Part 13: Ternyata Masih Sama

Sejak bertemu dengan Satrya tempo hari, Yola merasa lebih bersemangat. Ia juga tidak mengerti padahal hari-harinya masih sama saja. Yola masih membuat roti dan kue di pantry kafenya setiap hari. Ia masih rutin memperhatikan kepuasan pelanggan kafenya setiap mendengar adanya keluhan. Yola bahkan masih diteror Mama Mia perihal uang. Namun, ia juga merasa bingung sekaligus takjub karena faktanya kehadiran lelaki itu mampu membuat perasaannya lebih ... ya, sedikit tenang.

Kendati demikian, obrolan terakhir mereka membuat Yola sedikit kesal terhadap lelaki itu. Kalau tidak salah ingat, Satrya mengatakan bahwa dirinya menyesal. Apa yang harus lelaki itu sesali sekarang?

Sayang sekali, Yola tidak bisa mendengar jawaban dari Satrya karena dirinya sudah terbawa perasaan. Ia merutuki dirinya yang masih sering bersikap seenaknya tanpa dipikir lebih dulu. Bagaimana kalau Satrya masih menganggapnya sebagai anak kecil seperti dulu?!

"La, eclair Bu Rita udah siap? Orangnya mau datang 30 menit lagi tuh."

"Udah nih, tinggal di-packing."

"Coba gue cek lagi." Yola melihat Lova menghampirinya sambil meraih beberapa eclair yang berada di atas meja. "Oke, udah pas semua. Keren lho bisa kelarin pesanan dengan cepat. Mood lo lagi bagus nih, kayaknya." Senyum Lova membuat Yola ingin menjitak perempuan itu. Kenapa juga Lova senang sekali menggodanya sih?!

"Ingat ya, Va, gue selalu mengutamakan kepuasan pelanggan. Salah satunya menyelesaikan pesanan in time. Paham, Darling?" 

"Iya, deh, percaya gue." Yola memperhatikan tangan Lova yang satu per satu memasukkan eclair ke dalam dus kue dengan hati-hati. "Oh iya, La. Mbak Friska sama Satrya itu temen lama atau bukan sih?"

"Enggak tau, kenapa memangnya?"

"Mereka kayak udah akrab banget gitu. Gue baru kali itu lihat Mbak Friska ngobrol santai sambil ketawa lebar. Biasanya kan, suka jaim nan elegan aja orangnya."

Yola berusaha mengingat kembali interaksi Satrya dengan Friska terakhir kali. Kalau dipikir-pikir memang mereka terlihat lebih dekat dari sekadar rekan bisnis.

Yola mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan ketika sampai di kantor Satrya. Ini kedua kalinya ia menginjakkan kaki di IN TV. Kali ini pihak perusahaan televisi ingin membahas proses syuting dan beberapa hal penting yang akan mereka lakukan demi kelancaran program ini. Yola dan beberapa chef lainnya kemudian diarahkan ke satu ruangan besar. Mereka kemudian menduduki tempat masing-masing sambil menunggu dimulainya pertemuan siang ini.

Selang beberapa waktu kemudian, Satrya memasuki ruang rapat diikuti beberapa timnya di bekalang. Lelaki itu lalu mempersilakan beberapa orang yang masih berdiri untuk menempati kursi yang tersedia.

"Selamat siang, Semua! Nama saya, Satrya. Saya di sini sebagai produser yang akan bertanggung jawab terhadap acara kita, yaitu Story of My Cake. Di sebelah saya ada Bapak Rafli. Beliau merupakan sutradara untuk acara kita."

Mereka lalu diberi beberapa lembar kertas berisi timeline proyek Story of My Cake. Yola membaca baris per baris tulisan pada kertas di genggaman tangannya dengan saksama. Sesekali ia memperhatikan Satrya dalam diam ketika lelaki itu berbicara dengan lancar dan penuh percaya diri. Entah kenapa Yola jadi merasa setiap kalimat yang keluar dari mulut Satrya seolah hanya tertuju untuknya. Padahal di ruangan tersebut ia tidak sendirian. Ia tersenyum sambil menggelengkan kepala kemudian kembali memandang kertas di hadapannya.

"Program kita direncanakan punya 12 episode di Season 1 dengan 4 chef. Jadi, satu orang chef diharapkan memiliki 3 macam kreasi sajian makanan yang berbahan dasar pastry. Chef tersebut akan bercerita tentang satu kreasi di setiap episodenya. Untuk pengambilan gambarnya mungkin tidak akan selalu berada di studio, bisa saja di sebuah tempat yang sudah tim lapangan siapkan. Hal ini kami persiapkan agar proses syuting tidak terlalu monoton." Yola melihat Satrya berkeliling memandang chef yang ada di sana satu per satu kemudian kembali bicara, "Ada pertanyaan?"

"Jadi, di setiap episodenya kita bikin satu menu. Begitu ya, Pak?" tanya salah satu chef yang bernama Kila. Perempuan periang yang sempat berkenalan dengan Yola sebelum masuk ke ruang rapat tadi.

"Iya, betul. Nanti para chef diharapkan menyiapkan beberapa narasi seputar kisah menarik tentang kreasi makanan yang akan dibuat." Yola dan para chef di dalam ruangan mengangguk mengerti. Kepalanya mulai memikirkan kreasi apa yang akan dibuatnya nanti. Kisah yang dibuatnya juga harus segar agar acara mereka mampu menyentuh banyak penonton, terutama episode khusus yang akan menampilkan dirinya.

Usai pembacaan rapat, satu per satu orang yang berada di ruangan bubar dan Yola melakukan hal yang sama. Ia berjalan keluar menuju lift yang akan membawanya turun, tetapi pesan di ponselnya mengalihkan perhatiannya.

Mas Iya: Kamu ada waktu sekarang, La? Ada yang mau saya tanyakan.

Setelah membalas pesan tersebut, Yola masuk ke dalam lift menuju lantai utama kantor ini. Walaupun ia berencana menemui Satrya, setidaknya mereka lebih baik bertemu langsung di luar daripada di area kantor.

Kalau diingat-ingat, Yola jadi malu sendiri saat meminta nomor Satrya malam tempo hari saat lelaki itu berkunjung ke Thursday dengan Friska. Bahkan Satrya terlihat enggak berinteraksi dengannya malam itu, tetapi sebaliknya ia justru begitu agresif ingin kembali memulai obrolan. Malam itu dirinya memang lebih bersemangat saat tahu bisa kembali bertemu dengan Satrya.

Yola berjalan menuju resto yang Satrya janjikan untuk bertemu dengannya. Yola memandang ke dalam ruangan lalu mencari tempat yang masih kosong. Sejenak, ia jadi teringat kenangan lama. Saat dirinya sering mencari referensi tempat bagus demi menghabiskan waktu bersama Satrya.

"Ada yang mau dipesan lagi? Sekalian saja!" tanya Satrya saat keduanya sudah bertemu.

"Enggak, makasih. Ini saja pasti sudah bikin kenyang," ujar Yola sambil memandang ke arah menu pilihannya di atas meja. Latte dingin dan bomboloni dengan isian selai cokelat.

"Kamu ini pattisier, tapi masih mau makan pastry karya orang lain."

"Lho, enggak ada salahnya dong, Mas. Dengan begini, aku bisa tau ciri khas makanan buatan mereka. Kalau semisalnya sesuai dengan seleraku, nanti aku bisa bikin versi aku. Dunia bisnis kan, begitu. Amati, tiru, modifikasi." Yola menaikkan sebelah alisnya saat melihat Satrya memandang ke arahnya tanpa berkedip. "Kenapa?"

"Saya senang saat mendengar kamu bercerita tentang sesuatu."

"Maksudnya?"

"Ya, seru aja denger kamu ngomong panjang lebar begitu."

"Apaan sih, Mas. Tanggung jawab lho, kalau aku sampai baper." Yola buru-buru menyeruput latte-nya saat lelaki di depannya sedang tersenyum. Senyum yang membuatnya pertama kali jatuh hati. "Anyway, apa yang pengin Mas Iya tanyakan sampai ngajak aku ketemuan di sini?" tanya Yola berusaha mengganti topik.

"Oh itu. Untuk proses syuting nanti, bagaimana kalau Thursday menjadi salah satu tempatnya?" Yola masih belum memberikan jawaban sampai akhirnya Starya kembali berujar, "Tenang saja. Untuk masalah sewa tempat ada kontrak sendiri. Bagaimana menurut kamu?"

"Aku enggak masalah kalau Thursday memang membantu dalam proses syuting acara kita. Tapi, apa yang lain sudah tau dan enggak masalah dengan hal ini? Maksudku, aku adalah salah satu chef yang akan berpartisipasi di acara ini."

"Kamu takut orang lain beranggapan kalau Thursday bisa jadi numpang tenar saja?"

"Yah, semacam itu."

"Rencana saya, masing-masing chef akan saya minta untuk merekomendasikan satu tempat untuk dimasukkan ke satu episode dari tiga episode mereka."

"Kenapa Mas Iya ngasih info ke aku duluan, kalau ternyata ini baru rencana. Aku enggak mau disebut nepotisme gara-gara Mas Iya kenal sama aku lho, ya!"

Lelaki itu menggaruk-garuk tekuknya, lalu menyesap kopinya sambil memandang ke arah lain. "Dibilang baru rencana enggak juga."

"Terus?"

"Ya, pokoknya begitu. Ayo, dimakan lagi kuenya!"

"Bomboloniku sudah habis, Mas." Lelaki itu justru mengatakan hal-hal yang lebih aneh dan tertawa saat mendapat respons asal dari Yola.

Sejujurnya Yola tahu, sikap Satrya saat ini merupakan situasi di mana lelaki itu sedang gugup. Namun, ia pura-pura tidak tahu. Sebab, Yola juga menikmati pemandangan itu.

Lelaki itu berdeham lalu kembali bicara, "Kamu tahu dari mana kalau saya sudah punya pacar?"

"Dari sumber terpercaya pokoknya."

"Cowok atau cewek?"

"Memang ada hubungannya sumber informasi dengan gendernya?"

"Ada dong, La. Kalau informasinya dari cowok artinya dia bisa jadi naksir kamu."

"Terus, kalau yang ngasih info cewek artinya dia naksir Mas Iya dong?!"

"Mungkin saja." Satrya menarik napas lalu membuangnya perlahan. "Kalau kamu mau tahu, saya enggak pernah punya pacar sejak enam tahun yang lalu."

"Yakin, Mas?" Lelaki itu mengangguk diikuti tatapan serius. Selama beberapa menit tidak ada suara dari Yola maupun Satrya, hingga keduanya mulai menyadari bahwa apa yang mereka lakukan cukup membuang waktu. "Apa Mas Iya enggak pernah kepikiran aku sama sekali selama ini?"

"Sering, tapi saya langsung ingat lagi kalau itu bukan hal yang pantas."

Keduanya saling memandang sambil bergeming, seolah hanya mata mereka saja yang berbicara.

31 Juli 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top