Bab 5: Malam Berdarah
***
Malam tiba, dan udara semakin dingin untuk berada di wilayah tersebut. Artemis yang sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian tebal itu pun tampak keluar dari kamarnya dan berjalan menyusuri lorong menuju area depan yang mana dipenuhi para prajurit yang tengah berjaga dan bersantai. Artemis menatap sekitar, mencari sosok pemuda bermata hazel yang tak terlihat di antara mereka.
"Kalian melihat Ace?" tanya Artemis.
"Tuan Putri? Mengapa Anda berada di sini?" tanya salah seorang di sana. Artemis hanya menatapnya malas, dirinya sepertinya lupa jika kemari dengan cara menyelinap dan hal ini akan menyebabkan pertanyaan-pertanyaan dari mereka.
"Lupakan saja," ujar si gadis yang kemudian berlalu begitu saja mengabaikan tatapan serta pertanyaan dari prajuritnya. Gadis bermanik biru itu berjalan kembali, menyusuri area sekitar yang tampak sepi dan asing baginya. Gelap, beberapa bagian tampak gelap tanpa penerangan. "Di mana sebenarnya dia?" gumam si gadis yang masih berjalan.
Sebuah tangan menarik tangan Artemis, membawanya ke pelukan seseorang. Si gadis yang terkejut pun tampak berusaha melepaskannya bahkan sempat memukul sosok itu. Suasana sekitar yang sedikit gelap dan sepi yang membuat Artemis ketakutan.
"Hei, apa yang kau lakukan?" Suara itu, suara berat milik Ace.
"Ace?!" Si gadis menghela napas lega dan menatap pemuda itu dengan sedikit kesal. "Bisa tidak jangan seperti itu?" tanyanya dengan tatapan yang kesal.
Ace menatapnya dengan senyum kecil. "Makanya jangan jalan-jalan sendirian di tempat gelap, Gadis Kecil." Pemuda itu menunduk, menatap gadis yang jauh lebih pendek darinya itu dengan tatapan lekat.
"Biarkan aku pergi," ujar si gadis.
"Bagaimana jika aku tidak mau?" Pemuda itu masih di posisinya, mengurung si gadis di tembok belakangnya. Tak ada pergerakan sama sekali untuk melepasnya kali ini.
Artemis mendongak, menatapnya dengan tatapan tajamnya. "Apa yang akan kau lakukan?" tanyanya seperti menantang.
"Seperti yang kau lakukan padaku di gudang kerajaan." Mendengar hal itu, si gadis tampak terdiam. Sejujurnya yang ia lakukan waktu itu tak sengaja, dan entah dorongan darimana dirinya melakukan hal memalukan seperti itu.
"Maaf perihal itu, aku tidak berniat–"
"Kau seperti sengaja," potong Ace. Tatapan manik hazel itu tampak berbeda, entah kenapa Artemis bisa merasakan perubahan nada suara si pemuda yang semakin membuatnya merasa aneh jika berada di posisi ini.
Si gadis menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku tidak sengaja. Aku hanya ... ya, tergelincir dan berakhir seperti itu." Balasan aneh dari Artemis itu justru membuat Ace cukup gemas. Alasan macam apa, tergelincir? Menjadi sebuah ciuman?
Ace terkekeh. "Tergelincir ya?" ulangnya. "Bagaimana bisa? Tidak ada genangan di sana, bahkan tidak ada hal yang membuatmu jatuh, Tuan Putri."
Pemuda itu mendekatkan dirinya, Artemis bahkan bisa merasakan suara napas Ace yang begitu dekat dengannya. Jantung si gadis berdetak kencang, merasakan perasaan aneh yang menjalar di tubuhnya. Namun, momen sedekat itu terpaksa terhentikan oleh sebuah teriakan serta kegaduhan yang berada di depan sana. Ace menatap sekitar, merasakan ada pergerakan mencurigakan dari sekitar.
"Kita di serang. Ayo, Themis!" Si pemuda segera menarik tangan Artemis untuk pergi, menuju area depan.
***
Pemberontakan sudah semakin dekat, dan Ace bersama Artemis berada di garis depan. Pasukan pemberontak Nethilor yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang kejam, Zorran, sudah siap untuk bertempur. Keduanya bersama pasukan kerajaan Vraemor mengatur formasi pertempuran. Di tengah-tengah perang yang mengamuk, di bawah sinar bulan yang redup, Artemis berdiri di samping Ace, merasa bahwa ini adalah tempat yang tepat untuknya—bersama Ace, di tengah pertempuran.
Suasana mencekam saat suara pedang beradu dengan pedang terdengar di sekitar mereka. Ace memimpin serangan dengan gagah berani, sementara Artemis, dirinya yang memang ahli dalam memanah karena pelatihannya dulu, tampak melancarkan beberapa serangan dan memberi komando kepada pasukan pemanah lainnya.
Di tengah kekacauan, sebuah serangan mendekat ke arah Artemis. Tanpa berpikir, Ace melompat untuk melindunginya, mendorong Artemis ke samping saat pedang lawan hampir mengenai tubuhnya. Dengan satu gerakan cepat, Ace mengalahkan musuh itu, namun tubuhnya terluka sedikit di lengan.
Artemis dengan suara cemas, menyentuh luka Ace. "Ace! Kau terluka!"
Ace mengabaikan rasa sakitnya dan tersenyum dengan tipis, menyeka darah dari bibirnya. "Aku tidak akan membiarkanmu terluka, Artemis. Aku akan selalu melindungimu."
Artemis menggenggam tangannya, jantungnya berdebar. Di tengah perang yang mengamuk, di saat hidup dan mati beradu, ia merasakan kehangatan yang dalam dari kata-kata Ace. Mereka berdua, terikat dalam ikatan yang tak bisa dijelaskan, berjuang berdampingan melawan para pemberontak.
Setelah pertempuran sengit yang akhirnya dimenangkan pasukan Vraemor, malam tiba dengan hening yang mencekam. Perang kecil itu telah berlalu, tetapi luka-luka dan ketegangan masih terasa. Ace dan Artemis duduk di dekat api unggun yang menyala, beristirahat setelah perjuangan panjang.
Artemis menatap Ace dengan mata penuh rasa saying yang terpendam, meskipun ia tahu bahwa dunia mereka akan selalu penuh dengan bahaya. Namun, malam ini, di bawah langit yang penuh bintang, sejenak dunia terasa aman.
Artemis dengan suara lembut, menatap mata Ace. "Aku takut, Ace. Jangan seperti itu lagi, jangan membahayakan dirimu sendiri."
Ace menatapnya dengan intensitas yang mendalam, perlahan menggenggam tangan Artemis dengan lembut. "Hei tenanglah, aku tidak apa-apa. Asalkan kau aman, itu prioritasku," ujarnya dengan nada lembutnya.
Di tengah malam yang sunyi, mereka berdua saling menatap dengan penuh perasaan yang tidak terucapkan. Sebuah lingkar takdir diam-diam terikat di antara mereka, sebuah ikatan yang lebih kuat daripada apa pun yang bisa mereka hadapi di dunia ini.
Perang telah usai, tetapi hati Artemis dan Ace tetap terikat dalam konflik yang jauh lebih besar—konflik antara perasaan pribadi mereka dan tugas yang mereka emban. Artemis yang melanggar perintah ayahnya telah memilih untuk berdiri bersama Ace, dan malam itu, mereka berbagi momen penuh kehangatan di tengah perang yang menakutkan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top