24. Rahasia Yang Terungkap

Tanpa terasa 3 bulan telah berlalu sejak aku memutuskan mengakhiri semuanya.

Jika kalian bertanya siapa yang menculikku waktu itu maka jawabannya adalah Azka.

-Flashback

Aku berbalik dan siap berteriak meminta pertolongan saat yang ku lihat adalah cengiran tidak berdosa di mata Azka.

"Demi tuhan Az!! Kamu tuh punya hobby nyulik orang ya! Atau cita-cita kamu mau jadi penculik handal?!" pekikku.

Azka malah tertawa terbahak membuat ku semakin geram karena tawa nya.

Dia baru berhenti tertawa saat aku menendang tulang keringnya dan berganti merintis kesakitan.

"Sakit tau!!" rajuknya.

"Ngapain kamu bawa aku kesini?" tanya ku mengabaikan rajukkannya barusan.

"Oke kita serius! Kamu ngapain jalan sama pak Yahsa?"

"Loh suka-suka aku dong. Emangnya salah ya?"

"Jelas salah lah! Kamu tuh masih istri orang. Gak baik jalan sama cowok lain. Bukan mukhrim!"

Aku hampir tertawa mendengar ocehannya.

"Az, aku sama kak Yahsa gak ngapa-ngapain, kami tau batasan. Cuma sekedar cerita sambil makan bareng aku rasa bukan suatu kesalahan deh."

"Tetep aja gue gak suka. Pokoknya lo gak boleh jalan sama pak Yahsa."

"Itu hak aku! Kamu gak punya hak untuk ikut campur."

"Gue punya lah! Kan kita sudah mendeklarasikan kalo kita sahabat. Gue pantas jadinya ngelarang lo."

"Kalo kamu sahabat saya, kamu gak bakalan menyembunyikan sesuatu dari saya."

"Gue gak sembunyiin apa-apa."

"Yakin?? Sekarang saya tanya, apa hubungan kamu dan Malika?"

Dia lantas diam seribu bahasa.

"See.. kamu gak bisa jawab kan? Jangan pernah dekati saya mulai saat ini sampai kamu bisa cerita rahasia yang kamu sembunyikan. Karena saya mulai curiga kamu salah satu dalang dalam perceraian saya."

Aku langsung meninggalkannya sendiri. Dan sejak itu aku memutuskan menjaga jarak dari Azka.

-Flashback End

Hari ini adalah putusan pengadilan dan jatuh nya talak. Jika kalian bertanya apa Aksa langsung setuju jawabannya adalah tidak.

Dia tidak datang di sidang pertama, dia justru menungguku di rumah. Dia mengamuk dan hampir memecahkan seluruh barang saat aku tiba di rumah.

Aku yang mengerti sikap emosi Aksa yang sangat tidak bisa dilawabln dengan kekerasan juga, akhirnya mencoba tenang dan lembut menghadapinya.

Aku memelukknya dan mencoba berbicara selembut mungkin. Dia masih tidak menerima dan bilang akan berusaha mempertahankan ku di pengadilan nanti. Sebelum akhirnya pergi dari rumah dengan keadaan emosi yang membuat aku semakin khawatir tentangnya.

Sidang ke-2 tahap mediasi, Aksa masih kukuh ingin mempertahankan rumah tangga kami. Tapi aku lebih kukuh ingin bercerai, di tambah dengan adanya bukti-bukti perselingkuhannya yang makin memberatkan Aksa.

Dan di sinilah aku sekarang. Di depan cermin sambil menatapi wajah yang kehilangan senyumnya.

Aku sedih dengan perceraian ini. Aku masih sangat mencintainya. Tapi kesalahan yang ia lakukan bagiku sudah tak termaafkan. Luka ini masih menganga lebar karena nya. Dan aku ingin rehat sejenak untuk menyembuhkannya.

Tinn...tinn....

Suara klakson dari luar membuatku segera bangkit dan melangkah keluar. Jemputanku telah datang.

Kak Yahsa keluar dari mobil saat melihatku mendekat.

"Sudah siap?" tanya nya sambil membukakan pintu mobil.

Aku mengangguk. Kak Yahsa dan mas Damar adalah orang yang selalu ada di sisiku sejak saat sidang pertama waktu itu.

Mereka mendukungku dan menbantuku menghadapi semuanya. Mereka telah menjadi ladangku berkelih kesah.

"Al jadi di titipin bang Damar?"

"Jadi kok. Tadi jam 7 pagi mas Damar kerumah dan bawa Al main."

Dia menganggukkan kepalanya.

"Nad. Keluar dari ruang sidang nanti, kamu akan jadi orang yang baru. Belajar lupain kesakitan kamu. Buat kebahagiaan untuk dirimu sendiri, oke!"

Kak Yahsa mengusap kepalaku seolah menghantarkan dukungannya. Aku hanya tersenyum membalasnya.

Kami tiba di pengadilan pukul 10 pagi, tepat sekali waktu sidang. Aku yang meminta seperti itu karena aku tidak sanggup berhadapan dengan Aksa terlalu lama.

Kami segera masuk ruang sidang. Aku duduk berdampingan dengan Aksa yang tampak menunduk sedari tadi.

Di tengah jalannya sidang entah darimana mulanya tapi keributan terjadi. Malika menerobos masuk dan berteriak.

"Kamu harus segera bercerai Nadine, Aksa!! Kamu harus tanggung jawab. Kamu harus nikahi aku. Anak ini butuh pengakuan."

Air mataku jatuh saat mendengar perkataannya. Nafasku seolah di renggut paksa menyisakan sesak tak tertahankan. Ini yang membuatku memilih bercerai darinya. Biar bagaimanapun, hubungan perselingkuhan mereka sudah terlalu jauh. Aku memikirkan bagaimana jika nanti nya Malika hamil dan aku masih berstatus istri Aksa. Aku tak mau di madu, untuk itu aku memilih menyelamatkan diriku terlebih dahulu dengan perceraian ini.

Tapi kenapa sesakit ini mengetahui jika Aksa benar-benar menghamili Malika?! Padahal aku sudah mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan itu dari jauh hari.

Aksa mengabaikan Malika yang masih terus berteriak, dia lebih memilih menoleh ke arahku. Hal pertama yang ku lihat di wajah nya adalah gurat lelah dan kefrustasian. Dia mengiba padaku, yang ku balas pandangan kecewa. Saat dia mencoba menyentuhku, aku menjauh sambil menggeleng kecil seolah menegaskan untuknya jangan menyentuhku.

Malikaa dibawa keluar oleh pihak keamanan karena mengganggu jalannya sidang. Dan akhirnya sidang kembali dilanjutkan.

Aku segera berlari kecil keluar ruangan tanpa menghiraukan panggilan Aksa atau kak Yahsa. Aku butuh bernafas. Disana terasa sangat sesak dan menyakitkan untukku.

Aku terduduk dan menelungkupkan kepala di samping mobil kak Yahsa sambil menunggunya datang. Aku menangis menyesali takdirku. Kenapa ini harus menimpaku? Apa aku telah melakukan kesalahan besar hingga balasanku semenyakitkan ini?

Kak Yahsa datang dan langsung memelukku. Aku balas memeluknya tak kalah erat. Aku menumpahkan semua kesakitanku di pelukannya.

Sampai teriakan seseorang yang telah merusak hidupku membuatku melepaskan pekukan kak Yasa.

"Azzkkaaaaa!!!"

Dia berlari ke arah laki-laki yang seperti sedang menunggu kehadirannya. Disana aku melihat dengan sangat jelas Malika memeluk erat tubuh Azka. Dia bersorak gembira seolah memenangkan hadiah besar. Ya! dia memang menang besar. Dia mendapatkan suamiku!

"Makasih ya Az, makasih Tuhan, aku senang banget sekarang aku bisa bersatu sama Aksa."

Lalu kemudian Nina keluar dari arah kursi belakang. Nina menangis, entah itu tangisan untuk apa.

"Kita pulang." bisik kak Yahsa.

Bipp..bipp..

Bunyi alarm mobil kak Yahsa membuat makhluk yang sedang berbahagia itu menoleh ke arahku.

Azka dan Nina terlihat panik. Aku segera masuk kedalam mobil dan menguncinya.

Aku bisa melihat dari spion kiri, Nina jatuh terduduk dan menangis sambil berteriak entah apa karena aku tak bisa mendengar, sedangkan Azka berlari kearah mobil kami.

"Jalan Kak, jangan berhenti."

Azka mengetuk kaca mobil disebelahku. Dia berteriak sambil terus mengetuk sementara aku membuang muka darinya. Mobil terus melaju tanpa memperdulikan Azka yang mulai tertinggal di belakang.

Jadi ini rahasia yang dia sembunyikan?! Mereka terlalu apik memainkan peran, atau mungkin aku yang terlalu bodoh sampai tak menyadari permainan mereka. Dan aku ingin sekali tertawa karena dengan mudahnya aku menjadi boneka di permainan mereka.

Aku memang bodoh, aku kalah dan aku terluka.







Happy reading.
Jakarta,29 Agustus 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top