Part 9: Ingatan Tentangmu
Yola memandang ke luar jendela, lebih tepatnya memperhatikan perempuan yang kini sedang melambaikan tangan ke arahnya. Gelas kopi di hadapannya disingkirkan lebih dulu lalu ia berjalan ke arah pintu utama demi menyambut tamunya.
Perempuan di hadapan Yola tersenyum sambil matanya meneliti sebentar ke dalam kafe. Yola bisa menangkap ada keharuan di dalam sepasang mata itu.
"Selamat datang di Thursday, Mbak!"
"Unik banget, La." Perempuan itu kemudian memeluk hangat Yola.
"Apanya, Mbak?"
"Namanya." Yola hanya membalasnya dengan senyum.
"Ini, kenapa Mbak enggak minta aku aja yang datang ke kantor?"
"Enggak masalah. Tadi saya habis ketemu sama teman, terus kebetulan ingat kafe kamu ada di sekitar sini. Ya, jadinya saya sekalian mampir saja."
"Pasti first love, Mbak Friska itu, ya?"
"Kamu kepo deh!" balas Friska sambil menahan senyum malu-malu.
"Enggak apa-apa dong sekali-kali aku kepo. Kali aja aku bisa bantu bikin kalian balikan."
"Terima kasih banyak atas tawaran kamu, tapi sebaiknya kita bahas persoalan yang lebih penting saja, ya!" Friska mengangkat tangan kanannya seolah ingin menutup topik yang sedang mereka bahas.
Yola kemudian mengomando langkah Friska menuju kursi kosong. Tepat gelas kopinya berada di sana.
"Duduk, Mbak!" Gadis itu lalu berjalan ke arah stafnya yang lewat untuk meminta dibuatkan tambahan minuman.
"Kenapa Thursday?" tanya Friska usai Yola duduk.
"Karena aku suka hari Kamis."
"Hanya itu?" Yola mengangguk sambil tersenyum. Perempuan di depannya kembali mengedarkan pandangan ke sekeliling kafe dengan penasaran.
"Mau saya ajak keliling kafe, Mbak?"
"Boleh, tapi sepertinya enggak sekarang, ya, La. Kita langsung masuk ke topik utama tujuan saya datang ke sini dulu." Yola menunggu dengan sabar sampai perempuan di depannya kembali bersuara. "Apa kamu mau masuk televisi?"
"Maksudnya bagaimana, Mbak?"
"Saya ada tawaran untuk acara kuliner. Di mana para chef akan membuat hidangan yang punya kisah menarik di baliknya. Tema untuk season kali ini adalah cake and bakery. Saya pikir, itu akan cocok dengan kamu sebagai patissier. Bagaimana?"
"Hmm, saya belum ada pikiran masuk televisi seperti itu, Mbak."
"Dicoba saja. Bisa jadi setelah kamu dikenal lewat layar televisi, makin banyak juga yang datang ke Thursday lho, La!" Yola sudah cukup bersyukur bisa menjadi patissier, dan ia tidak pernah sekalipun berpikir tentang masuk ke dunia hiburan dengan bakat yang dimilikinya tersebut.
"Mau aja, La!" Suara Lova mengintervensi Yola untuk kembali berpikir dengan tawaran dari Friska. Lova lalu menaruh cangkir berisi cokelat hangat di depan Friska dan duduk di kursi sebelah Yola.
"Diminum, Mbak!"
"Makasih, Va. Kabarin saya kalau kamu sudah memutuskan, ya, La! Tapi jawaban kamu harus iya." Perempuan itu menahan tawa usai menyesap minumannya.
"Mbak!" Yola melihat adanya kepuasan melalui lemparan high five yang dilakukan antara Friska dengan Lova di depannya.
Yola mendorong troli belanjanya menuju rak berisi sekumpulan tepung. Di sana ia bisa menemukan berbagai varian tepung dari merek yang berbeda. Matanya meneliti ke setiap rak mencoba mencari jenis tepung yang biasa digunakannya. Ia lalu meraih satu bungkusan tepung untuk membuat roti. Satu memori tiba-tiba terlintas dalam pikirannya secara sadar. Lantas, ia bergeming di tempatnya berdiri.
"Kalau suatu hari aku mampu punya toko kue sendiri, aku mau ngasih nama Thursday."
"Kenapa harus Kamis?"
"Karena hari Kamis adalah momen di mana kita pertama kali ketemu, dan hari itu juga aku udah jatuh cinta sama kamu."
"Keren."
"Keren doang nih?"
"Keren banget dong. Aku doakan, suatu hari nanti cita-cita kamu bisa tercapai." Yola tersenyum menatap lelaki di depannya dengan binar penuh cinta.
Yola kembali menyadarkan diri dari masa lalu yang terkadang masih menghampiri kesehariannya. Yola tidak berniat melupakan kenangan itu, karena kebersamaannya dengan lelaki itu adalah sesuatu yang pernah ia pilih.
Gadis itu memasukkan beberapa jenis tepung yang dibutuhkan lalu kembali mendorong trolinya menuju rak aneka cokelat. Ia kehabisan cokelat batangan yang biasa digunakannya sebagai hiasan untuk kue yang dibuatnya. Saat sedang fokus memilah jenis cokelat, bahunya ditepuk dari belakang.
"Yola, ya? Tuh kan, bener. Gue udah merhatiin lo dari tadi dan ternyata beneran itu lo. Apa kabar, La? Sejak kapan balik? Gue kira, lo belum balik ke Indo." Rentetan pertanyaan meluncur dari sosok yang sekian lama baru ditemui Yola.
"Baik."
"Gue denger dari anak-anak, lo punya kafe, ya?"
"Alhamdulillah. Lo masih kerja di Best Mart, Wid?" Wiwid mengangguk, sementara Yola masih memperhatikan gadis di depannya yang terlihat lebih berisi dari enam tahun lalu. "Betah juga lo, ya?!"
"Ya, mau gimana lagi. Demi menyambung hidup, La."
"Udah jadi Asisten Manager dong lo sekarang?"
"Masih audit, Yola!"
"Gue doain karier lo terus menanjak asal kerja lo bener."
"Sejak kapan kerjaan gue enggak bener sih, La."
"Yakin mau gue ingatkan lagi kelakuan lo di masa lalu?" Gadis itu menyengir lebar sambil menggandeng lengan Yola.
"Udah makan malem belum, La? Gue traktir, yuk!"
"Beneran nih? Nanti ujung-ujungnya gue disuruh bayar sendiri."
"Itu dulu, Yola."
"Terus, sekarang?"
"Ya, ada lah sedikit-sedikit. Ini lo udahan atau belum belanjanya?"
Yola memperhatikan kembali isi troli di depannya kemudian menjawab, "Udah cukup sih, kayaknya." Mereka lalu berjalan menuju kasir untuk menyelesaikan pembayaran.
Tak lama kemudian, keduanya sudah berada di kedai kopi tidak jauh dari area supermarket tempat mereka berbelanja tadi. Wiwid masih terus bercerita tentang banyak hal termasuk hubungan asmaranya dengan senior di Best Mart. Gadis itu bahkan tidak merasa canggung terhadap Yola meskipun keduanya baru bertemu kembali setelah enam tahun berlalu. Mereka seperti hanya berpisah selama satu bulan.
Di masa lalu, Yola selalu kesulitan bekerjasama dengan gadis itu. Banyak hal yang membuatnya kesal dan marah atas perilaku Wiwid selama menjadi partner kerjanya. Namun, ia tidak menyangka momen mengesalkan itu akan menjadi kenangan yang membuat dirinya tertawa saat mengingatnya.
Kini, Wiwid sudah menjelma menjadi perempuan dewasa layaknya dirinya. Perempuan itu bahkan sudah mampu menepati ucapannya. Ya, kali ini Yola benar-benar ditraktir seperti ucapan Wiwid sebelumnya.
Yola kembali ke kafe lalu berjalan menuju pantry. Ia mengatur barang belanjaannya di tempat masing-masing. Kini, persedian bahan-bahan kue dan rotinya lumayan lengkap untuk seminggu ke depan. Ia kemudian berjalan menuju lantai dua.
Pertama kali melihat gedung ini, Yola langsung menyukainya. Selain fakta bahwa kawasannya dekat dengan pusat kota Jakarta, gedung ini memiliki bangunan dua lantai. Ia menggunakan lantai dua untuk tempat tinggalnya dan lantai bawah untuk bagian kafenya.
Kalau saja Yola tidak bertemu dengan Friska, mungkin hidupnya tidak akan pernah bisa berubah. Beruntungnya, ia bertemu dengan perempuan itu ketika mengantar hasil laundry dari Mama Mia. Setelah sering bertemu dan mengobrol ringan, Yola menawarkan crossaint buatannya. Tidak disangka Friska sangat menyukainya dan berterima kasih karena Yola sudah mau membagi makanan dengannya. Dari sana, mereka bertukar nomor ponsel dan saling bercerita.
Yola tidak menyangka hubungan baik mereka berlanjut sampai akhirnya Friska menawarkan kerjasama agar Yola bisa mengembangkan kemampuannya di bidang kuliner. Friska bekerja di sebuah agensi hiburan nasional. Ia baru menjabat sebagai CEO ketika mengenal Yola. Friska mengatakan ingin mengembangkan perusahaannya dengan merangkul talent di luar dunia hiburan, seperti penulis, pelukis, dan juga chef. Oleh karena itu, Friska bersikeras membujuk Yola agar bergabung dengan Crystal Entertainment.
Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang datang di depannya, Yola dengan percaya diri menerima tawaran itu dan mulai fokus belajar. Lima tahun ia belajar di El Savama kemudian diterima sebagai Commis. Ia juga sempat magang sebagai Tim Pastry di restoran milik Chef Alfin, salah satu chef ternama di Australia.
Yola tersenyum sambil memandangi langit malam Kota Jakarta dari balik jendela kamarnya. Namun, keindahan itu kenapa terlihat begitu sepi?
Ingatannya tiba-tiba kembali pada pembicaraannya dengan Wiwid beberapa jam yang lalu.
"Cowok yang waktu itu, pernah nyariin lo di toko lho, La."
"Kapan?"
"Yah?"
"Kapan dia nyariin gue?"
"Sebelum lo ke Ausie."
"Memangnya, lo enggak ngabarin dia sebelum pergi?"
"Ngabarin."
"Kalian ketemu kan, sebelum lo pergi?" Yola menggeleng. "Terus, kalau sekarang udah ketemu?" Yola menggeleng lagi.
Yola mematikan lampu terang kamarnya dan menyalakan lampu tidur yang lebih redup. Ia mendesah beberapa kali kemudian menarik selimutnya sampai dada, lalu memejamkan matanya berusaha segera pergi ke alam mimpi.
10 Mei 2024
Teruntuk yang masih setia membaca cerita ini, terima kasih banyak 💚
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top