Akankah Kembali?

Senin malam mereka resmi berteman. Baik Catur maupun Vinta terlihat bahagia dan kebahagiaan itu juga dirasakan oleh teman dekat Vinta juga teman dekat Catur. Disaat mereka berpapasan, mereka akan saling bertegur sapa. Baik menyebut nama secara lisan atau hanya melalui senyuman.

Empat hari belakangan mereka sering pergi ke kantin bersama. Duduk menikmati makan siang di satu meja yang sama. Hal itu menjadi sorotan tersendiri bagi sebagian murid SMA Dratayuda. Anggota geng hits IPS satu dekat dengan siswi IPS dua cukup menjadi perbincangan menarik. Banyak yang membahasnya dan salah satunya adalah teman-teman Rican.

Rican bosan mendengar gossip tentang kedekatan mereka semua. Terlebih tentang Catur dan saudara kembarnya. Entah kenapa ada rasa tak rela ketika melihat Catur move on.

Alan yang sekarang sudah resmi menjabat sebagai pemilik hati Rican memperhatikan gadisnya. Dari tadi Alan bercerita panjang lebar, tapi gadis itu tak mendengarkan.

"Viska!" panggil Alan kasar.

Cewek yang disebut namanya langsung tersentak kaget. Fyi, Alan lebih suka memanggil Rican dengan panggilan Viska. Karena Rican punya kepanjangan yaitu Riviska Cantik dan Rican adalah panggilan sayang Catur pada gadis itu.

"Kamu liatin siapa sih?" Alan mengikuti ekor mata Rican yang menatap segerombolan Catur dan Vinta sedang bercanda bersama. Terjawab sudah pertanyaan Alan.

"E-eh.. Enggak kok. Kenapa kamu tadi ngomong apa?"

"Lupain! Aku ke toilet dulu." setelah mengatakan kalimat itu Alan pergi.

Rican tak ambil pusing. Ia kembali memperhatikan wajah Catur dari tempat duduknya.

"Kalian besok jadi nonton konser Sheila on 7? Tiketnya beneran sold out ya?" Dida bersuara.

Frisna mengangguk. "Iya. Lo sama Vinta nggak kebagian tiket ya?"

Mereka yang disebut namanya mengangguk bersama.

"Tenang aja sih. Besok pasti banyak calo. Eh tapi gak tau juga ya menginggat banyak SheilaGank luar kota yang katanya datang. Secara band ini udah ditunggu-tunggu banget kehadirannya," jelas Frisna.

"Lagian lo berdua jangan ngejomblo mulu lah. Gak enaknya gini kalo ada acara kagak ada yang ngajakin. Btw, Mang, lo kan punya tiket dua, nah itu satu-nya bisa lo lelang ke salah satu dari mereka."

"Tiket gue yang satu-nya udah gue kasih ke Adzra," jawab Catur santuy.

Adzra? Siapa Adzra? Batin Vinta.

"Anjir lo jadi kasih ke cewek comel itu? Unch. Gue pasti datang dengan semangat membara!" Kali ini Sirro yang bersuara. Sejak awal bertemu dengan Adzra, Sirro sudah menaruh hati padanya.

Telunjuk Catur bergerak ke kanan dan ke kiri. "Nanana. Gue bakal jauhin dia dari tangan najis lo! Kagak mungkin gue biarin lo deket-deket Adzra."

Ada rasa yang membuat Vinta cemburu. Catur, Frisna, dan Sirro masih membahas tentang Adzra. Merasa semakin panas, Vinta memilih mengundurkan diri dari hadapan ketiga cowok itu dan disusul oleh keempat temannya. Sekarang hanya tersisa mereka bertiga.a

Bel masuk berbunyi setelah itu. Frisna dan Sirro memilih kembali ke kelas sementara Catur berpisah dipersimpangan karena mau ke toilet. Cowok itu berjalan ke kamar mandi pria. Menuntaskan tugasnya: BAB.

Lima menit berada dalam kamar mandi akhirnya Catur keluar dengan perasaan lega. Baru saja selangkah keluar kamar mandi dari kejauhan ia melihat Rican sedang ditarik paksa Alan.

Merasa ada yang janggal Catur mengikuti kemana perginya sepasang kekasih itu. Si Alan membawa Rican lewat gedung belakang. Catur sempat melihat Rican membangkang, tapi Alan membentak sampai gadis itu kembali diam.

Sepasang remaja itu masih terus berjalan sampai ke sebuah mobil berwarna hitam. Kemungkinan besar, mobil itu milik Alan.

Catur bercedak sebal. Jika begini ia tidak bisa melihat apa yang mereka lakukan. Tapi mengapa Catur melangkah sejauh ini?

Bodoh! Rutuk Catur dalam hati.

Apapun yang mereka lakukan tidak ada hubungan dengan dirinya kan? Lalu untuk apa Catur pusing memikirkannya? Ck.

Setelah sadar tidak ada gunanya Catur memilih membalikan badan. Ia harus kembali ke area sekolah.

Agak ragu ia berjalan meninggalkan Alan dan Rican. Sepanjang perjalanan Catur memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.

Tadi ekspresi wajah Rican tadi tidak seperti biasa. Gadis itu seperti dipaksa agar mau mengikuti langkah Alan. Di tengah perjalanan Catur menghentikan langkahnya.

Catur Damara: parkiran gedung belakang! Buruan!

Ia mengirimkan pesan kepada kedua temannya. Bukan, bukannya ia tidak berani melawan Alan sendiri-jika kemungkinan buruk yang dipikirkannya terjadi-, tapi cowok itu merasa butuh bantuan kedua temannya. Tak berselang lama Frisna datang dengan keringat yang masih mengucur.

"Sirro ada ulangan Fisika," kata Frisna memberitahu."Ada apa?" lanjutnya bertanya.

Catur menceritakan semua pada Frisna. Detik selanjutnya mereka berlari sekencang mungkin.

Semakin dekat Catur mendengar teriakan Rican di parkiran yang sepi itu. Tidak salah lagi gadis itu pasti kenapa-kenapa.

"Bangsat keluar lo!" Frisna berdiri di depan kaca mobil Alan.

Catur dan Frisna mendengar tangis Rican semakin kencang. Mereka juga mendengar namanya disebut bergantian oleh gadis itu.

Tidak ada respon. Catur beralih ke pintu mobil lalu mengetuk kaca jendela.

"Rican! Buka!"

Ia mendekatkan matanya supaya bisa melihat apa yang terjadi didalam sana. "Bangsat! Buka pintunya!"

Remaja itu tau apa yang terjadi di dalam sana. Si brengsek Alan membuka seragam Rican bagian atas. Tangan kanan Alan memengang ponsel pintar sementara tangan kirinya menjelajah ke daerah terlarang.

Catur tidak tinggal diam karena kejadian di dalam sana sudah keterlaluan. Tanpa segan Catur berusaha memecahkan kaca mobil Alan. Berusaha sekuat tenaga, Catur dan Frisna tak memperdulikan tangannya yang mulai memerah.
Hingga pukulan kesekian kacanya berhasil dipecahkan.

Alan yang mengetahui hal itu tersenyum licik. Dengan segera Catur membuka pintu mobil. Remaja itu meminta Rican memakai seragamnya. Di saat bersamaan Frisna menarik kerah seragam Alan hingga keluar dari mobilnya.

"Bangsat mati lo!" Frisna menghantam tubuh Alan dengan beberapa pukulan.

"GUE CINTA VISKA NJING!!! GUE LAKUIN INI KARENA GUE CINTA DIA! GUE MAU VISKA JADI MILIK GUE SELAMANYA. GUE CINTA DIA! GUE CINTA VISKA!!!" Alan bangkit dan berbalik menghajar adiknya.

"Gue cinta Viska! Tapi akhir-akhir ini dia sering merhatiin temen lo. Gue sayang dia, tapi akhir-akhir ini dia sering gak dengerin gue ngomong gara-gara mikirin temen bangsat lo itu!" maki Alan.

Kemudiam cowok itu diam mengatur napasnya yang tak beraturan. Catur keluar dan berdiri dihadapan Alan.

"Gue sengaja ngelakuin itu karena gue nggak mau Rican ninggalin gue!"

"Lo rekam tadi?" giliran Catur yang meraih kerah seragam Alan.

"Iya! Gue ngerekam semuanya dari awal!" jujurnya.

Satu tonjokan di wajah Alan berhasil membuat cowok itu tersungkur di tanah. Catur menggeledah saku celana Alan. Ponsel cowok itu dibukanya kebetulannya tidak dipola. Segera Catur membuka galeri dan menghapus vidionya.

"Gue sengaja ngerekam karena vidio itu bisa gue gunain untuk mengancam Rican supaya dia nggak ninggalin gue! Gue cinta sama dia dari lama! GUE CINTA SAMA DIA, TOLOL!!!" Alan bangkit.

Ia mulai menghajar Catur. Pukulan pertama tepat di hidung Catur sehingga hidungnya mengeluakan darah segar.

Catur tersenyum kecut. "Cinta nggak kayak gitu, goblok!" jawabnya membanting ponsel pintar Alan, menginjaknya beberapa kali lalu menghajar remaja itu kemudian.

Frisna membiarkan dua remaja itu saling adu jotos. Mereka berdua saling meluapkan amarahnya sampai tubuh Alan tersungkur ke tanah untuk yang kesekian kalinya.

"Gue janji kalo lo berani deketin Rican lagi. Gue bakal beneran mampusin lo!" tegas Catur berjalan ke mobil dan mengajak Rican pergi dari sana.

"Gue juga nggak akan segan mampusin lo dengan kedua tangan gue sendiri. Gue gak peduli meskipun lo kakak kandung gue sendiri!" tambah Frisna menyepak tubuh Alan.

...

Catur membawa Rican menjauh dari parkiran. Gadis itu masih menangis sesegukan. Andai Catur tidak datang pasti nasibnya akan lebih parah dari ini.

"Udah gak papa," ucap Catur menenangkan.

Frisna berlarian kecil menyamai langkah kaki kedua temannya. Ia berjalan berdampingan dengan Catur.

"Mau lo ajak kemana?" tanya Frisna.

"Anter balik aja. Tapi gue pinjem mobil lo ya."

Frisna mengangguk lalu merogoh kunci mobil yang ada disaku celana. Setelah mendapatkan benda yang dicari ia menyerahkannya pada Catur.

"Gue anter dia balik ya. Kunci motor gue ada di tas. Ntar sekalian bawain tas gue ya."

Frisna mengangguk.

"Gue akan kirim pesan ke Vinta supaya nanti dia bawain tas dan mobil Rican pulang. Gue duluan Fris," tambah Catur.

Untuk yang kedua kalinya Frisna mengangguk. "Iya, hati-hati. Sampein ke Rican atas nama Alan, gue minta maaf," bisik Frisna pelan.

Setelah itu Catur dan Rican pergi.
Sekarang Catur duduk bersebelahan dengan Rican di mobil Frisna. Dulu waktu mereka masih bersama, Catur tidak akan membiarkan Rican menangis, apapun sebabnya.

"Jangan nangis. Ada aku disini." tenang Catur mengusap lengan Rican pelan.

Rican menoleh. Ia merasa malu. "Aku nggak mau pulang. Mama-Papa keluar kota," katanya serak.

"Mau kemana? Aku anterin."

"Bunda."

Catur mengangguk. Untuk saat ini Catur tidak ingin bertanya. Biarkan sendiri Rican yang bercerita Catur miris melihat gadis yang ada disebelanya. Rican yang dikenalnya sudah ... Ah lupakan.

Ia merasa gagal sebagai teman. Andai saja tadi ia langsung menghampiri mereka pasti keadaannya tidak akan serumit ini.

"Maafin aku," ucap Catur. "Harusnya aku langsung nyamperin kamu waktu Alan-"

Rican menggeleng kuat. "J-jangan sebut nama cowok brengsek itu!"

Catur seakan bisa merasakan luka Rican.

"Maafin aku, Tur. Harusnya aku nggak putusin kamu cuma karena cowok brengsek itu."

Catur meminggirkan mobil. Ia menatap Rican. Sedetik kemudian ia tersenyum tak percaya. Jadi itu alasan Rican memutuskan hubungan sepihak dengannya?

Kerena Alan? Kenapa Alan?

Cowok itu lebih jauh bermasalah. Lupakan soal jabatan Alan sebagai ketua futsal. Dari segi fisik, Alan memang jauh lebih menang dibandingkan Catur. Cowok itu hampir sempurna- jika sifatnya baik dan tidak suka membuat ulah. Alan seorang kakak kelas pujaan semua kalangan. Sifat bad-nya membuat banyak gadis terpikat.

Kadang Catur berpikir kenapa kebanyakan anak perempuan suka tipe-tipe bad boy. Padahal menurutnya tidak ada yang patut dibanggakan dari sifat itu. Tapi sudah tau begitu, sekarang Catur masuk kategori calon bad boy mengingat akhir-akhir ini ia sering meninggalkan pelajaran.

Catur masih diam. Dia emosi, kepalanya terasa panas. Ingin rasanya ia melapiaskannya, tapi pada siapa?

"Maafin aku." Rican meremas rok yang dikenakannya.

"Nope."

Rican bodoh. Kenapa bisa ia memilih Alan yang notabene-nya telah tercemar?

"Dari kejadian ini aku sadar, Tur. Karena itu aku berniat kembali menjalin hubungan sama kamu."

"Gak segampang itu!" untuk pertama kalinya Catur membentak Rican.

"Aku tau kamu masih menyimpan rasa itu. Aku janji aku akan perbaiki semuanya."

"Aku mohon. Beri aku kesempatan satu kali lagi."

Tbc.

#sasaji

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top