18. Kemah II

Setelah puas berfoto, kami kembali ke tenda perkemahan. Siswa dan siswi mulai berpencar sesuai tugas yang dibagikan pada kelompok masing-masing.

Malam ini akan di adakan lomba memasak untuk makan malam. Jadi aku hanya perlu membagi bahan makanan sesuai jumlah kelompok yang sudah di bagi oleh kepala sekolah.

Persiapan bahan-bahan sudah selesai. Tinggal menunggu para murid yang sedang mengambil kayu bakar dan air.

Aku mulai menaruh bahan makanan di setiap kelompok dan kembali ke tempatku. Aku ingin membuat bubur kacang hijau. Entah kenapa aku merasa masakan mereka kurang meyakinkan. Jadi aku memasak bubur kacang sebagai cadangan. Karena aku tak ingin diare selama disini.

Suara teriakan dan tertawa terdengar begitu nyaring. Aku jadi ingat saat aku sekolah dulu. Aku tidak pernah ikut acara kemah seperti inu, bahkan aku jarang bergaul dan malah gak punya teman. Pulang sekolah aku langsung menuju resto tempat aku bekerja parttime.

Selama bekerja parttime hampir 4 tahun, disana tak ada pengangkatan jadi karyawan atau pindah bagian yang lebih baik. Jadi, aku memutuskan keluar dan bekerja menjadi Sales Promotion Girl disalah satu pusat perbelanjaan.

"Masak apa Bu?" aku terlonjak kaget.

"Eh Pak Yahsa, ada apa ya Pak?"

"Gak ada apa-apa Bu. Saya cuma tanya Ibu masak apa?"

"Oh ini saya masak bubur kacang ijo Pak. Takut makanan anak-anak gak enak jadi saya bikin cadangan makanan. Saya takut keracunan." Canda ku.

Pak Yahsa tertawa, aku baru melihatnya tertawa. Biasanya dia sangat kaku. Bahkan aku jarang mengobrol kalo tidak ada yang penting.

"Aduh si Ibu jahat banget sama murid. Masa di bilang keracunan. Kan tiap murid ada satu guru penbimbing selama memasak Bu, jadi gak akan terlalu hancur rasanya."

Aku tersenyum padanya. Emang iya sih, satu kelompok ada satu guru yang kasih arahan soal masaknya. Tapi tetep aja, aku sedia payung sebelum hujan. Daripada kelaparan nanti.

***

Sekarang sudah masuk waktu penilaian. Kami yang tidak menjadi pembimbing memasak di tugaskan menjadi juri.

Aku berjalan di samping pak Yahsa. Aku melihat raut wajah pak Yahsa saat mencoba makanan di kelompok satu. Wajah nya tidak menunjukkan ekspresi aneh, aku rasa masakannya cukup enak.

Baru saja ingin mengambil sendok untuk mencoba, tiba-tiba saja ada sendok yang berisi makanan mampir di depan wajahku.

"Cobain Bu, gak akan keracunan kamu." ujar pak Yahsa,

Aku ragu menerima suapannya, tapi karena banyak orang yang memperhatikan, jadilah aku menerima suapan itu. Benar kata pak Yahsa, rasanya tidak begitu parah. Justru bisa di bilang enak.

Pak Yahsa terus menyuapiku sampai makanan sudah kami coba semuanya. Aku sebenarnya malu, tapi menolak dan membuatnya malu juga aku gak tega.

Usai memberi penilaian, makananpun mulai di makan oleh semua. Selesai makan kami diberi waktu tidur sampai tengah malam sebelum acara jerit malam.

Semua sudah mulai masuk ke tenda. Karena belum mengantuk, aku memilih duduk di depan api unggun dan mulai memainkan api nya.

Entah sejak kapan pak Yahsa sudah duduk disebelahku. Dia hanya diam menemaniku duduk karena jujur aku juga sedang malas berbicara.

Perasaan aneh merasuk ke dalam hatiku. Entah karena efek merindukan Al atau karena Aksa yang tak memberi kabar semenjak aku berangkat, aku tidak tau. Yang jelas perasaan tidak enak ini amat menyiksaku. Seperti sebuah firasat akan sesuatu yang akan terjadi, tapi aku tidak tau apa itu.

Pak Yahsa menyodorkan mangkuk plastik berisi bubur yang tadi aku masak. Aku tidak tau kapan dia mengambil bubur nya. Aku menerima dan mulai memakan nya dengan suapan kecil.

"Sepertinya Ibu sedang butuh waktu sendiri. Saya gak akan ganggu, saya cuma ingin menemani Ibu dan memastikan semua baik-baik aja. Anggap aja saya gak ada ya Bu." aku hanya tersenyum tanpa berniat menjawab

***

Acara jerit malam semalam berjalan dengan lancar dan semua acara hari ini pun berjalan lancar.

Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku mulai merapihkan barang bawaanku. Sesuai perjanjian yang ku buat dengan pak kepala sekolah, aku izin pulang duluan malam ini menggunakan mobil yang aku bawa saat berangkat.

Ini semua ide Azka. Bahkan mobil yang ku gunakan juga mobil Azka.

"Loh Bu, udah mau pulang?"

"Iya Pak. Bapak kok masuk tenda perempuan?"

"Oh ini saya mau ambil kotak P3K. Ada anak yang terluka."

"Bawa sini aja Pak anaknya. Biar saya yang obati."

"Gak ngerepotin Bu?"

"Enggak Pak. Tolong bawa anaknya kesini aja."

Pak Yahsa keluar sebentar dan kembali bersama seseorang yang dia bantu berjalan.

"Azka kamu kenapa?" aku memekik keras saat tau orang yang terluka itu Azka.

Terakhir kami bertemu saat berfoto kemarin. Dan dia baik-baik saja. Kenapa sekarang kayak abis diamuk hewan buas? Baju nya robek dan ada beberapa luka disekujur tubuhnya.

"Azka terpeleset dan jatuh Bu." jelas pak Yahsa.

Aku menghampiri Azka yang sudah berbaring disalah satu tempat tidur.

Aku mulai membersihkan lukanya, ternyata lukanya hanya banyak tapi tidak ada yang parah. Hanya baju yang sobek dan dekil membuat ku berpikir macam-macam tadi.

"Makasih ya Bu." ucap pak Yahsa saat membantu Azka berdiri selesai aku obati.

***

Aku sudah akan masuk mobil saat seruan kepala sekolah menghentikanku.

"Bu bisa saya minta tolong?"

"Ada apa ya Pak?"

"Azka mengeluh kesakitan terus. Sepertinya ia terkilir. Bisa Ibu antar Azka pulang sekalian bersama Ibu gak? Atau bawa ke rumah sakit?"

Segitu parahnya kah sampai harus di bawa ke rumah sakit? Padahal tadi kayaknya gak apa-apa deh.

"Bisa Pak. Mana Azkanya? Nanti saya antar kerumah sakit setelah itu saya antar pulang."

"Terima kasih ya Bu bantuannya."

Setelah itu kepala sekolah pergi dan tak lama muncul Azka yang di bantu berjalan oleh pak Yahsa.

"Kamu bisa nyetir jakarta sendirian Nad?"

"Bisa Pak. Tenang aja."

Aku mulai melajukan mobilku dengan kecepatan sedang.

"Lagi PDKT sama pak Yahsa?" tanya Azka memecah keheningan.

"Otak kamu terbentur ya jadi lupa ingatan? Aku ingatkan lagi, aku masih ada suami Az. Ya kali PDKT sama cowok lain."

"Tapi yang aku lihat kamu dari awal kemah di pepetin terus sama pak Yahsa."

"Itu dia yang aku bingung, perasaan ya kalo di sekolah dia itu pendiam dan dingin gitu. Kenapa pas kemah malah sok akrab."

"Suka kali dia sama kamu."

"Ya kali ah Az! Suka ngaco kamu."

Selanjutnya perjalanan kami isi dengan obrolan ringan. Sampai di daerah sekitar rumahku, aku mampir sebentar ke supermarket untuk membeli keperluan acara besok.

Tiga kantung belanjaan besar sudah masuk bagasi mobil. Saat aku duduk dikursi kemudi ternyata Azka sudah bangun.

"Kenapa gak bangunin aku kalo belanja banyak?"

"Kamu nyenyak banget, gak tega banguninnya. Lagian mana bisa bantuin kalo kaki kamu pincang?"

Aku kembali melajukan mobil kearah rumahku. Aku berniat menaruh belanjaan dulu baru mengantar Azka. Biar aku lebih gampang pulangnya saat naik ojek.

Sampai didepan rumah waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam.

Aku sengaja memakirkan mobil di pinggir jalan depan rumah. Agar tidak repot lagi saat akan pergi mengantar Azka pulang. Lagipula, aku cuma taruh belanjaan jadi tidak akan lama.

Azka membantu membawa satu kantung belanjaan. Sampai di teras, terlihat lampu ruang tamu masih menyala. Mungkin Aksa sedang nonton TV.

"Kamu tunggu sini aja. Kayak nya suamiku lagi nonton tv. Gak enak kalo kamu ikutan masuk. Sini belanjaannya."

Azka hanya mengangguk sambil memberikan kantung belanjaan padaku.

Saat aku membuka pintu, aku masih kerepotan dengan kantung belanjaan yang aku bawa, sampai aku tidak memperhatikan sekeliling.

Tapi saat aku menaikkan pandanganku ke depan. Aku malah mendapati pemandangan yang membuat jantungku jatuh ke dasar tanah.


























Hayo ada yang bisa tebak apa yang di lihat Nadine?

Jakarta, 23 Agustus 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top