5. Pekerjaan Baru

Pagi ini aku sudah siap dengan kemeja putih dan celana bahan hitam. Al juga sudah siap dengan semua perlengkapan yang akan aku bawa untuknya selama aku bekerja.

"Kamu udah mau jalan?"

Aku hanya berdeham sebagai jawaban.

"Mau aku antar?"

"Gak usah. Aku udah pesan taksi online. Ribet kalo naik motor, aku bawa mainan dan perlengkapan penunjang untuk kenyamanan Al selama bekerja nanti."

Aku mendengar dia menghembuskan nafas keras di belakang ku. Menit berikutnya ia duduk di hadapanku. Tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Sampai aku berinisiatif untuk membuatkannya teh hangat sebagai pendamping sarapan kali ini.

"Yank, aku nanti pulang malam. Ada midnight sale."

Aku tertawa terbahak dalam hati. Dia pikir aku bodoh? Midnight sale hanya akan dilaksanakan Sabtu malam atau Minggu malam. Dan hari ini adalah hari Senin. Apa dia lupa jika dulu aku juga bekerja di tempat yang sama dengannya?

"Midnight sale ya? Hmm... sejak kapan midnight sale di hari kerja bukan hari libur?" tanyaku menyindir.

Dia terdiam memalingkan wajahnya.

"Sudahlah kalau kamu ingin main atau pergi bersama temanmu bilang saja. Tapi dengan alasan midnight sale? Lain kali carilah alasan yang lebih bagus lagi." ujarku, lalu meninggalkan nya sendirian dan bersiap karena taksi online ku sudah hampir sampai.

***

"Ini meja kamu, saya sengaja kasih tempat di pojok dan dekat jendela. Agar kamu leluasa mengatur tempat untuk bermain bayi kamu, tidak masalah bukan?"

"Tidak Pak, terima kasih."

Usai mengatakan itu, Pak Rahman selaku kepala sekolah meninggalkanku di depan meja tempatku bekerja. Aku mulai berkenalan dengan ke 5 staf Tata Usaha lainnya.

Bu Indri adalah staf paling tua disini. Bu Andri adalah janda dengan anak yang masih kelas 6 SD yang akan datang kesini setelah pulang sekolah. Ada juga Pak Yahsa staf termuda disini, tapi tetap saja dia lebih tua 2 tahun dariku. Ada lagi Pak Amir dan juga Ibu Dewi.

Aku mulai merapihkan mejaku. Karena paling pojok dan tidak ada meja lagi sebelahku, aku jadi leluarsa untuk mengatur sesuka hatiku.

Aku menggeser meja sedikit agar menyisakan ruang yang cukup luas di pojok. Aku menata barang-barang Al disana. Karena Al baru berusia 5 bulan jadi aku tidak terlalu sulit mengatur tempat. Cukup dengan tempat tidur bayi yang aku taruh di lantai agar dia bisa berguling sesukanya. Al anak yang cukup tenang. Membuatku bersyukur untuk itu. Al hanya akan menangis jika meminta susu atau BAB.

Setelah merapihkan semuanya aku memutuskan untuk menjemput Al. Sebelumnya, Al di ajak jalan-jalan oleh mas Damar. Katanya supaya ada yang menjaga Al selama aku merapihkan mejaku .

Dari ujung lorong, aku melihat laki-laki yang mengenakan kaos hitam sedang menggendong bayi. Dan aku yakin bayi itu adalah Al. Aku segera mempercepat jalanku, bahkan mungkin sekarang aku sudah berlari kecil menuju laki-laki itu.

"Hey, siapa kamu? Kenapa kamu menggendong Al? Siniin Al nya!" tanya dan perintahku saat sampai di hadapannya.


"Loh kamu yang siapa? Ini anak gue. Wah, jangan-jangan lo penculik yang lagi marak di medsos itu ya?"

Dia menuduhku menculik anakku sendiri dan apa tadi dia bilang? Anaknya? Anaknya dari Hanoi!!

"Mana ada ibu yang menculik anaknya sendiri. Kamu tuh yang siapa? main ngakuin anak aku. Sini aku gendong baby Al nya."

Aku baru saja ingin mengambil Al tapi dia justru menghalangiku.

"Mana buktinya kalo lo ibunya nih bayi?"

Aku memutar bola mataku jengah, oh ayolah... apa dia tidak memperhatikan wajah Al? Wajah Al itu fotokopi dari wajahku versi laki-laki. Suamiku bahkan tidak ambil peran dalam wajah Al. Semua yang ada di wajah Al adalah milikku.

"Nama lo siapa? Umur berapa? Nama lengkap Al siapa? Terus lo disini ngapain?" tanya-nya mengintrogasi. Harus kah aku jawab? Tapi masalah tidak akan selesai jika aku tak menjawabnya.


"Nama saya Nadine Azizah. Umur saya 21 tahun. Dan ini, Aldevaro Pratama anak yang saya lahirkan 5 bulan lalu. Saya disini bekerja sebagai staf di Tata Usaha SMA ini. Sudah puas dengar penjelasan saya?"

Dia menganggukkan kepala lambat seolah sedang mengolah ucapanku. Ingin sekali aku ketuk kepalanya itu.

"Oke, gue percaya. Info yang lo kasih sama kayak yang Bang Damar bilang. Jadi gue yakin lo ibunya nih bayi. Tapi di lihat dari muka lo gak cocok jadi ibu, muka lo terlalu muda. Kawin muda atau MBA neng?"

Sumpah anak ini tidak punya sopan santun sama sekali.

"Saya nikah muda saat umur saya 19 tahun. Kenapa kamu? iri sama saya?"

"Ih, males banget iri sama lo! Gue cuma mikir, anak kecil kok punya anak." ujarnya menyindir.

"Saya bukan anak kecil! Bahkan saat menikah saya sudah punya KTP dari 2 tahun sebelumnya."

"Tapi wajah lo kayak bocah? Belom pantes gendong anak. Kalo kita jalan aja bisa jadi orang akan mikir lo adik gue atau pacar gue."

"Loh bagus dong, berarti saya punya wajah babyface. Jadi saya akan awet muda tanpa perlu perawatan."

"Iyain aja! Pede kok selangit. Nih anak lo, gue mau main bola." ucapnya sambil menyerahkan Al padaku.

"Ini kenapa Al bisa sama kamu?"

"Bang Damar yang titip tadi. Dia ada rapat darurat, jadi gue disuruh nganter tuh bayi ke emaknya."

"Oh gitu, terima kasih kalau gitu."

Dia hanya berdeham sebagai jawaban dan langsung meninggalkan ku menuju lapangan sepak bola. Anak itu benar-benar tidak tau sopan santun. Biar bagaimana pun kan aku lebih tua.

Aku segera berbalik dan menuju ruang TU. Oke, waktu nya bekerja.

Fighting Nadine.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Berarti sudah waktunya aku dan Al pulang kerumahnya. Sedari tadi aku bekerja, Al hanya tidur dan bermain di atas kasurnya. Dia sama sekali tidak rewel atau menangis, anak itu memang sangat pengertian.

"Pulang bareng gak Din?" tanya seseorang yang membuatku terkejut.

Aku menatap ke depan setelah sebelumnya aku menunduk merapihkan tasku.

"Gak usah Mas, aku naik taksi online aja."

"Kamu yakin?"

"Yakin Mas. Justru aku tidak yakin kalau naik motor. Aku takut Al masuk angin."

Mas Damar mengangguk dan memutuskan pulang duluan. Tapi sebelum pergi, aku memanggilnya lagi. Ada yang ingin aku tanyakan perihal tadi.

"Mas, tadi nitipin Al sama murid sini ya?"

"Oh iya, tadi mas ada rapat Pramuka dadakan. Kamu kan tau mas mengajar Pramuka juga? Maaf ya soal tadi."

"Gak apa-apa juga sih Mas, cuma anak yang Mas pintai tolong itu gak sopan banget."

"Kenapa? Dia gak berbuat macam-macam sama kamu kan?" Aku bisa melihat ada gurat khawatir di wajahnya.

"Gak mungkin macem-macem lah Mas, cuma mulutnya tuh anak aja kelebihan makan cabe jadinya nyinyir. Udah gitu songong banget panggil Mas bukannya manggil Bapak malah manggil Abang."

"Oh masalah itu, emang udah biasa aku di panggil Abang. Soalnya selama ngajar Pramuka aku gak mau di panggil Bapak. Eh jadi keterusan sampai sekarang."

"Oh gitu! Yaudah aku pulang duluan ya, taksi online nya udah datang." ujarku, sambil bangkit dan menggendong Al.

"Ya sudah kamu hati-hati."

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Hari ini cukup melelahkan. Lebih baik aku segera sampai rumah dan beristirahat.





Jakarta,19 Juli 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top