Part 7: Pergi Untuk Kembali

Yola bekerja dalam diam seharian ini. Sejak sampai toko dan mulai melakukan pekerjaannya, gadis itu bahkan belum memulai percakapan santai dengan Wiwid sampai membuat partner-nya yang satu itu bertanya-tanya dalam hening.

Selama beberapa hari ini Yola sudah berpikir matang perihal keputusan yang akan diambil demi masa depannya. Ia belum memberitahu Wiwid, karena takut gadis itu akan menjadi heboh dan menceritakan ke mana-mana. Yola ingin pergi dari perusahaan tempatnya bekerja saat ini dengan tenang dan baik-baik. Yola berniat memberi tahu gadis itu minimal satu minggu sebelum pergi saja. Meski begitu, ia harus siap mendengarkan protes dari Wiwid untuknya.

"Mau makan siang di mana, La?" tanya Wiwid saat jam istirahat sudah tiba.

"Lo aja, Wid. Gue lagi males makan."

"Gue traktir deh."

"Enggak perlu bercanda!"

"Dih, serius, La. Kalau cuma makan batagor depan toko mah, duit gue masih cukup kali."

"Enggak usah. Gue lagi enggak nafsu makan, Wid."

"Lo lagi ada masalah, ya, La?" Meskipun terbilang ceroboh dalam hal pekerjaan, nyatanya Wiwid cukup peka terhadap kondisi teman dekatnya. Yola bersyukur untuk sifatnya yang satu itu. "Ada apaan sih?"

"Lagi sumpek aja sama orang rumah," ujar Yola sambil menaruh ponsel di saku kemejanya.

"Lo lagi marahan sama orang rumah, ya?" Setelah diam beberapa saat, Yola akhirnya mengangguk pelan. "Memang tuh, enggak enak banget kalau lagi marahan sama orang rumah. Mau tetep diem-dieman, tapi mereka keluarga. Mau bersikap seolah enggak terjadi apa-apa, tapi sakitnya terasa nyata. Serbasalah banget. Kalau gue sih, sekarang cuek aja, La."

"Tapi kadang enggak semudah itu, Wid. Katanya, kita juga harus hormat sama orang yang lebih tua."

"Cuek yang gue maksud adalah fokusin ke diri sendiri aja dulu. Kalau gue enggak suka sama sikap mereka, ya, gue bakalan marah sama mereka. Sekarang gue enggak mau mendam-mendam lagi perasaan enggak enak cuma, karena mereka berstatus sebagai keluarga atau mereka lebih tua dari kita. Kalau bukan gue yang sayang sama diri gue sendiri, siapa lagi kan, ya?!"

Kata-kata Wiwid membuat Yola kembali berpikir, apa benar sikapnya kemarin tidak jadi masalah. Kalau diingat-ingat ke belakang, ia memang selalu bersikap legowo terhadap perlakuan Mama Mia dan Yayu kepadanya. Mungkin karena hal itulah juga Yola sering menyepelekan perasaannya sendiri.

Sepulang kerja Yola bertemu dengan Lova di depan minimarket langganan mereka. Keduanya duduk saling berhadapan sembari menyesap teh dingin kemasan botol. Yola menghela napas beberapa kali. Hal itu tentu saja mengalihkan perhatian Lova dari ponsel di genggaman tangannya.

"Udah packing, La?"

"Udah, sebagian. Lagian barang gue sedikit."

"Tetep aja. Lo harus detail lho. Jangan sampai ada satu barang pun yang ketinggalan. Bisa berabe urusannya. Lo kan, ke Ausi bukan seminggu dua minggu, tapi lebih dari itu."

"Iya, Nyonya. Bawel lo!"

"Dikasih tau malah bilang gue bawel lo!"

"Ih, sensi. Kenapa lo, Va? Muka lo kusut banget."

"Biasa lah."

"Kenapa lagi sama laki lo?"

"Sepele sih. Kemarin pas berangkat kerja playlist gue disetop sama dia."

"Diganti lagu dangdut?" tanya Yola sambil menahan senyum, perempuan itu hanya mengangguk pelan. Yola tahu betul musik favorit Lova berbanding terbalik dengan pasangannya. Oleh karena itu, setiap hari mereka bertukar playlist demi menjaga kerukunan rumah tangga.

Awalnya, Yola pikir hal tersebut lucu. Namun, lama-kelamaan ia jadi paham dengan arti saling menghargai dalam setiap hubungan. Bila ingin dihargai, setidaknya ia harus menghargai seseorang. Begitulah konsepnya kurang lebih.

Mengobrol dengan Lova memang benar-benar bisa membunuh waktu. Perempuan itu bisa menjadi mood boster bagi Yola saat dirinya membutuhkan teman berkeluh-kesah. Ia jadi ingat pertama kali bertemu Lova di Best Mart saat menjadi karyawan baru sementara Lova sudah bekerja selama 2 tahun sebagai Food Adviser.

Bagi Yola, berteman dengan Lova tidak terlalu sulit. Perempuan itu mudah bergaul dan sangat blak-blakan dalam berbicara. Bila ada hal yang tidak disukainya, Lova akan mengutarakannya dengan mudah tanpa ragu. Tidak peduli pendapat orang lain yang berbicara di belakangnya adalah hal yang menurut Yola tidak mudah dilakukan beberapa orang. Namun, selalu ada sebab dan akibat. Karena sikapnya itulah, banyak yang menaruh cemburu kepada Lova di Best Mart hingga berakhir perempuan itu dipindahkan ke cabang toko lain demi meredam masalah yang menjadi perbincangan di kalangan karyawan.

Yola melihat Lova sedang menegak teh kemasannya sampai habis lalu berkata, "Jam berapa nih?" tanyanya sendiri sembari memeriksa waktu dari jam tangannya. "Pantes udah ngantuk banget. Pulang yuk, La?! Si Levi pasti ngomel nih."

"Paling juga orangnya udah molor, Va."

"Enggak, La. Gitu-gitu juga dia selalu melek kalau gue belum nyampe rumah."

"Oh, how's sweet. Minta jemput aja kalau gitu!"

"Gue kan, mau minta dianter sama lo, La. Lupa?" Lova bangkit dari kursinya diikuti Yola di sampingnya yang juga ikut berdiri.

"Bisa aja lo."

Keduanya lalu berjalan menuju letak di mana motor Yola terparkir. Yola memang meminta bertemu dengan Lova dan sebagai imbalannya ia akan mengantar perempuan itu pulang sampai ke rumahnya. Jadi, mau tidak mau ia harus menepati janji yang sudah dibuatnya itu.

Setelah menguatkan tekadnya, Yola memutuskan untuk berangkat ke negara kanguru. Seperti yang sudah dijanjikan oleh pemilik Crystal Entertainment, ia akan belajar di dunia pastry selama 5 tahun ke depan. Yola berharap bisa menjalaninya demi meraih mimpinya selama ini. Tidak akan ada kesempatan kedua, pikir Yola. Pada akhirnya, tawaran tersebut menjadi jalan kaburnya dari rumah yang selama ini menampungnya. Rumah peninggalan ayahnya.

Kendati ada sebagian dari hatinya yang terasa berat mengingat keluarga yang akan ditinggalkannya di Indonesia. Yola bak anak durhaka yang pergi tanpa memberi kabar sebelumnya. Gadis itu hanya meninggalkan catatan di depan lemari pendingin ketika meninggalkan rumah. Ia tidak ingin Mama Mia menggagalkan rencananya. Yola benar-benar harus pergi.

Yola menelepon Satrya berkali-kali, tetapi lelaki itu masih saja belum mengangkat panggilan darinya. Pesan darinya pun masih belum dibalas, padahal lelaki itu terlihat sudah membacanya. Ia ingin bertemu dengan lelaki itu sebelum pergi. Namun, keinginan itu sepertinya tak bisa terwujud.

Beberapa hari yang lalu, entah bagaimana caranya Mama Mia mengetahui informasi tentang Satrya. Lalu, Mama Mia melakukan hal yang membuatnya sangat marah. Tak terkecuali terhadap lelaki itu. Semiskin apa pun keluarganya, Yola tidak pernah ingin terlihat seperti pengemis dan Mama Mia justru bertindak seperti itu kepada sosok lelaki yang sedang dekat dengannya.

"Halo, La! Untungnya pesawat kamu belum take off. Saya cuma mau info, nanti saat kamu sampai di El Savana, temui Miss. Audrey, ya!"

"Oh, enggak jadi ketemu sama Mr. Ryan, Mbak?"

"Mr. Ryan katanya sudah pindah departemen."

"Oke deh, Mbak. Ada informasi tambahan, Mbak?"

"Hmm, hati-hati, ya, La! Betah-betah di sana, kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk menghubungi saya, oke?"

"Siap, Mbak. Makasih banyak ya, Mbak, karena Mbak selalu mendukung saya sampai sejauh ini."

Usai sambungan telepon terputus, Yola melanjutkan perjalanannya menuju boarding pass. Langkahnya pelan, tapi pasti dengan penuh harapan. Ia sudah siap mewujudkan mimpinya. Yola bertekad.

24 April 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top