Part 14: Tak Tahu Malu
Yola mengedarkan pandangan saat berada di Rumah Makan Sunda di bilangan Jakarta Pusat dalam rangka makan malam perayaan kerjasama proyek Story of My Cake. Ia melihat ada tiga katagori kursi yang disusun di rumah makan ini. Di antaranya, kursi untuk dua orang, kursi untuk enam orang dilengkapi meja bulat, dan terakhir ada kursi untuk kapasitas 12 orang dengan meja panjang.
Mereka diarahkan menuju kursi berkapasitas 12 orang, karena pas dengan jumlah yang datang malam ini. Sebenarnya kru yang bertugas untuk acara ini ada lebih banyak, hanya saja mereka masih punya jadwal kerja di luar. Namun, ada pula yang sudah pulang lebih dulu. Yola memilih duduk di samping Santi, penulis naskah dalam proyek Story of My Cake. Sementara di hadapannya ada Satrya dan Friska yang duduk bersebelahan.
Saat makanan mereka mulai disajikan di atas meja, Yola menikmatinya dalam diam. Namun, sesekali ia memandang ke arah Satrya yang ternyata sedang melihat ke arahnya. Ia melempar gesture bertanya, tetapi lelaki itu hanya menggeleng dan kembali larut dalam makan malamnya.
Sejauh ini, hubungan keduanya berjalan dengan baik. Namun, belum banyak cerita yang dibagikan oleh satu sama lain. Yola juga tidak selalu bisa mengobrol dengan Satrya meskipun mereka sedang berada di tempat yang sama. Ia jadi merindukan kenangan masa lalu, saat dirinya selalu bisa bertemu dan bertukar cerita dengan Satrya kendati keduanya sama-sama sibuk.
"Mbak Yola, besok jangan lupa bawa apron kebanggaannya ya, buat pemotretan!" seru Anwar si fotografer acara yang duduk di meja paling ujung. "Maaf, saya ingatkan di sini karena takut kelupaan," katanya sambil melempar tawa jenaka.
"Siap, Bang Anwar. Makasih banyak ya, atas pengingatnya!" Yola lalu melempar jempol ke arah lelaki itu.
"Woah, Yola kita sudah mau terkenal." Friska mulai menggoda gadis itu diikuti senyum jahil.
"Terkenal cantiknya ya, Mbak?" cengir Yola sambil menyobek ayam bakarnya.
Friska terbahak lalu menjawab, "Nah, itu kamu paham. Bener kan, Sat?"
"Oh, iya. Yola anaknya juga ceria dan humble. Jadi saya rasa, enggak akan sulit untuk menarik penikmat acara kita nanti." Satrya memberi masukan usai menyesap sayur asem di mangkuknya.
"Satu lagi yang kurang Pak Produser." Semua orang yang ada di meja makan bersama Yola berhenti mengunyah seolah jawaban gadis itu akan lebih menarik dibandingkan makanan di depan mereka. "Saya juga mudah dicintai." Gadis itu kembali menyengir tanpa memedulikan ucapannya barusan.
Yola pikir, candaan tak terlalu ekstrem dan masih bisa diterima rekan-rekan barunya malam ini.
"Woooaaahhh."
"Mbak Yola butuh tim buat cari jodoh atau enggak nih? Nanti saya siap bantu lho." Pak Rafli tak mau kalah ikut menggoda gadis itu.
"Oh, kalau bagian yang itu mohon maaf, Pak, tapi saya bisa cari sendiri. Saya anaknya pemilih soalnya." Dan semua yang ada di meja makan tergelak mendengar jawaban final Yola.
Yola terbilang mudah membaur dan selalu bisa terlihat ceria. Sejak dulu, sesulit apa pun hidupnya, sekeras apa pun perjuangannya demi mencapai impiannya, ia tidak ingin orang lain tahu masalah yang menderanya.
Sesaat, Yola jadi teringat pesan ayahnya di masa lalu.
"Yola, jadilah orang yang mudah dicintai!"
"Memang kenapa, Ayah?"
"Itu hanya motivasi agar kamu bisa menjadi orang baik, karena orang jahat itu tidak punya teman. Jadilah orang yang punya banyak teman supaya kamu tidak kesepian. Setidaknya satu teman yang berharga di hidupmu."
Kini, Yola harus banyak bersyukur karena masih memiliki orang-orang baik di sisinya.
Satu per satu orang mulai pulang ke arah yang berbeda, termasuk para chef lainnya. Ada yang naik kendaraan umum, ada yang pulang dijemput, ada pula yang membawa kendaraan sendiri.
"Mari semua, saya duluan!" pamit Santi saat mobil suaminya sudah tiba di depan rumah makan. Yola melambaikan tangan saat mobil yang membawa Santi mulai menjauh dari pandangannya.
Tangan Yola kembali bergelut dengan ponselnya demi mendapatkan taksi online. Ia sampai rumah makan berkat Tebengan dari Lova, dan sekarang mau tidak mau ia harus mencari kendaraan umum.
Di sampingnya, Yola bisa melihat Friska sedang mengobrol dengan Satrya.
"Sat, saya nebeng, ya!" ujar Friska pada Satrya. Lelaki yang diajak bicara itu hanya memasang senyum. Yola melihat Friska mendekatinya lalu berkata, "Kamu juga bareng kita ya, pulangnya!"
"Enggak usah, Mbak. Saya lagi pesan taksi online kok."
"Serius?"
"Iya, Mbak. Mbak sama Masnya duluan saja."
"Gimana, Sat? Yola enggak mau bareng."
"Kalau begitu, kita tunggu sampai taksi pesanan Yola datang." Friska setuju dengan ide Satrya. Yola mendesah pelan mendengar jawaban Satrya. Ia lebih suka mereka berdua meninggalkannya saja.
Tak lama kemudian, tepat di depan mereka berhentilah sebuah taksi.
"Yang ini, La?" tanya Friska sambil menepuk bahunya.
"Bukan, Mbak." Yola bingung sambil memandang kendaraan di depan matanya. Ia bahkan belum berhasil memesan kendaraan, seperti yang disebutkannya kepada Satrya dan Friska. Lalu saat pintu bagian penumpang terbuka, muncullah sosok Mama Mia keluar dari sana.
Yola agak bingung, tetapi segera memahami situasi yang akan terjadi selanjutnya.
"Yola! Kirain Mama salah lihat tadi. Eh, ternyata beneran kamu." Perempuan yang menyebut dirinya mama itu lalu beralih pandang ke Satrya dan Friska. "Wah, ada Nak Satrya dan Mbak Friska juga, ya. Apa kabar? Saya sudah dengar lho, kalau Yola mau masuk televisi. Mohon bantuan untuk karier anak saya ke depannya, ya, Mas dan Mbak, supaya Yola bisa jadi chef terkenal."
Yola meremas lengan Mama Mia sambil membuang napas lelah. "Ikut aku!" katanya berbisik tepat di telinga perempuan itu. Mama Mia terlihat menghindar dan menepis tangan Yola. Namun, gadis itu tak gentar. "Mbak, Mas, saya duluan, ya!" Ia buru-buru menggiring Mama Mia menuju taksi yang tadi masih menunggu di depan mereka.
Yola tidak ingin menoleh ke belakang usai duduk di kursi taksi. Satrya dan Friska juga pasti terkejut menerima kehadiran Mama Mia yang tiba-tiba seperti itu. Yola tidak ingin mempermalukan dirinya lagi di depan dua orang tersebut.
"Kamu kenapa sih, kelihatan tidak mau sekali Mama ngobrol sama Satrya dan Friska?" sindir Mama Mia yang masih kesal. Tangannya bersedekap sambil memandang Yola dengan penuh pertanyaan.
"Aku pikir, Mama enggak ada urusan sama mereka sama sekali. Terus, buat apa Mama perlu ngobrol sama mereka berdua?"
"Kamu memang tidak mengerti bisnis."
"Bisnis mana yang cuma menguntungkan salah satu pihak aja. Mama mau pinjam uang sama mereka lagi? Utang sebelumnya aja Yola yang harus bayar. Udah cukup ya, Mama bikin Yola malu!" Gadis itu segera menyandarkan punggungnya ke kursi lalu mengalihkan pandangannya ke jendela mobil.
"Kenapa harus dikasih, Mas?"
"Tapi itu kan, Mama kamu, La. Masa aku enggak bantu saat beliau minta tolong."
"Kamu tahu saat ini aku malu banget sama kamu, Mas. Orang yang ngaku sebagai mama itu minjam uang sama kamu dengan alasan demi aku. Omong kosong, Mas!"
Satrya mengembuskan napas panjang saat kembali mengingat kejadian di masa lalu. Apa sampai saat ini perempuan bernama Mia itu masih membuat Yola kesulitan?
"Kamu kenal sama Mamanya Yola, Sat? Dilihat dari situasi tadi, sepertinya ini bukan pertemuan pertama kalian."
"Ya, begitulah."
"Sebelumnya kamu sudah kenal Yola juga dong?"
"Iya."
"Serius? Kenal di mana? Kok Yola enggak pernah cerita, ya."
"Mungkin Yola sudah lupa sama saya."
"Kamu bukan orang yang mudah dilupakan, Sat." Satrya memandang bingung ke arah Friska yang duduk di sampingnya. Perempuan itu bergeming usai mengatakan kalimat yang membingungkan baginya. Ia kemudian kembali fokus menyetir menuju kediaman Friska.
Sejak hubungannya dengan Friska merenggang, tak pernah sekalipun Satrya berharap lebih. Satrya yakin saat seseorang pergi meninggalkannya demi mimpi dan ambisi, ia tidak akan pernah menjadi prioritas orang itu di kemudian hari. Sama halnya dengan Yola. Perempuan itu bahkan sejak awal sudah menempatkan mimpinya sebagai prioritas dalam hidupnya. Namun, yang membuatnya menarik adalah gadis itu selalu memegang kata-katanya.
"Mas Iya enggak pernah kepikiran aku sama sekali?"
"Sering, tapi saya langsung ingat lagi kalau itu bukan hal yang pantas."
Mengingat tentang Yola membuat Satrya banyak berharap. Berharap kehadiran perempuan itu di sampingnya. Berharap kabar tentangnya setiap hari. Bahkan ia sudah berani mengharapkan kasih sayang dari perempuan itu.
Bagaimana ia bisa lancang mengingat tentang kebaikan Yola selama ini. Ia bahkan tidak pernah membuat Yola bahagia selama bersamanya. Satrya lebih sering menerima kasih sayang dari Yola. Ia juga tidak tahu kenapa bisa jadi makin tidak tahu malu ketika di depan perempuan itu.
22 Agustus 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top