Satu Hari Bersama Frisna dan Vinta
Catur memasuki kelas dengan langkah gontai. Terhitung sudah tiga hari teman sebangkunya tidak masuk sekolah. Entah apa alasannya tidak ada yang tau. Jangan tanya berapa banyak pesan yang sudah dikirim oleh Catur dan Sirro untuk tau keadaan Frisna. Hasilnya nihil. Cowok itu tidak menjawabnya bahkan senin malam tanpa alasan yang jelas Frisna out dari grup chat Line.
Selain Frisna yang tidak ada kabarnya, Vinta juga mulai menjauhinya. Tidak ada Vinta yang ramah, tidak ada Vinta yang murah senyum, tidak ada lagi karena gadis itu mulai berubah.
Jika begini Catur tidak semangat pergi ke sekolah. Mungkin kalau ada Frisna, ia akan sedikit terhibur. Tetapi sekarang tidak ada semuanya. Ada Sirro, tapi remaja itu tidak sekelas dengan Catur.
"Pasangan lo kemana dah, Tur? Udah tiga hari doi gak masuk. Sakit parah ya?" tanya Hendra duduk di sebelah Catur.
Ah ya, setidaknya Catur masih punya Hendra untuk menghiburnya.
"Gue juga gak tau. Pulang dari konser sabtu lalu dia gak ada kabar terbaru," jawab Catur.
"Udah lo samperin ke rumahnya?" tanya Hendra.
Kadang Catur bodoh memang. Kenapa usulan Hendra tidak pernah dipikirkannya?
Tadinya Catur lemas, layaknya orang yang tak punya semangat hidup. Setelah mendengar pertanyaan Henra, ada secercah harapan. Dengan segera Catur memakai tasnya.
"Bilangin gue sakit hari ini! Thanks Ndra," kata Catur sebelum akhirnya melangkah pergi.
Cowok itu berjalan menuju kelas Sirro. Berbicara soal kelas Sirro, itu artinya ia akan bertemu dengan Rican nantinya. Mengingat Sirro dan Rican satu kelas. Catur langsung menghentikan langkahnya dan berpikir. Tidak. Remaja itu tidak akan masuk ke kelas Sirro. Lagipula temannya itu juga akan menolak kalau diajak bolos.
Catur membalikan badan bersiap menuju parkiran. Langkahnya mulus sampai parkiran. Ia mengeluarkan pinky dari deretan beberapa motor. Sudah memakai helm dan jacket, tapi tiba-tiba saja Alan berdiri di belakangnya.
Kebetulan ada Alan. Mungkin Catur bisa bertanya kepada cowok itu bagaimana keadaan Frisna.
Catur mengurungkan niatnya untuk pergi. Ia turun. Tanpa diminta si lawan bicara sudah mendekat.
"Kebetulan ada lo," ucap Alan memulai percakapan.
"Kenapa? Btw, Frisna ada di rumah? Dia sakit?" tanya Catur to the point.
"Temen lo gak cerita kalau dia bukan anak bokap gue?" jawab Alan lengkap dengan tatapan songongnya. "Gue kira lo temen baiknya yang tau segala hal tentang dia. Ckck ternyata gue salah."
Dahi Catur mengkerut. "Maksud lo?"
"Papa nggak terima Frisna gebukin gue Jum'at lalu. Berhubung Papa baru pulang sabtu malam, gue baru bisa cerita malamnya. Gue ceritain semua ke Papa dan abang-abang gue dong!" kata Alan dengan bangga.
Cepu somplak!
Alan merangkul Catur. "Bokap marah. Selain dipukulin, temen lo juga dikasih tau kenyataan bahwa dia cuma anak pungut."
Catur menjauhkan tangan Alan kasar. Sekarang ia beralih menatapnya tajam. Alan tersenyum kecut.
"Frisna udah gue hempas. Sekarang tinggal lo doang. Gue janji dengan senang hati bakalan tendang manja lo dari sekolahan ini," bisiknya di telinga kanan Catur.
Cowok yang dibisiki hanya bisa diam. Catur tau papa Alan juga Frisna adalah salah satu orang yang cukup berkuasa di SMA Dratayuda. Itu sebabnya Alan menjadi sok berkuasa juga.
Alansyah Dirjaya adalah cowok yang terkenal sebagai biang onar, suka cabut seenaknya, sering menyambangi ruang BK, tapi anehnya tidak pernah dikeluarkan dari sekolah. Tahu alasannya? Ya, karena jabatan penting Papanya ia bisa bertahan.
Catur masih diam sampai Alan mendorong tubuhnya hingga terpental beberapa meter. Untung saja ia bisa menyeimbangkan tubuhnya sehingga tak tersungkur. Remaja arogan yang pernah kenal dekat dengan Catur itu membersihkan seragamnya.
"Kotor," katanya.
Tangan Catur mengepal sempurna. Ingin meninju Alan, tapi cowok itu sudah berjalan meninggalkan. Catur menggerang. Ia bisa saja menghajar tubuh Alan dari belakang, tapi diurungkan karena menurutnya sekarang bukanlah waktu yang tepat.
"Oh iya," Alan menghentikan langkahnya dan berbalik. "Bilangin ke temen lo kalau ketemu. Papa sama Mama nyuruh dia angkut semua pakaian dan barang-barangnya dari rumah. Kalau bisa secepatnya. Dah giti aja," lanjutnya lalu kembali berjalan lagi.
Catur menyumpahi Alan, tapi remaja itu tak hiraukan. Lupakan si Alan. Sekarang Catur harus mencari tau keberadaan Frisna. Tetapi kemana dulu?
Mungkin dimulai dari Warla dulu kali ya? Iya, Warla. Ya Tuhan lagi-lagi Catur baru kepikiran sekarang.
Catur membawa pinky keluar dari area sekolah. Beruntung tadi pak Satpam tidak mengejarnya. Masih tak terlalu jauh dari area sekolah Catur melihat seorang gadis sedang menuntun sepeda matic berwarna putih. Dilihat dari helm-nya, Catur langsung tahu siapa itu.
Dia dekatkan pinky ke arah Vinta.
Iya, Vinta.
Semenjak kejadian sabtu lalu, Vinta semakin tidak suka pada Rican. Untuk itu Vinta meminta Hardi mengijinkanya membawa sepeda sendiri ke sekolah. Awalnya terasa aneh karena tiba-tiba saja Vinta meminta hal iyu. Tapi setelah diberi penjelasan akhirnya Hardi mengiyakan.
"Motornya kenapa, Dek?" Sengaja Catur menggoda Vinta.
Sudah tau siapa yang mengajaknya berbicara si gadis tetap berjalan tak memperdulikan keberadaan Catur.
Anggap aja setan, batinnya berbicara.
Merasa diabaikan Catur menghentikan si pinky tepat di depan motor Vinta. Ia juga turun berhadapan langsung dengan pemiliknya.
Debaran aneh itu kembali. Kedua mata mereka kembali bertemu. Rasanya aneh, detak jantung berdebar tak karuan.Vinta benci hal ini. Ia harus segera menghilangkan debaran konyol yang datang tak tepat waktu itu.
Vinta melengos, tidak berani menatap mata Catur.
"Vinta,"
"Lima menit lagi bel masuk kelas. Gue mohon biarin gue lewat," jawabnya lembut.
Catur menggeleng. "Ikut gue," katanya menarik tangan Vinta.
Vinta melepas tangan Catur kasar. "Gue nggak mau!"
"Gue minta baik-baik. Ikut gue ya?"
"Lo bukan siapa-siapa gue!"
Catur terlihat bersedih. "Padahal gue calon pengurus lo di hari tua nanti lho."
Vinta memutar kedua bola mata. Malas. "Gue gak ada waktu buat ladenin cowok macem lo! Minggir!"
Catur kembali menggeleng. Tak lama ada dua cowok berjalan berdampingan, Catur kenal dengan mereka langsung menghentikannya.
"Eh kalian berdua."
Dua cowok itu tersenyum kemudian mendekat.
"Siap bang. Selamat pagi, ada yang bisa kita bantu?" Itu kata cowok yang satu.
Mereka berdua adalah adik kelas Catur yang kebetulan ikut eskul Paskibra.
"Kebetulan. Bang Komang mau minta tolong ke kalian. Tolong bawa motor ini ke parkiran. Kunci-nya nanti abang ambil pas pulang sekolah."
"Siap bang!"
"Oh iya. Ini motornya lagi gak beres jadi gak bisa kalian naikin. Tolong ya," jelas Catur menyerahkan motor ke dua adik kelasnya.
"Siap bang!"
...
Catur menghentikan motor trailnya di depan Warla yang terlihat sepi. Didepan pintu yang terbuat dari kayu itu ditempeli kertas yang bertuliskan "Closed" yang berarti tutup.
"Anjay ini Warla ngalah-ngalahin supermarket aja," kata Catur terkekeh.
Vinta yang berada disampingnya tak bisa menahan tawa. Cewek itu kembali tertawa setelah tiga hari lamanya. Terimakasih pada Mbak Lala yang sudah menempelkan kertas lecek itu. Sebagai gantinya, besok Catur print-kan kertas yang baru dan akan di-laminating.
"Sering-sering ketawa biar gue makin jatuh cinta," ucapan Catur seketika mengembalikan Vinta ke-mode diam-nya.
Masih sama-sama diam sampai akhirnya Vinta geram.
"Lo mau nunggu tulisan warung ini berubah jadi 'Open' gitu?"
Catur menggeleng. "Gue mau nunggu sampai hati lo kembali terbuka untuk gue," jawaban itu jujur dari dasar hati Catur, tapi entah kenapa Vinta malah mencubitnya.
"Lo ajak gue bolos cuma buat ke warung ini?" tanya Vinta nada tak percaya.
"Enggak sih," menggantung. "Gue mau cari Frisna."
"Ngapain lo ajak gue?"
"Gue sekalian mau jelasin soal yang sabtu kemarin."
Vinta diam mendengarkan penjelasan Catur. Remaja itu bercerita tentang apa yang dialami Rican dan semuanya. Awalnya Vinta kaget, ia sempat merasa bersalah karena sudah menjauhi Rican. Tapi dengan tenang Catur kembali menjelaskan.
Tidak ada air mata karena dari awal Catur sudah peringatkan bahwa tidak boleh menangis saat cerita dimulai. Catur bernapas lega karena sudah menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Dan bersyukurnya Vinta paham dengan kejadian itu. Bahkan cewek itu sempat meminta maaf.
"Sekarang udah clear semua ya?"
Vinta mengangguk.
"Sekarang ikut gue cari Frisna ya?"
"Iya, tapi kita mulai dari mana?"
Catur diam. Kemudian mengambil ponsel, mencari kontak nama Frisna. Entah keajaiban dari mana cowok itu akhirnya menjawab panggilan telfonnya.
"Yoo bro?" sapa Frisna disebrang sana.
"Asu, kon ndek ndi? (Anjing, lo dimana?)" jawab Catur menggunakan bahasa Jawa.
Vinta tertawa karena itu terdengar aneh dan kaku. Sama dengan Vinta, Frisna juga tertawa. "Hahaha!!! Gue geli njir denger lo ngomong pake bahasa Jawa."
"Bodo! Lo dimana?"
"Ayas ndek Batu. Alun-alun, lapo ngolek'i? Kangen a Sam? Haha. (Saya di Batu. Alun-alun. Ngapain cari? Kangen?)" jawab Frisna.
"Kangen gundulmu! Tunggu gue otw kesana."
"Loh lapo?"
"Jangan bertingkah lo sok gak butuh. Gengsi lo kegedean! Udah lo stay disana, gue otw," kata Catur mengakhiri obrolannya.
"Kita ke Batu ya."
...
Cowok itu menyulut rokoknya. Total sudah dua bungkus rokok ia habiskan untuk pagi ini. Sebelumnya ia tidak pernah se-frustasi ini.
Sabtu malam setelah Frisna pulang tiba-tiba saja orang yang dipanggilnya Papa dan ketiga Abang, memukuli tubuhnya secara membabi buta.
Ia tidak bisa melarikan diri. Dia seperti menikmati siksaan dunia itu.
"Papa diam selama ini karena papa pikir kamu nggak akan bertindak sejauh itu! Kamu tau betapa berharganya Alan bagi kami ha? Kamu tau?"
"Anak nggak tau diuntung! Harusnya kamu bersyukur karena papa dan abang-abang mau nerima kamu!"
"Kamu harus tau. Dulu, Mama kamu itu ketauan tidur dengan laki-laki lain. Dia hamil bukan anak papa. Diam-diam dia selingkuh dibelakang papa. Sampai akhirnya dia ngaku dan minta maaf.
"Bahkan dulu waktu mama kamu tau kalau lagi hamil, dia nggak mau nerima kamu! Dia sempat berencana gugurin kandungannya! Dia sempat mau buang kamu ke panti asuhan! Tapi apa? Papa, abang-abang kamu bahkan Alan udah terlanjur jatuh ke dalam pesona kamu! Kami pertahankan kamu.
"Lalu sekarang? Ini balasan kamu? Kamu gebukin abang kamu sendiri? Dasar anak kurang ajar!!!"
Ingatan Frisna kembali ke malam itu. Malam dimana semua kenyataan terungkap. Malam dimana papa idolanya mengatakan satu rahasia pahit. Malam lalu untuk pertama kalinya air mata Frisna mengalir dengan derasnya. Untuk pertama kalinya ia merasa ... Lemah.
"Upil setan! Gue udah keliling nyariin lo gak taunya malah disini," kata Catur bergabung dengan Frisna.
Cowok itu hanya membalasnya dengan kekehan ringan. Ia melihat Catur tidak sendiri karena ada Vinta disamping kirinya. "Eh ada Vinta juga."
Vinta hanya tersenyum seadanya.
"Lo mau-maunya diajak Komang bolos ke sini. Dulu ya waktu jamannya pacaran ama Rican, doi ngajak ke mall atau caffe mahal. Nah ama lo? Diajak ke tempat ginian? Duh kalo gue mah ogah."
"Fris lo udah pernah ditampar cogan gak?"
Vinta menggeleng melihat tingkah laku dua remaja itu. Frisna terkekeh pelan.
"Haha. Gue tiap pagi nampar diri sendiri, fyi," jawabnya ngawur. "Btw, berdua kesini masih pake seragam? Tiati diciduk ama satpol pp," peringat Frisna ke mereka berdua.
Frisna benar. Masih terlalu pagi untuk datang ke tempat seperti ini dengan menggunakan seragam.
"Oh iya ya? Gue bawa baju sama celana buat ganti sih. Kebetulan bawa karena rencananya mau jalan sama anak-anak tadinya," ucap Vinta.
"Gue tinggal buka baju seragam aja," kata Catur.
Frisna mengangguk. "Ayo Vin. Ganti di kamar mandi dulu."
Setelah itu mereka berjalan menuju toilet umum. Vinta masuk ke dalam toilet sementara Catur dan Frisna menunggu di depan.
Catur mengamati wajah Frisna yang babak belur. Sudut bibirnya biru begitu pula disebelah mata kanannya.
"Fris perlu gue tanya kenapa gak?" tanya Catur.
Frisna tersenyum kecut. "Gak perlu," jawabnya cepat.
"Gue bukan anak kandung Papa. Ternyata nyokap maen sama cowok lain di belakang Papa. Dia hamil dan lahirlah si Mail," kata Frisna bercerita.
"Gue sama sekali nggak nyesel udah gebukin Alan. Yang ada gue malah berterimakasih sama dia. Karena kejadian itu gue jadi tahu."
Catur mengelus punggung Frisna.
"Gue gak mau sedih dan tolong jangan bikin gue mewek lagi. Cukup sabtu malam gue bertindak kayak cewek lemah."
"Siapa bilang cowok gak boleh nangis? Boleh kali," ucap Catur.
Frisna mengangguk setuju. "Btw nyokap udah ngasih tau siapa dan dimana bokap kandung gue tinggal."
"Terus lo udah ketemu?"
Frisna mengangguk mantap. "Tiga hari gue gak sekolah karena cari tau tentang bokap kandung. Udah ketemu Mang, tapi gue belum bicara langsung."
"Kenapa?"
"Gue belum siap"
Catur meyakinkan Frisna. "Lo harus ngomong sama dia. Gimana pun dia harus tebus semuanya."
"Iya."
"Gue anterin mau?"
Frisna mengangguk. "Iya. Nanti kalo gue siap pasti kabarin lo."
Percakapan terhenti karena Vinta sudah kembali. Dan seharian itu mereka bertiga menghabiskan waktu bersama. Waktu yang nanti tidak bisa terulang kembali~
#sasaji
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top