Bab 13 || Terkuak

Bab 13
Terkuak

Alex baru saja selesai berjalan-jalan santai di sekitar apartemen. Sungai Amstel sungguh luar biasa, juga jalan setapak yang banyak dilalui orang-orang di depan apartemen ini membuat suasana sangat asing bagi Alex. Banyak perahu atau boat yang terparkir di depan apartemen, lebih tepatnya di bawah sungai Amstel, juga posisi apartemen mereka yang berada di dekat jalan penyeberangan sehingga pemandangan yang indah dan bagus sekali untuk mengisi story instragramnya yang gersang akhir-akhir ini.

Sesekali Alex melirik bule-bule cantik yang ikut melihatnya dengan senyum kaku. Perlu diakui mereka memang cantik, berkulit putih kepucatan, hidung mancung, mata yang cantik. Namun bagi Alex, orang Indonesia masihlah tetap jauh lebih cantik, rambut hitam, kulit kuning langsat dan sawo matang yang seksi, walaupun hidung orang Indonesia lebih banyak yang pesek. Kecuali Tashima, ah, Alex malah memikirkan istri kakaknya. Sialan.

Ingat Alex, Tashima sudah memiliki suami, hati kecil pria itu terus mengingatkan kenyataan pahit itu, yang selalu berakhir dengan rasa penyesalan tak tertahankan.

Alex menghentikan langkahnya, mengurungkan niat untuk keluar dari Elevator dan tetap menekan tombol terbuka pada benda tersebut agar bisa mendengar suara bariton yang sangat ia kenal itu.

"Mama. Tenang, aku sudah bertanggung jawab penuh atas Shima. Aku tahu memang enggak benar untuk menikahi Tashima. Tapi semua sudah terjadi, nenek Gadis nggak bakal hidup lagi, dan dia sendirian, kesepian, aku harus bertanggung jawab bukan, Ma? Tolong mengerti sedikit, Ma. Kalau mama mau akhir semua ini, ayok selesaikan di pengadilan, Ma."

Semakin dekat, suara Gerald terdengar jelas. Alex paham sekarang, mengeratkan genggaman, dengan rahang yang terkatup, keras. Sialan! Gerald sialan. Memejamkan mata untuk menahan segala macam emosi di kepalanya, Alex berjalan keluar dari Elevator dan berhadapan langsung dengan sang kakak.

"Jadi ini, alasan Mas nikahin Shima?" Alex tersenyum kecil, lebih ke arah mengejek, seraya mengangkat satu alisnya.

Gerald tentu kaget bukan main melihat adiknya, apalagi Alex melontarkan pertanyaan seperti itu. Dalam hitungan detik, Gerald yakin masalah semakin runyam. "Alex? Sejak kapan kamu di situ?"

"Brengsek, ya Lo, mas?" Alex tidak bisa menahan diri untuk tidak melepaskan pukulan keras ke arah Gerald hingga mengenai rahangnya. Tidak peduli dirinya adalah adik di sini, yang jelas perbuatan pria itu salah besar. Kenapa ia melakukannya? Seharusnya ia berkata jujur saja dan melaporkan diri kepada polisi, bukan dengan cara seperti ini. Apa katanya, bertanggung jawab? Cuih!

Alex melayangkan satu pukulan keras, lagi, yang kini tepat di pipi kanan Gerald hingga pria itu terhuyung ke belakang, jatuh di atas lantai, bahkan ujung bibir Gerald sedikit mengeluarkan darah.

"Bukan urusan penting gue dari kapan di sini, Mas." Rahang Alex mengeras, napasnya tak terkontrol sekarang. "Lo kalau enggak bener-bener cinta sama Shima, jangan kasih harapan palsu! Lo nggak tau seberapa susahnya dia dulu buat move on dari, Lo? Dia mati-matian asal Lo tahu! Dan sekarang Lo mau nyakitin dia lagi? Nggak bakal gue biarin!"

Apa Gerald tidak tahu, bahwa Tashima memiliki perasaan kepadanya? Dengan menikahi gadis itu tanpa ikatan emosi, sama saja omong kosong, dan Alex benci mengetahui hal ini.

"Lex! Tenang dulu." Gerald meludah di atas lantai bersama bercak darah yang tercampur.

"Tenang gimana? Lo mainin hati cewek! Gila kali gue tenang aja." Alex berjalan mendekati Gerald yang sudah bangkit berdiri. "Brengsek! Bisa-bisa Lo bunuh Nenek Shima, terus Lo nikahin cucunya? Wah hebat banget kakak gue yang satu ini! Luar biasa!"

Gerald menahan diri untuk tidak membalas pukulan Alex. Tentu ia bisa balik memukulnya, akan tatapi di situasi serpeti ini, membalasnya hanya akan menambah masalah. "Alex? Kamu suka sama Shima?" tanyanya hati-hati.

"Iya! Gue suka sama dia! Kenapa?" Alex menarik kasar rambutnya yang berantakan sehabis bangun tidur, hingga beberapa helaian rambut ikut tersemat disela-sela jarinya.

Gerald terdiam, bergeming. Ia tahu Alex menyukai Tashima, itulah sebabnya mereka masih bersahabat hingga detik ini, mengingat sifat Alex yang tidak suka dengan orang munafik, yang hanya memandang dirinya karena harta keluarga. Itulah mengapa teman-teman Alex yang bisa terhubung dengan jari, sisanya kacung-kacung yang ia bawa saat dibutuhkan saja, seperti pergi ke acara dan hal-hal yang mengharuskan ia tampak keren.

"Sekali gue lihat Tashima nangis karena lo, mending lepasin dia, biarin dia hidup bahagia!" desis Alex, memperingati.

"Alex!" Gerald tidak tahan diperlakukan seperti itu.

Remaja pria itu berjalan lebih dekat lagi dengan sang kakak. "Gue nggak bakal biarin dia nangis karena Lo. Kalau enggak sanggup lepasin di-"

"Alexx!" bentak Gerald. Untuk sekian lama, akhir ia membentak adiknya. Menghela napas panjang. Ia menarik bahu cowok itu hingga berhadapan dengannya. "Kamu harus percaya sama Mas. Apapun itu, kamu percaya sama Mas!"

Alex menepis tangan Gerald. "Setelah semua tindakan pengecut Lo, gue harus percaya? Yang bener aja, dong? Gue nggak mau tahu, semua masalah ini harus lo selesaikan sebelum gue yang turun tangan."

Gerald mengigit bibir bawahnya. Mau tidak mau ia kembali bersuara. "Kamu mau Shima bertambah depresi setelah mengetahui semua ini? Apa kamu pikir dengan berkata jujur semua akan baik-baik saja? Coba pikirkan pake otak kamu. Seandainya dari awal Mas jujur ke dia, apa hubungan kalian akan baik-baik saja hingga detik ini? Nggak menampik fakta bahwa, hubungan kalian akan memburuk bukan, Lex? Cucu mana yang baik-baik aja berdekatan sama keluarga yang membunuh neneknya, Lex?" Gerald terdiam sejenak. "Cuma kamu satu-satunya sahabat yang dia punya, kalau dia tahu tentang ini, apa kabar perasaannya? Kamu mikir ke sana nggak?"

Berada di posisi dan kenyataan bahwa dirinya tidak bisa berbuat apa-apa saat ini adalah sesuatu yang sangat buruk bagi Alex. Setiap perkataan Gerald benar, dan ia mau tak mau harus mengiakan detik itu juga. Tidak bisa berdebat lagi, Alex memilih pergi dari sana, masuk ke dalam apartemennya yang berada di samping milik Gerald. Niat awal hendak berkunjung, malah berakhir dengan keengganan untuk berjumpa dengan Tashima.

Bertepatan dengan itu, Tashima membuka pintu apartemen dan menemukan Gerald yang membersihkan bekas darah di ujung bibirnya, ia kemudian menoleh ke sebelah, pintu Alex baru saja ditutup.

Gerald yang sadar, langsung tersenyum lebar. "Nggak papa, Shima. Mas pergi ke kampus dulu, ya. Kamu jaga Raka, dan jangan lupa makan."

Apa yang terjadi? Kenapa juga ada ludah bercampur darah di lantai? Apa tadi, keributan yang sempat ia dengar di dalam kamar saat membersihkan dirinya dan Raka adalah pertengkaran mereka? Sebelumnya, Tashima tidak pernah melihat kakak beradik itu saling adu jotos, jika pun mereka berkelahi, itu sangat jarang sebab Gerald akan selalu mengalah untuk adiknya. Namun, apa yang terjadi barusan?

Setelah Gerald hilang dari hadapannya, Tashima kemudian masuk ke dalam kamar.

"Raka mau makan kue lagi, kan? Yuk, ikut mama ke bawa." Tashima

To be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top