belanda, biaya Kehidupan mereka sangat mahal, berbanding terbalik dengan Indonesia. Tashima sampai gigit jari kala pertama kali melihat harga barang-barang. Efek seumur hidupnya terbiasa irit, melihat harga barang-barang di Amsterdam hampir membuatnya jantungan.

Mereka melanjutkan perjalanan lagi menelusuri jalan yang juga lumayan banyak dilalui orang-orang. Bahkan jalan raya di sini, seperti jalan gang di Indonesia. Berukuran kecil, namun tidak padat kendaraan. Lantas saja, udara di sini lebih segar dan terjaga. 

Sampailah mereka di sebuah toko bernama Condomerie. Karena penasaran, Tashima masuk ke dalam toko tersebut tanpa meminta izin Gerald, pikir gadis itu, sang suami akan mengizinkannya masuk ke mana saja. Namun senyum manis di wajahnya memudar seiring matanya melihat isi benda-benda itu dengan teliti. Antara percaya, dan tidak percaya, Tashima mengangkat wajahnya yang memerah padam. Sialan, mengapa pikirannya jadi aneh seperti ini?

Gerlad yang kali ini menggendong Raka, lalu menundukkan wajah hingga berada di samping telinga Tashima. “Mau beli berapa?”

“Ah, Mas!” Tashima menghentakkan kaki dan berjalan keluar dari toko dengan perasaan malu. Gerald yang sejak tadi badmood dengan celotehan gadis itu, tidak bisa menahan gemas, tawa pun ia keluarkan.

Dari nama tokonya saja bisa ditebak produk apa yang dijual di toko tersebut. Benar, Condomerie menjual produk-produk kondom dalam berbagai macam bentuk, ukuran dan rasa.  Kalau ukuran, sudah bisa dibayangkan mereka menyediakan untuk konsumen Asia, Eropa, Timur Tengah dan Afrika. Mereka membuat kerajinan tangan dan souvenir dari kondom. Ada yang berbentuk gajah, buaya ada juga bunga yang tersusun dari puluhan kondom warna-warni.

To be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top