Part 11: Kunjungan Mendebarkan
Seharian mengawal proses rekaman membuat Satrya seolah dikejar waktu. Timnya hanya punya waktu satu minggu dari sekarang sebelum acara pekan pertama Story of My Cake ditayangkan. Setelah seminggu kemarin ia rapat hampir setiap hari dengan tim kreatif dan penulis naskah demi brainstroming, mengembangkan ide, merumuskan konsep, dan melakukan teknik berpikir kreatif lainnya untuk mendapatkan hasil akhir. Satrya cukup puas dengan kinerja mereka, dan syuting kali ini juga berjalan dengan baik.
"Fa, hasil editing-nya kapan keluarnya, ya?" tanya Satrya di belakang punggung lelaki itu. Ia bisa melihat Alfa sedikit terjejut, tetapi lelaki itu kemudian memutar tubuhnya demi berhadapan dengan Satrya.
"Katanya besok, Mas. Apa mau saya tanyakan lagi ke bagian produksi?"
"Enggak perlu deh, lagian nanti sore kita ada meeting kan."
"Saya ikut, Mas?"
"Ya, kamu ikut dong. Siapin berkas buat meeting nanti ya, Fa!"
"Siap, Mas." Satrya melihat Alfa kembali memutar kursinya menghadap ke arah layar komputer dan mengerjakan permintaan darinya. Ia berjalan menuju ruangannya untuk bergelut kembali dengan pekerjannya.
Semenjak menjadi produser, jadwal kerjanya tidak melulu di dalam ruangan. Biasanya momen bekerja di luar akan sibuk saat proses produksi sudah berjalan. Tidak seperti saat ia bekerja di perusahaan papanya, Satrya menemukan sesuatu yang berbeda. Hari-harinya tidak selalu berada di ruang tertutup. Ia juga bisa lebih banyak bertemu dengan orang-orang baru dari berbagai bidang. Satrya makin banyak mengenal karakter dari orang yang berbeda-beda.
Meskipun awalnya sang papa tidak mengizinkan Satrya pindah ke perusahaan lain, ia sudah bertekad tidak ingin terus ada di zona nyaman selamanya. Seseorang pernah mengingatkan dirinya bahwa ada banyak hal yang perlu dilihatnya di dunia ini, begitupula dengan pekerjaan. Jika tekadnya sudah kuat ditambah dengan memiliki kemampuan di bidang yang diminatinya, tidak ada salahnya mencoba ke jalur lain. Walaupun nantinya Satrya bisa saja gagal, setidaknya ia sudah mau mencoba dan menikmati prosesnya.
Satrya buru-buru berlari menuju lobi utama demi menemui perempuan yang menunggunya di sana. Ia tahu dari resepsionis di lobi bahwa ada tamu yang sedang menunggu. Perempuan itu memang terbilang tidak sabar saat menginginkan sesuatu.
"Kamu memang suka datang tiba-tiba begini, ya?" tanya Satrya saat melihat perempuan di depannya tersenyum manis.
"Habisnya kamu susah banget ditelpon."
"Saya ada rapat. Ini baru saja selesai."
"Sorry, kalau begitu. Soalnya, saya juga cuma ada waktu luang hari ini."
"Jadi, kali ini ada apa?"
"Soal chef yang mau saya kenalin untuk acara kamu."
"Bukannya dia enggak mau."
"Bukan enggak mau, tapi lagi berpikir."
"Begini, ya, Fris, Minggu depan itu acara pekan pertama sudah mulai syuting. Saya sudah harus punya beberapa daftar nama chef yang akan tampil di pekan berikutnya. jadi, saya enggak mau nunggu orang yang masih ragu-ragu begitu. Saya enggak punya cukup waktu untuk itu."
"Makanya, hari ini saya mau ngajak kamu ketemu sama dia."
"Kenapa enggak atur pertemuan kami sambil rapat perusahaan kamu saja? Kamu bilang, dia dari perusahaan kamu kan?"
"Iya, memang. Tapi saya pengin kamu kenalan dulu. Lagian dia punya kafe, sekalian kita main ke sana. Nanti saya beliin kamu kue dan roti hasil kreasi dia. Mau, ya?" Friska dan sifat memaksanya memang tidak bisa dipisahkan, pikir Satrya. Sejak dulu perempuan ini memang lebih mendominasi saat mereka berdua sedang bertukar kalimat.
"Kamu enggak takut ini bagian dari gratifikasi?"
Satrya melihat Friska memasang senyum sinis kemudian menjawab dengan nada tegas, "Ini saya lagi niat bantu kamu lho, Sat. Saat saya dapat broadcast-an informasi soal program baru kamu itu, saya langsung ngajak ketemuan malam itu kan, tapi sayangnya mendadak saya ada urusan. Akhirnya, besoknya kita bisa ketemu untuk membicarakan hal ini dan kamu sudah setuju. Tapi sekarang kok kamu malah bilang ini gratifikasi. Saya tersinggung." Perempuan itu melipat kedua tangannya di depan dada sambil memandang ke arah lain.
Dadanya berdenyut dan otaknya seolah kembali tersadar bahwa apa yang diucapkannya barusan memang kurang baik. "Sorry. Saya asal bicara saja tadi. Pikiran saya cukup rumit soal kerjaan dan deadline-nya, Fris." Satrya mengacak-acak rambutnya sekilas kemudian memasang senyum manis agar perempuan di depannya kembali melunak. Entah kenapa pikirannya terasa rumit malam ini setelah rapat tadi.
"Kebiasaan kamu tuh! Tiap ada yang lagi dipikirin suka dilampiaskan ke hal lain. Itu enggak baik, Sat. Orang di sekitar kamu bisa pergi semua lho!"
"Buktinya kamu enggak tuh!"
Lelaki itu menyengir usai melihat Friska kembali melunak. Perempuan itu lalu kembali bicara, "Terus, kamu jadi mau dikenalin sama dia atau enggak nih?"
"Iya, jadi. Ayo! Sekalian saya traktir kamu minum kopi."
"Enggak mau, nanti dikira gratifikasi. Makasih, deh." Satrya melihat Friska sudah berjalan meninggalkannya lebih dulu menuju parkiran.
"Nyindir!" Lelaki itu lalu mensejajarkan langkahnya dengan Friska. Keduanya masih bertukar arguemen sampai benar-benar duduk di dalam mobil milik Friska. Kebetulan hari ini Satrya tidak membawa mobil, karena ia sedang malas menyetir.
Yola masih sibuk merapikan beberapa alat masaknya di pantry usai membuat menu terakhir. Saking terlalu fokusnya ia sampai tidak menyadari kehadiran Lova di belakangnya. Alhasil, gadis itu menjerit karena merasa terkejut bukan main.
"Apaan sih, La? Makanya kalau lagi kerja jangan sambil bengong!" Yola melihat Lova malah yang terlihat lebih menggila karena efek keterkejutannya.
"Bengong dari HongKong, gue kaget begini juga masih enggak paham lo!"
"Hei, dari tadi gue udah manggil lo, tapi lo malah enggak nyahut. Makanya gue samperin kemari." Yola hanya mendengus kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya. "Belum rapi, La? Katanya mau ada tamu datang, jadi?"
"Jadi."
"Terus, lo enggak rapi-rapi? Bedakan dikit kek, jangan tepung melulu yang diurusin!" sindiran Lova membuat Yola menghentikan aktivitasnya sejenak demi melempar tatapan tajam ke arah sahabatnya itu.
"Bawel!" Yola hendak meninggalkan Lova, tapi perempuan itu menahan pergelangan tangannya. "Kenapa lagi? Katanya gue disuruh dandan."
"Iya deh, sana! Jangan lupa pakai minyak wangi, La!" Yola hanya mencebikkan bibir bawah lalu berjalan menuju lantai atas meninggalkan Lova yang masih berusaha menggodanya.
Sampai di kamarnya, Yola berdiri di depan cermin sambil memperhatikan penampilannya. Apron yang dikenakannya penuh bercak tepung dan pasta makanan. Bentuknya pun sudah tidak keruan lagi. Ia lalu memutuskan untuk mandi demi menyegarkan tubuhnya. Kata-kata Lova ada benarnya juga, setidaknya ia harus terlihat lebih rapi di hadapan tamu yang akan dibawa oleh Friska. Kesan pertama sangatlah penting, dan ia tidak ingin mengecewakan Friska di depan tamu mereka.
Yola sudah wangi dan rapi. Gadis itu mengenakan setelan santai, tapi sopan. Kaus putih lengan pendek yang dibalut jaket lengan panjang dengan celana jins hitam.
"La, Mbak Friska udah nyampe tuh di depan!" Panggilan Lova dari bawah terdengar samar-samar saat Yola masih berada di kamarnya. Lantas ia segera merapikan diri dan bercermin sekali lagi kemudian memenuhi panggilan sahabatnya itu.
"Mbak Friska udah dateng, ya, Va?" tanyanya sambil berdiri di depan Lova. Perempuan yang ditanya itu hanya mengangguk. "Gimana penampilan gue?"
"Not bad." Lova mengacungkan kedua ibu jarinya.
"Lo udah nyamperin Mbak Friska?"
"Udah. Itu lagi dibuatin minum juga sama Gia. Produsernya cowok, La, tapi gue belum kenalan soalnya dia keburu ke toilet dulu tadi. Udah sana, takut mereka kelamaan nunggu!" Perempuan itu mengiyakan lalu berjalan menuju area kafe.
Yola mengedarkan pandangan ke kursi yang ditempati dua orang sesuai arahan Lova tadi. Ia sudah melihat sosok Friska dengan seorang lelaki yang sedang mengobrol di depannya. Yola membalas lambaian tangan Friska ketika perempuan itu sudah melihatnya dari tempat duduknya. Lantas, ia mempercepat langkahnya menuju kursi tersebut sampai akhirnya ia menyapa kedua orang yang ada di sana.
"Sat, kenalin ini Yola, chef yang saya bicarakan tadi."
Yola tersenyum sambil mengulurkan tangannya kepada lelaki di depannya. Namun, tubuhnyaembeku saat pandangan lelaki itu bersitatap dengannya. Ia bahkan sampai kehilangan kata-kata selama Friska memperkenalkan mereka berdua. Yola benar-benar tidak menyangka kalau produser yang akan bertemu dengannya adalah lelaki yang selama ini memenuhi kenangannya.
Dadanya berdebar lebih cepat dari biasanya. Yola senang, tetapi juga gugup bisa mendapat kunjungan dari lelaki ini.
04 Juni 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top