Peringatan atau Ancaman?
Warung Mbak Lala atau sering disebut Warla siang ini sedang ramai. Banyak siswa menghabiskan waktu bolosnya di warung yang terkenal dengan pecel pincuk dan soto ayamnya. Warla adalah warung yang sering di-gunakan untuk tempat pelarian. Banyak siswa-siswi datang dari beberapa sekolah mengunakan Warla sebagai markas rahasia.
Di warung bercat biru itu berbagai siswa dari beberapa sekolah saling berbagi cerita. Mereka dekat layaknya saudara. Setiap dua minggu sekali mereka mengatur jadwal bolos bersama. Artinya, semua anggota aktif maupun pasif yang sering nongkrong di Warla wajib hukumnya merelakan satu hari full untuk bolos dan berkumpul bersama.
Bahkan tak jarang mereka sering mengadakan touring berjamaah mengelilingi kota Malang dan lebih sering ke luar kota terdekat.
Para anggota tidak pernah membeda-bedakan status sosial. Tidak peduli kaya, miskin, jelek, atau ganteng yang terpenting mereka bersatu di Warla dengan tujuan yang sama; membolos. Mereka menganggap dirinya sama, tidak ada senioritas maupun junioritas.
Mereka menjunjung tinggi nilai solidaritas. Mereka akan menjadi orang pertama yang turun tangan saat salah satu anggota terluka atau terkena masalah.
Catur adalah salah satu bukti nyatanya. Ia baru bergabung di warung ini sejak putus dari Rican dan anggota Warla langsung menyambutnya dengan tangan terbuka. Mereka sangat ramah. Alhasil nggak ada satu minggu Catur berhasil dibuat nyaman dan aman.
"Anjir lo! Pantesan anteng. Lagi makan soto rupanya, ckckck." Tiba-tiba Frisna datang dan bergabung disebelah Catur.
Setelah balik dari rumah Vinta, Catur memutuskan untuk tidak kembali ke sekolah. Terhitung sudah empat jam pelajaran terbuang sia-sia. Harusnya ini menjadi dua jam pelajaran terakhir, tapi entah kenapa sosok Frisna muncul di sini.
"Lo bolos?" tanya Catur tanpa menoleh.
"Tolong ngaca!" jawab Frisna mencomot satu tempe yang tersaji. "Mbak La nasi campur satu!"
Catur terkekeh mendengar jawaban Frisna. Harusnya ia tidak usah menanyakan pertanyaan itu. Jam terakhir hari ini adalah pelajaran bahasa Indonesia, pantas saja Frisna kabur.
"Banyak juga yang cabut, ketua kelas lo salah satunya," ucap Frisna beralih mencomot bakwan.
"Lagian bego banget yang masih bertahan di kelas. Mana ada yang mau nanya ke nyokap dulu ngidamnya apa. Kalo gue mah ogah! Yakali ntar maju satu-satu buat nyeritain itu."
Catur hampir saja lupa tentang tugas tak masuk akal itu. Beruntunglah ia memilih bolos ke warung mbak Lala.
"Tas gue njir!"
"Sans. Gue ini adalah tipe teman pengertian. Udah gue bawain tas lo,"
Catur bernapas lega.
"Tapi tadi semua isinya gue tinggal di kolong meja, berat soalnya. Hehe," aku Frisna tanpa rasa bersalah.
Catur menepuk jidatnya kasar. Demi apapun di dunia ini, jika saja bukan pelajaran Bu Wulan, pasti ia sudah berlari menuju kelas sekarang.
"Gobs! Lo tau nggak kalau di kotak pensil gue ada banyak bolpoin dan tipeX?" tanya Catur. "Ah lo mah kagak tau gimana sakitnya kehilangan bolpoin! Aduh gimana nih nasib bolpoin pilot gue," tambahnya hiperbola.
Frisna menjitak kepala Catur kasar. "Najis lo! Tapi sekali lagi harap tenang. Karena gue paham banyak maling pulpen di kelas kita. Makanya gue cuman pindahin buku-buku lo aja ya sedangkan tempat pensilnya aman."
Detik selanjutnya Catur merangkul Frisna kuat. Sampai-sampai ia tidak bisa membedakan mana rangkulan persahabatan dan sebuah pitingan mematikan. "Cinta banget sama Frisna!"
"Najis asu! Lepas!"
Catur melepas pelukannya dan kembali menikmati makan siangnya. Suasana warung Mbak Lala semakin heboh ketika Raka-anak SMA sebelah- berteriak menawarkan tiket musik.
Raka masuk ke dalam warung mendapati Catur dan Frisna asik dengan makanan masing-masing. Dan sengaja Raka menepuk punggung Frisna keras hingga membuat cowok itu melepas tempe yang ada ditangannya paksa.
"Frisa lama tak berjumpa denganmu membuat ku rindu," ucap Raka duduk disebelah Frisna.
Frisna memasang wajah berbinar. Tangannya merangkul pundak Raka. "Unch, Raka ku. Aku juga merindukanmu!" Bersamaan dengan berakhirnya kalimat itu mencubit leher Raka hingga merah.
"Wataw! Gila lu Nying. Lama kagak ketemu makin galak ya."
Catur memilih tidak menyimak obrolan mereka berdua. Begitulah saat Frisna dan Raka bertemu. Mereka akan hanyut dalam topik tersendiri. Setelah berbincang-bincang cukap lama, Raka memberi tau apa maksud kedatangannya.
"SMA gue mau ultah. Ngadain acara kayak biasa dan gue kebagian segebok tiket. Nih lo bedua mau gak? Gue kasih harga temen deh."
"Berapa htm-nya? G-starnya siapa?"
"Harga asli tujuh lima, tapi karena kita temen jadi lima puluh lima aja. Bintang tamu-nya tadinya Raisa sih, tapi ada some reason jadi diganti Sheila on 7."
"Kalau sheila mah gue nggak pake mikir. Gue ambil! Tur, lo iya kagak?"
Sheila on 7 ya? Batin Catur.
"Kapan acaranya?" tanya Catur sebelum mengambil keputusan.
"Sabtu depan. Eh mbak La, marimas jambu satu dong!"
Catur berpikir, Sheila on 7? Bukannya itu band favorit Adzra ya?
Beberapa waktu lalu Adzra sempat membahas band idolanya yang akan manggung di Malang. Selain itu banyak lagu Sheila on 7 yang Catur suka. Dan baiklah demi memberi kejutan untuk Adzra, ia akan membeli dua tiket.
"Gue ambil dua deh," kata Catur mengambil dompet hitamnya.
"Oke. Tiga ya?"
"Empat sama Nesa. Lima dah sama Sirro juga," sahut Frisna.
"Nih lima ya." Raka mengambil lima tiket lalu memberikannya ke Frisna dan menukarnya dengan uang.
"Thanks ya. Gue ke belakang dulu nawarin anak-anak yang lain. Bye. See you, anjingku." pamit Raka pergi keluar dengan membawa gelas marimas di tangan kanan.
...
Sesuai dengan janji Bunda pulang sekolah hari ini Catur akan dijemput. Terlihat Adzra sudah berdiri di gerbang, tapi masnya belum juga kelihatan. Padahal bel sudah berbunyi lima menit lalu.
Sirro berjalan keluar gerbang tak sengaja melihat kehadiran Adzra. Cowok itu diam senejak, mengeluarkan ponsel yang ada dalam saku celana.
Sirajudin Ah: lo berdua dmn? Gue dari kelas kalian tp ga ada.
Sirajudin Ah: Adzra ada di dpn gerbang buruan balik.
Dewa Frisna: otw sayangkuh.
Tak lama setelah pesan itu terbalaskan Catur muncul dibelakang Sirro. Cowok itu menyentuh punggung Sirro dengan jari telunjuknya.
"Astagfirullah." kaget Sirro.
"Hehehe..." ringis Catur. "Udah ah gue gak mau berlama-lama, Bunda udah nungguin. Bye my bunny Sirro, love you too..."
Detik selanjutnya cowok itu pergi menghilang dari hadapan Sirro.
"Untung temen."
Adzra berlarian kecil memeluk Catur. Banyak yang menyaksikan adegan kakak-adik itu. Ada yang mecaci, ada yang setuju, ada yang patah hati, dan banyak lainnya. Satu yang tidak mereka tau jika Catur dan Adzra saudara.
Setelah adegan berpelukan, Adzra mengajak Catur masuk ke dalam.
Di mobil ternyata sudah ada Erfan yang menunggu. Catur memilih duduk di jok belakang bersama Adzra. Selama perjalan tidak ada yang berbicara. Hanya sesekali Adzra mengajak Catur berbicara, tapi cowok itu menangapi seadanya. Ia akan jaim saat ada Erfan di sekitarnya.
Mereka tidak langsung pulang melainkan mampir ke tempat Bunda bekerja. Ketika sampai, Adzra turun untuk menjemput Bunda di dalam klinik. Gadis itu sudah pergi. Sekarang hanya ada Catur dan Erfan.
Canggung. Itulah keadaan yang sedang dirasakan oleh keduanya.
Sebelumnya Catur tidak akan betah berlama-lama berhadapan dengan Erfan. Biasanya begitu berhadapan dengan Erfan, remaja itu akan menghindar.
"Ekhm.." Erfan berdeham.
Dehaman Erfan membuat Catur bergerak tidak nyaman.
"Abi mau nanya ke kamu," ucap Erfan mengesampingkan rasa canggungnya.
Catur tidak menjawab, ia hanya mengangguk sebagai persetujuan.
"Kamu nyebat?" tanya Erfan to the point.
Nyebat? Pikir Catur. Abi tirinya itu gaul juga ternyata. Ah lupakan.
"Kadang," jawab Catur.
"Berhenti bisa?"
Siapa dia berani memberi perintah pada Catur seenaknya.
"Abi nggak masalah mau kamu nyebat atau enggak, tapi Bunda kamu? Gimana jadinya kalau dia tau kamu ngerokok?" tanya Erfan. "Tur, bukannya kamu anak paskibra, ya? Emang boleh ngerokok?" lanjutnya bertanya.
"Boleh selama nggak ketahuan. Lagian aku juga mau keluar dari paski," jawab Catur ogah-ogahan.
"Keluar? Kenapa?"
"Bukan urusan Abi."
Benar. Bukan urusan Erfan.
"Apapun alasan kamu berhenti merokok. Sekali lagi bukannya Abi ngelarang, tapi pikirkan Bunda kamu.
Dia akan kecewa kalau tahu."
"Selain itu kurangin lah bolosnya. Abi nggak suka kamu ngabisin waktu di Warla." tambah pria itu.
Mata Catur membulat seketika. Kok bisa ayahnya tahu? Apakah ayah tirinya adalah cenayang atau seorang mata-mata?
"Kamu kelewat batas. Jika suatu saat nanti Abi sudah turun tangan jangan salahkan."
"Bentuk dari tindakan turun tangan Abi apa contonhnya?" Catur tak tinggal diam untuk itu ia memberanikan diri bersuara.
"Abi akan memperketat dan menambah peraturan-peraturan di rumah. "
Catur berdecih. "Semakin di kekang aku semakin melawan," katanya tersenyum kecut.
"Selama ini Abi udah baik. Tapi semakin kesini kamu nggak bisa dibiarkan. Lagipula Abi hanya memperingatkan kamu supaya nggak terjerumus lebih dalam ke arah pergaulan negatif."
Catur kembali tersenyum kecut. "Ini bentuk peringatan atau ancaman?"
"Abi hanya memperingatkan." emosi Erfan tersulut juga. "Satu yang harus kamu tau bahwa saat ini Bunda lagi hamil. Kamu orang pertama yang Abi kasih tau dan otomatis mau tidak mau kamu akan menjadi seorang kakak dari pria yang kamu benci."
Tbc
#sasaji
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top