Season II: School Life
Title: From Another View
Writen by: Hanhami
Original universe: -
Main Cast:
- CENTRAL's Supervisor / Wang Shenguang
- Star Admiral / Su Xiali
Happy reading!
~~~~~~~~~~
"Shenguang, kau berdarah!" Xiali histeris begitu melihat segaris jejak merah menuruni pelipis kawannya.
Bagaimana gadis berambut pirang sebahu tersebut tidak panik? Masalahnya yang baruan melayang melewati mereka adalah sebuah peluru.
Syukurnya pelaku penembakan sudah berhasil dilumpuhkan olehnya dan Shenguang, tetapi hal tersebut menyebabkan si pemuda berambut sehitam arang tersebut berdarah cukup banyak.
Tepat ketika Xiali hendak mengoceh lagi, Shenguang melemparkan jas seragamnya hingga menutupi kepala Xiali. Kedua tangan menepuk bahu gadis itu, meminta kawannya untuk memasang telinga baik-baik.
"Ikuti rencana awal. Yang terluka harus tinggal di sini," katanya sambil menatap langsung ke kedua mata Xiali, "prioritas utamanya adalah kau. Cari Ha Yichen, pastikan ia berhasil mencapai tujuannya, lalu tulis cerita terbaik yang pernah kau buat."
Ekspresi Xiali berubah, suaranya mulai melemah. "Lalu bagaimana denganmu?"
"Xiali," Shenguang menyela, "lakukan saja apa yang harus kau lakukan."
Dengan kata-kata terakhir itu, ia beranjak meninggalkan Xiali. Melangkahi sesosok pria asing yang sebelumnya menyerang mereka. Berlari menyusuri koridor panjang amis darah demi menghadang musuh.
Xiali hanya berdiri di sana, menggeretakkan gigi, merasa sangat terbebani di hati. Ia mulai menyesali keputusannya datang ke 'universe' ini.
Shenguang memasang badan menghadang musuh. Kedua tangan bersiap di samping pinggang, seolah hendak menarik pedang imajiner. Perlahan-lahan cahaya muncul dari sela-sela tangannya, membentuk sebuah wujud yang membuat kedua mata Xiali terbelalak.
"Tunggu, CAE!" pekiknya berusaha mencegah.
Sayang sekali langkah cepat Xiali tidak mampu membuatnya menyusul Shenguang. Tangannya berusaha meraih-raih, tetapi semua sudah terlambat.
Cahaya putih menyalip di antara jemarinya, kemudian menutupi seluruh pandangan. Sosok Shenguang menghilang dalam sekejap, begitu pula segala sesuatu yang dahulu berada di dalam pandangannya.
***
"Begini caramu bekerja? Hanya duduk dan memperhatikan?" Sindir sebuah suara maskulin, milik sesosok pemuda yang bersandar pada dinding di sebelahnya.
Alicia lantas melirik kepada sang rekan. Namun hanya sejenak, ia kembali memeluk lutut dan memperhatikan belasan siswa di hadapannya.
"Ya, menonton adalah segalanya. Ada yang salah dengan itu?" balas si gadis berambut pirang sepucat kelopak bunga cherry blossom tersebut.
Ia menghela napas resah. Pasalnya lama sekali Yichen, sang ketua OSIS, membuat keputusan di tengah tumpukan saran dari siswa lain. Sedangkan ia sudah lelah, pegal, dan pengap berada di dalam ruang bawah tanah tersebut. Rasanya ingin segera menghirup udara segar di luar sana.
Apalagi hanya ada satu jendela ventilasi di ruangan minim pencahayaan, meski matahari masih melambung tinggi di angkasa ini. itu pun ukurannya sangat kecil. Tidak pernah dibuka, sampai jaring-jaring besinya berkarat, kacanya tertutup lumut.
Jika tidak dilihat secara teliti, orang pasti tidak tahu bahwa itu adalah jendela. Namun, itulah yang membuat tempat ini sempurna sebagai tempat persembunyian mereka. Setidaknya untuk sekarang.
Shengguang--atau begitulah namanya di dunia ini--jongkok di sebelah Alicia. Sepasang iris mata keabu-abuannya ikut menatap sekerumunan orang di tengah ruangan, meski perhatian tetap tertuju pada rekan di sebelahnya.
"Maksudku, selagi penyamaran kali ini membuat kita kembali memakai seragam sekolahan. Mengapa tidak ikut berlagak panik ke sana, seperti anak SMA pada normalnya?" tutur Shenguang seketika dipelototi Alicia.
"Jangan keras-keras bongkar rahasia begitu!" omelnya berdesis, "bagaimana kalau didengar yang lain?"
"Kau berpikir terlalu jauh, Miss Admiral. Mereka semua terlalu fokus mengutarakan kepanikan mereka kepada Yichen. Tidak ada yang mendengarkan kita di sudut ruangan begini," balas Shenguang terkikik-kikik.
"Ya, tapi just in case?!"
"Xiali," panggil Shenguang berwajah serius, "di luar pekerjaan mengawasimu, mau dengar saranku?"
Xiali--alias Alicia--sempat terdiam, kebingungan lebih tepatnya dengan suasana serius yang mendadak tersebut. "Maksudmu, saran sebagai rekan traveler, bukan supervisor dari CENTRAL?"
"Haruskah kuperjelas?!" gerutu lawan bicaranya mulai tidak sabaran, "kali ini cobalah tidak ragu-ragu dan lebih cepat membulatkan pikiran."
Satu embusan napas panjang ia lepaskan selagi merubah posisi duduk bersandar ke dinding. Ia menyibak rambut hitamnya ke belakang. Kedua bahu lalu terkulai lemas, seolah ia sangat kelelahan sehabis melakukan sesuatu yang berat. Padahal sejak tadi Xiali tahu, mereka tidak melakukan apa-apa selain menunggu dalam kebosanan di ruangan tersebut.
Ucapannya barusan cukup menarik perhatian Alicia. Membulatkan pikiran untuk apa? Dan mengapa Shenguang terlihat begitu kelelahan?
Gadis dalam penyamaran itu baru saja akan membuka mulut lagi, tetapi terlanjur disela oleh kegaduhan dari tengah ruangan.
"Para teroris itu pasti sudah berjaga-jaga di pintu belakang juga!" itu adalah suara Yichen, siswa kelas 3, sang ketua OSIS.
Pemuda berseragam blazer biru kotak-kotak lengkap seperti Shenguang barusan, berdiri di tengah ruangan sambil menunjuk-nunjuk pintu keluar. Tampaknya ia sudah kehabisan kesabaran kepada kawan-kawannya yang merengek. Mungkin mulai gerah juga berlama-lama ada di bawah tanah.
"Bahkan jika kita berhasil mengambil beberapa langkah setelah melewati pintu itu pun, mungkin ada para maniak yang sudah menunggu untuk melubangi kepala kita. Memangnya kalian mau?" tegur Yichen lagi.
Di sisi lain, Xiali justru mengerutkan dahi. Ucapan dan kejadian barusan tampak familier baginya. Terasa bagaikan déjà vu.
Yichen kemudian berpanjang lebar, "Tapi kita juga tidak bisa diam di tempat ini terus menerus. Jika mereka menemukan persembunyian kita, maka tamatlah sudah.
"Kita harus bergerak. Kita harus keluar dari sini dan mencari bantuan polisi. Kita tidak boleh membiarkan mereka terus-menerus meneror kita seperti ini."
Para siswa kemudian mulai saling menimpali. Semakin lama membuat perasaan familier ini semakin kuat di benak Xiali. Apa yang sebenarnya terjadi?
Yichen mengisyaratkan jari telunjuknya di depan bibir sembari berdesus. Syukurlah kawan-kawannya mengerti dan segera membungkam mulut.
Setelah ruangan menjadi sunyi, Yichen mengumumkan, "Lebih baik berusaha dibanding berdiam diri. Bagaimana menurut kalian? Kita bisa berlari secepat yang kita bisa menuju gerbang utama dengan mengambil segala resiko. Jika kita berbondong-bondong, seharusnya satu penembak dapat dengan mudah kita lucuti."
"Itu pemikiran paling gila darimu hari ini, Ha Yichen!" sambar Shenguang dari sudut ruangan.
Semua mata langsung tertuju kepadanya, termasuk Xiali. Bahkan ucapan Shenguang barusan menimbulkan perasaan nostalgia di benak Xiali. Dan ini semakin membuat Admiral tersebut semakin kebingungan.
Apa yang sebenarnya terjadi? Dia benar-benar tidak mengerti. Dia bahkan seakan sudah mengetahui bahwa Shenguang akan melemparkan pertanyaan kepadanya ketika ditanya. Seolah ia sudah berkali-kali mengalami ini sebelumnya.
"Su Xiali," tegur Yichen, jongkok di hadapannya.
Si ketua OSIS tampak cemas mendapati Xiali melamun tiba-tiba. "Kau merasa kurang sehat?"
Xiali terhentak kecil, kemudian mengibaskan kedua tangannya dengan cepat. "Tidak! Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja!"
Sebuah kebohongan yang mudah sekali dibaca oleh Shenguang. Namun pemuda tersebut tetap diam dan membiarkan Xiali berbincang. Membiarkannya menjadi deux ex machina dalam kisah Yichen, si protagonis. Membawa ide baru untuk mengubah drastis alur kisah di tempat ini.
Shenguang tidak tahan menahan seringainya. Syukurlah kali ini Xiali segera mengutarakan jalur penyelamatan diri yang ia ketahui. Tidak keras kepala hanya ingin menjadi pengamat cerita. Seperti sebelum-sebelumnya.
***
Syukurnya setelah penjelasan Xiali, semua orang langsung setuju. Alih-alih menyerbu gerbang utama, mereka akan menyelinap ke belakang bangunan tua. Di sana terdapat sebuah pintu gerbang tua tidak terpakai yang terhubung dengan gorong-gorong kering menuju sungai.
Tidak banyak yang mengetahui adanya pintu tersebut, karena fisiknya yang sudah tidak tampak seperti pintu. Letaknya di lokasi yang jarang dikunjungi orang, juga menjadi suatu faktor. Apalagi ada banyak puing-puing bangunan yang harus mereka lewati untuk sampai ke pintu tersebut.
"Menurutku rute ini lebih aman dibanding menerobos ke gerbang depan," jelas Xiali.
Ia juga berbohong ketika ditanya dari mana ia bisa menemukan pintu tersebut, padahal baru pindah beberapa hari ke sekolah mereka. Ia beralasan bahwa ia sempat tersesat ke tempat itu. Nyatanya ia hanya melakukan tracking area menggunakan 'tablet penjelajah' miliknya.
Lebih tepatnya, ketika pertama kali menginjakkan kaki di sekolah itu bersama sang supervisor. Beberapa saat setelah ia memulai melancarkan sinyal pemancar ingatan dalam persiapannya menyamar sebagai Su Xiali dan Wan Shenguang. Siswa pindahan kelas 2.
"Kita harus bergerak cepat," tutur Xiali menjelaskan, "ini tetap beresiko seperti rencana sebelumnya. Karena itu, bagi yang terluka dan tidak bisa berlari cepat sebaiknya tetap tinggal dan bersembunyi di sini. Begitu pula jika ada yang terluka atau tertangkap di tengah jalan. Segeralah bersembunyi.
"Siapa pun yang berhasil keluar dari sini harus segera kembali membawa bantuan. Polisi dan ambulans untuk teman-teman yang masih terperangkap di dalam sekolah. Dan tidak ada kata melihat ke belakang segera setelah kita berlari melalui pintu. Mengerti?" Akhirnya Xiali selesai berpanjang lebar.
Semua orang di ruangan itu, kebanyakan laki-laki, mengangguk paham. Yichen kemudian kembali mengambil alih. Ia menyuruh teman-temannya segera bersiap. Namun, Shenguang tampak tidak setuju dengan ide tersebut.
"Tidak ada waktu untuk bersiap-siap. Sekarang atau tidak sama sekali," seru pemuda tersebut, melirik kepada Yichen sejenak.
Ia yang berdiri sambil menyilang lengan di sebelah Xiali sengaja merunduk dan berbisik di telinga rekannya itu, "Kita hanya punya waktu 5 menit sebelum salah satu teroris itu memborbardir ruangan ini."
Tentu saja berita tersebut membingungkan bagi Xiali. "Bagaimana kau sangat yakin--"
Sayangnya Shenguang enggan membiarkan Xiali bertanya. Ia segera menarik gadis itu meninggalkan gudang bawah tanah bersamanya.
Yichen memimpin jalan para siswa dengan berlari di paling depan. Ia mengendap-endap, memberitahu semuanya untuk mengikuti, lalu berlari lagi.
Keadaan di luar ternyata cukup parah. Banyak siswa dan guru yang tidak selamat dari kekejaman para teroris. Banyak dari mereka dibiarkan skarat, beberapa bahkan sudah kehilangan nyawa, dan mereka hanya dibiarkan tergeletak di kubangan darah sepanjang jalan.
Shenguang tidak melepaskan tangan Xiali sebentar pun. Dia terus menjaga supaya mereka tetap berada dekat dengan Yichen. Sepanjang perjalanan, bohong jika hal ini tidak mengganggu pikiran Xiali. Pasalnya Shenguang tidak terlihat seperti dirinya yang biasa.
Shenguang yang ini terlihat mudah gelisah, kelewat protektif, dan lebih banyak bicara. Seperti dunia akan kiamat saja, pikir Xiali.
Ditambah, perasaan déjà vu. yang ia rasakan semakin menguat. Membuatnya berasa kurang nyaman dalam bertindak. Seolah semuanya sudah terbaca di depan mata. Jelas sekali, Xiali tidak menyukainya.
Sempat terjeda oleh kesunyian, mendadak suara gaduh serbuan peluru menyambut mereka dari seberang koridor. Shenguang lantas sigap menarik Xiali ke balik pilar, menyingkir dari jalur penembakan.
Syukur saja Shenguang memeganginya. Jika tidak, dia mungkin sudah terpental seperti beberapa siswa lain yang berjalan di depannya. Termasuk Yichen.
Xiali menutup mulut selagi dirinya terapit pilar dan Shenguang. Terkejut karena tidak menyangka akan bertemu 'sosok gila' di jalur penyelamatannya. Padahal dia yakin sekali jalur itu sangat aman dari jangkauan para teroris. Ataukah ia salah memperhitungkan langkah?
"Sial!" Shenguang merutuk tepat di telinga Xiali, "mereka menembaki Yichen."
Kabar buruk, kini mereka kehilangan sang protagonis. Xiali menengadah dalam ketidakpercayaan. Sepasang matanya bertemu dengan milik Shenguang. Pandangan yang menyiratkan bara api tersebut meninggalkan jejak perasaan aneh di benak Xiali.
"Shenguang, ini bukan salahmu," tutur Xiali mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Mengapa Shenguang tampak begitu kesal ... Mengapa dia terlihat kelelahan tanpa sebab ... Mengapa semua perasaan berputar-putarnya seakan mengelilingi Shenguang. Adakah penjelasan atas semua ini?
Rekannya melirik balik sehingga mereka kini bertatapan. Hanya beberapa detik berlangsung, namun cukup bagi Xiali untuk mendapatkan petunjuk besar atas semua pertanyaannya.
Pemuda itu sedikit menyunggingkan seringai, seolah mengetahui apa yang ada di pikiran Xiali saat ini. Mengambil beberapa langkah mundur, Shengguang menggenggam udara di sekitar pinggangnya seperti hendak menarik sebilah pedang keluar dari sarung tidak terlihat.
"Kau tahu harus berbuat apa." Merupakan kata-kata terakhir yang ia ucapkan. Dalam sekejap, cahaya muncul dari sela-sela tangannya, membentuk sebuah wujud yang membuat kedua mata Xiali terbelalak, benar-benar déjà vu.
"Tunggu--!"
Cahaya putih menyalip di antara mereka, kemudian menutupi seluruh pandangan. Sosok Shenguang menghilang dalam sekejap, begitu pula segala sesuatu yang tadinya berada di dalam pandangan Xiali.
***
Xiali meniup poninya kesal ketika memimpin jalan di koridor lantai satu, dekat lapangan sekolah. Kedua lengan menyilang di depan dada, membuat kemeja putih yang dikenakannya tertekuk. "Dasar CENTRAL, seenak jidat!"
Entah sudah berapa kali rekannya, Shenguang, mendengar gumaman penuh kekesalan itu terlepas dari mulut Xiali. Tidak lelah juga ia menimpali, "Sudah 100 kali kau mengeluh. Mau sampai kapan, hah? Kau kira aku juga mau turun langsung ke lapangan untuk mengawasimu?"
Namun gadis berambut pirang sebahu itu memutar bola mata malas. Hal ini sangat menguji kesabaran si pengawas.
"Menyamar jadi anak SMA rupanya membuat otakmu kembali bocah, ya?" sindirnya sukses membuat Xiali menghentikan langkah.
"Bilang apa barusan, CAE?!" Xiali benar-benar naik pitam.
Wajahnya memerah nyaris seperti kepiting rebus. Namun, kemarahannya lantas sirna begitu ia berbalik menghadap Shenguang. Sosok yang sedari tadi berjalan di belakangnya itu tampak begitu letih seperti tidak tidur selama berhari-hari.
Sangat aneh jika dipikir-pikir. Padahal mereka tidak melakukan apa-apa sebelum tiba di lokasi tersebut. Xiali juga yakin kalau mereka sudah banyak beristirahat sebelum turun dari kapal inter universe.
"Kenapa denganmu?" tanya Xiali mulai cemas. Terlebih karena rekannya itu tidak mengeluh ketika Xiali memanggil dengan nama kecil pemberiannya. Sungguh aneh.
Kini jika diperhatikan lebih dekat, Shenguang bernapas berat. Pemuda itu bersandar kepada dinding untuk menyanggah tubuhnya. Namun kedua kaki sudah tidak sanggup menahan beban. Ia jongkok di tepi koridor itu.
"Hiraukan aku. Lakukan saja kewajibanmu. Kau tahu harus berbuat apa," titahnya.
Namun Xiali malah bergeming. Ia ikut jongkok di hadapan Shenguang. Tatapannya seolah sedang mengekseminasi si supervisor itu.
Kalimat Shenguang barusan mengundang perasaan déjà vu di benak Xiali. Dan jelas sekali, hal ini semakin menambah kecurigaan gadis tersebut.
"Katakan, apa yang telah kulewatkan?" tanya Xiali serius.
Sayang, Shenguang hanya memasang wajah tanpa ekspresi. Jadi Xiali kembali bertanya, "Sikapmu aneh sekali, Shenguang. Mungkin kau tahu alasan mengapa rasanya aku sudah mengulangi hari ini berulang-ulang?"
Kesal kawannya masih tidak mau menyahut, akhirnya Xiali mengeluarkan benda kecil mirip pulpen dari saku kemeja. Dengan sedikit tekanan, alat itu menembakkan kabel tipis ke tangan Shenguang. Si pemuda malang tersebut mengaduh, terkejut atas sensasi kesetrum di permukaan kulitnya.
"Tega sekali menggunakan memory deductor kepadaku?!" omel Shenguang tidak terima.
Alat tersebut harusnya hanya digunakan untuk menelisik ke dalam ingatan penduduk di dunia yang sedang mereka selidiki, bukan kepada sesama rekan penyelidik.
"Apa? Kau mau melaporkanku menggunakan alat ini? Laporkan saja. Tinggal kulaporkan balik tingkahmu memutar-mutar alur di dunia ini!" ancam Xiali.
Shenguang menghela napas pasrah. Sebenarnya dia sudah kehabisan tenaga untuk berdebat. Namun lawan bicaranya tampak sedang dipenuhi semangat.
Amarah tersirat jelas dari caranya memandang, tetapi gadis itu mencoba bersikap tenang. Xiali menopang dagunya.
"Tanpa menggunakan alat pun aku sudah bisa menebak apa yang telah kau lakukan. Menggunakan artefak sihirmu untuk mengulang-ngulang waktu. Inginnya mencoba berbagai plot ... tetapi semua jalur selalu berakhir membunuh satu-satunya orang yang berpotensi sebagai protagonis."
Shenguang kembali membisu. "Kupikir jalur pelariannya sudah benar. Hanya butuh sedikit penyesuaian timing."
"Bukan itu intinya!" Baiklah, kali ini Xiali kehabisan kesabaran, "mau memutar waktu sebanyak apa pun, kita tidak bisa menghindari timing kematian. Harusnya kau lebih paham soal ini.
"Jika Yichen memang harus mati sebelum berhasil menyelamatkan teman-temannya, kita tidak bisa melakukan apa-apa. Tapi bukan artinya kisah ini tidak bisa dibawa pulang."
"Kau mau menulisnya?" Shenguang menaikkan intonasi, "tidak akan kuizinkan! Apa kata Kaisar ketika membacanya nanti? Kau seharusnya membawa pulang kisah yang dapat membuat CENTRAL terkesan, supaya nama baik partymu bersih!"
Xiali terhentak. Shengguang benar-benar menakutkan ketika sedang mengomel.
"Lucu mendengarnya terucap dari mulut seorang anggota CENTRAL," sarkas Xiali, memicu omelan lain dari Shenguang.
Namun Xiali sama sekali tidak mendengarkan. Si traveler wanita tersebut berpindah posisi. Ia duduk di sebelah pengawasnya sambil memijat kening.
Shenguang benar. Mereka tidak bisa menulis kisah tentang protagonis yang gagal dalam aksi heroiknya. Meninggal sebelum mencapai resolusi cerita, Kaisar tidak akan menyukai ide tersebut.
Tiba-tiba Xiali duduk tegap. "Mungkin ada satu cara yang bisa kita coba," gumamnya.
Ia melirik kepada sang rekan yang menatapnya keheranan. "Mungkin aku hanya butuh mengganti sudut pandang dan mendapatkan protagonis lain."
"Siapa?"
Alih-alih menjawab, Xiali malah memberinya senyuman. Shengguang merasa dapat melihat kilauan di balik sepasang iris mata rekannya. Jujur saja hal tersebut membuatnya merasakan suatu firasat aneh.
Gadis itu menariknya berdiri tiba-tiba. Ia memeluk lengan Shengguang, supaya rekannya bisa bertopang--dan supaya tidak bisa kabur.
"Aku hargai usaha dan tujuan baikmu terhadap perjalananku ini," katanya masih mempertahankan senyum, "dan aku tahu kau, temanku, tidak seperti kebanyakan anggota CENTRAL. Tapi kau juga harus belajar mempercayaiku!"
"Apa yang kau rencanakan?" Shenguang semakin kebingungan. Namun sayang sekali Xiali masih enggan memberikan penjelasan.
"Nanti saja baca naskahku," balas Xiali kini menarik Shenguang berjalan bersamanya, "sekarang ayo pulang. Aku sudah cukup melihat banyak hal di sini."
Shenguang menjadi sangat sunyi. Meski ia sangat kebingungan, tidak ada sepatah kata pun yang ia lontarkan. Dia juga tidak yakin Xiali akan memberikan jawaban.
Pada akhirnya, Shengguang terpaksa pulang dengan tanda tanya besar. Namun tentu, Xiali tidak membiarkannya bertanya-tanya hingga akhir.
Xiali menyadari, Shenguang tidak akan menyetujui jika ia mengatakan rencananya di awal. Sebab daripada menulis tentang perjuangan heroik seorang siswa dalam menyelamatkan teman-temannya dari aksi teroris, dia malah menulis tentang perjuangan seorang pengawas CENTRAL yang mendukung temannya menulis kisah terbaik untuk mengembalikan nama baik sebuah party.
Terkadang apa yang kita usahakan tidak selalu berakhir seperti apa yang kita harapkan, bukan? Malah dari ketidaksesuaian tersebut biasanya membuahkan kita dengan hasil yang tidak terduga, jika saja kita mau melihat dari berbagai sudut pandang.
Dan Xiali tidak sabar ingin melihat reaksi sang pengawas setelah membaca naskahnya ini.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top