19. Perpisahan
Aku hampir saja menjatuhkan kantung belanjaan ketika melihat pemandangan di hadapanku.
Dan sepertinya dua makhluk lain jenis itu tidak sadar atau bahkan tidak peduli dengan keberadaanku. Buktinya, mereka tetap asyik dengan kegiatan mereka tanpa terganggu oleh kehadiranku.
Aku menguatkan langkahku. Jangan lemah.. jangan lemah.. itu mantra yang aku ucapkan sambil melangkah pelan dengan kaki gemetar menuju kedalam.
"Pindahlah ke hotel! Rumahku tidak menerima tindakan amoral yang kalian lakukan." ucapku tajam.
Dan sepertinya kalimatku berhasil mengejutkan mereka. Aksa mendorong wanita yang di pangkuannya sampai jatuh ke lantai.
Seharusnya aku tertawa melihatnya terjatuh dengan sangat tidak elit, tapi selera humorku seolah lenyap. Aku melanjutkan langkah menuju dapur untuk menaruh belanjaanku.
Sampai di dapur, aku langsung berlari ke kamar mandi dan mencuci wajah ku. Bayangan wanita dengan tubuh bagian atas yang terbuka sedang duduk di pangkuan suamiku masih berputar di otakku.
Air mata yang sekuat tenaga aku tahan akhirnya jatuh juga. Kenapa harus seperti ini? Tidak cukupkah hanya aku saja? Kenapa dia harus selingkuh lagi? Padahal aku sudah mencoba memaafkan kesalahan nya yang pertama.
Tuhan!! apa salahku?!
Aku melangkah keluar dari kamar mandi setelah merasa lebih baik. Aku menemukan Aksa didepan pintu kamar mandi, seperti sedang menungguku. Tapi aku tak memperdulikan-nya. Aku hanya melewatinya seolah dia tak ada dan segera masuk ke dalam kamar. Bahkan aku tak mempedulikan dia yang memanggil namaku berulang kali.
Aku segera mengambil koper sesampainya didalam kamar. Mulai memasukkan baju serta barang-barang kedalam koper itu.
Letak lemari yang berada di samping jendela, membuat aku bisa melihat keluar dengan jelas.
Disana, Azka sedang menarik tangan Malika menuju mobilnya. Dia membanting pintu dengan keras dan berjalan cepat ke arah kemudi dengan gestur tubug yang menandakan jika dirinya sedang dalam amarah.
Dua hal yang janggal dari Azka. Pertama kenapa dia harus membawa Malika yang jelas-jelas selingkuhan suamiku? Dan yang kedua, Azka tidak cedera kaki! karena buktinya dia bisa berlari bahkan menyeret orang lain. dia membohongiku!
Ada apa sebenarnya ini Tuhan?!
"Kamu mau kemana?" tanya Aksa membuyarkan lamunanku.
"Bukan aku, tapi kamu!"
"Maksud kamu?"
"Kamu bisa pergi dari rumah ini. ini rumah ku! Kamu bisa tinggal di tempat Malika atau balik ke kontrakan kamu dulu." jawabku tajam.
"Nad, aku bisa jelasin. Kita harus bicarain ini."
"Gak perlu! Yang aku lihat sudah lebih dari kata jelas."
"Kita gak bisa kayak gini Nad. Gimana sama Al?"
Aku melihat sinis ke arah nya.
"Lucu kamu! setelah ketauan kamu baru mikirin Al? Kemarin kemana aja?"
"Apa maksud kamu?"
"Seriously? Dari semua yang bisa kamu ucapkan kamu malah tanya itu?"
Aku tertawa sarkas.
"Apa kurang aku sama kamu Yah? Aku kurang apa sampai kamu cari kebahagiaan lain di luar?"
Dia mencoba mendekat tapi aku terus menghindar.
"Maafin aku Yank, Maaf.. In... Ini salah paham!"
"Salah paham di bagian mananya? Aku tau semua Yah! Aku tau.. Aku tau dulu kamu sempet selingkuh kan sama dia? Aku diam Yah, aku diam! Aku tetap maafin kamu."
"Tapi apa yang aku dapat? Kamu melakukan lagi Yah! Bahkan dengan berani nya kamu bawa dia kerumah. Bajingan kamu!"
Aku mulai berteriak dan menangis tidak karuan. Semua sakit yang ku pendam sejak lama seolah berlomba untuk keluar.
"Kamu jahat Yah! Kamu sakitin aku berulang kali, kamu juga sakitin Al." lirihku.
Aksa membawaku ke pelukannya dan aku hanya bisa menerima karena jujur aku sangat lelah.
"Maaf Yank, maafin aku! Aku tau aku salah. Tapi yang tadi salah paham."
"Kamu jahat Yah jahat.. kamu jahat." aku hanya mampu memukul dadanya berharap ia merasakan sakit yang aku rasakan.
"Biarin aku jelasin dulu ya Yank, kamu tenang dulu oke?"
Aku hanya diam, rasanya tubuh ini terlalu lemah untuk menjawab atau melepaskan pelukannya. Dan dia makin merapatkan pelukan saat tak mendapat jawaban dariku.
"Jujur aku akui dulu memang pernah ada main sama Malika. Tapi demi Allah aku udah berenti Yank. Aku berenti buat kamu dan Al. Tapi Malika gak mau berenti Yank, dia terus deketin aku. Tapi demi Allah aku sama sekali tidak pernah mengacuhkan dia. Sampai tadi dia tiba-tiba datang kerumah nangis-nangis bilang ada masalah."
"Aku fikir gak ada salahnya nerima dia masuk buat sekedar kasih minum. Tapi Malika jebak aku Yank, dia buka bajunya dan langsung duduk di pangkuan aku dan kamu tau sendiri kelanjutannya."
Aku masih menangis sesegukan. Tapi kenapa moment-nya bisa pas? Apa ada kebetulan yang seperti itu?
"Maafin aku Yank, demi Allah aku udah berenti. Aku mau kamu dan Al Yank, bukan dia yang aku mau."
"Tapi kamu juga menikmatinya kan?" tanyaku parau.
"Aku bisa lihat kamu gak menolak Yah. Bahkan mungkin kalo aku gak datang, kamar ini atau sofa itu bakalan jadi saksi bisu kebodohan aku."
Aku melepas paksa pelukannya dan berjalan kembali ke lemari. Aku kembali memasukkan pakaiannya ke dalam koper.
Semua barangnya aku masukkan tanpa kecuali. Dia memelukku dari belakang dan menenggelamkan wajah di bahuku.
"Plis.. maafin aku jangan kayak gini. Aku gak mau pisah sama kamu Yank." aku merasa bahuku basah. Apa mungkin Aksa menangis?
"Pergi Yah! Aku mohon, aku gak sanggup lihat kamu. Aku jijik sama kamu."
"Maafin aku Yank, aku mohon jangan begini, kita bisa selesain semuanya baik-baik."
Aku menggelengkan kepalaku dan mencoba melepas pelukannya. Tapi dia justru mengeratkan pelukan ini.
Kami sama-sama menangis. Menangisi nasib pernikahan kami yang ternyata tak berjalan mulus atau mungkin akan berhenti berjalan.
Cukup lama aku dalam pelukannya. Aku membalikkan tubuhku ke arahnya. Aku memegang pipinya dengan kedua tanganku.
Hal pertama yang aku lihat adalah mata merah dan masih ada sisa air mata disana.
"Kamu sayang aku?" tanya ku lirih.
Dia mengangguk tegas.
"Kamu cinta aku Yah?"
Dia kembali mengangguk.
"Pergi ya? aku gak siap ketemu kamu. Aku sakit lihat kamu Yah. Tolong kasih aku waktu." pintaku memelas padanya.
Dia menatapku lama dan aku mencoba meyakinkannya lewat mata ku, kalau aku sangat kesakitan jika tetap berada didekatnya. Akhirnya Aksa mengangguk pelan meskipun aku masih bisa melihat ragu di matanya.
Masih dengan menyentuh kedua pipinya, aku memajukkan wajahku untuk mengecup bibirnya, bibir yang tadi ia gunakan untuk mengecup wanita lain. Dia membalas kecupanku, tapi tidak ada gairah atau cinta di ciuman kami. Hanya ada ciuman keputusasa-an dan penyesalan.
(Kurang lebih gini ya posisinya. Bedanya mereka sambil nangis yaaa)
Aku melepas ciuman kami dan menaruh dahiku di dahinya. Dia memelukku erat kemudian menenggelamkan wajah di bahuku.
"Kamu pergi sekarang ya? Aku mohon, kita tenangin fikiran kita masing-masing. Oh ya, besok hari ulang tahun Al, kamu boleh dateng, jangan lupa bawa kado buat Al ya."
"Aku pergi bukan untuk ninggalin kamu. Tapi aku pergi buat perjuangin kamu sama Al lagi Yank. Aku cinta kamu." ucapnya, yang di akhiri dengan kecupan di dahiku. Aku menutup mata meresapi kehangatan yang mungkin saja akan jadi kehangatan yang terakhir kali aku rasakan.
Akhirnya, dia pergi membawa koper yang sebelumnya sudah aku siapkan. Dia menatapku sendu di ambang pintu kamar kami. Aku mengalihkan pandangan tak mampu memandang ke arahnya. Aku tak sanggup bertatap mata lagi dengannya.
Aku beralih ke jendela kamar untuk melihatnya yang melangkah pergi dari rumah ini. Dia memandang sendu rumah ini dan kemudian terdiam beberapa saat memandang kearah ku yang berada di balik jendela.
Dia mulai melajukan motornya meninggalkan rumah ini. Saat dia tak terlihat lagi, aku menjatuhkan tubuhku ke lantai dingin kamar yang menjadi saksi bisu kesakitanku.
Aku menangis sejadi-jadinya. Menangisi ketidak berdayaanku, menangisi kepergiannya bahkan aku menangisi takdir hidupku yang begitu menyakitkan.
Aku lelah.. Sangat lelah..
Wah Aksa udah ketahuan. Gimana nih kelanjutan kisah mereka?
Apakah Nadine akan maafin Aksa atau bakalan pergi selama-lamanya ya ????????
Ada yang bisa tebak???
Btw harusnya part ini sedih tapi kok aku merasa gak dapet feelnya ya
Kalian pada dapet feelnya gak sih?
Komennya buat masukkan aku.
Makasihh
Jakarta, 23 Agustus 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top