16. Cerita Kelamnya
Setelah mengatakan itu, kami sama-sama terdiam. Perasaanku saja atau ruangan ini jadi panas ya? Apa AC nya tadi di matiin sama Azka?
Bunda Azka pindah duduk ke sebelahku. Dia masih menunduk sedari tadi. Jadi aku tidak tau bagaimana ekspresi wajahnya.
Tangannya menggenggam erat tanganku. Dingin, itu yang aku rasakan saat tangan kami bersentuhan.
Bunda Azka menaikkan pandangannya dan ketika pandangan kami bertemu. Aku merasa di siram sebongkah es batu.
Bunda Azka memandangku sedih. Aku menyesal telah berburuk sangka tadi. Mana ada orang yang mau introgasi tapi wajahnya sedih. Sepertinya aku terlalu banyak nonton sinetron.
"Kamu tau? Dulu Azka anak yang paling menurut pada Bunda dan ayahnya. Dia anak kami satu-satunya. Dan Bunda yakin anak di luar sana belum tentu ada yang senurut dan sesayang Azka pada orang tuanya."
Bunda mulai bercerita dengan wajah sendu. Aku mencoba menjadi pendengar yang baik tanpa menyela.
"Kalo Bunda bilang enggak. Betapapun inginnya Azka pada hal itu, ia pasti akan mundur. Kadang Bunda berpikir, apa Azka gak punya keinginan sendiri? Tapi jawaban yang Bunnda dapat malah semakin membuat Bunda sedih. Dia bilang, seberapapun pengennya Azka. Bunda tetap prioritas Azka. Azka masih bisa menunda atau mengubur keinginan Azka. Tapi Azka gak bisa mengubur dan menunda apapun tentang Bunda."
Aku salut, di balik sikap nakalnya ternyata dia anak yang sangat penyayang.
"Semua berubah saat dia berumur 13 tahun. Dia dewasa sebelum waktunya, dia mendengar apa yang seharusnya tidak pernah dia dengar."
Bunda berhenti sejenak sambil mengusap air mata yang perlahan mengalir di wajah cantiknya.
"Ayahnya selingkuh, Azka dan Bunda sama-sama tau hal itu. Tapi bunda memaksa Azka menutup mulut dan matanya. Bunda belum bisa berpisah dengan ayah. Dan saat itu Bunda yakin ayah akan sadar. Dan kata cerai tak pernah sekalipun terlintas dalam benak Bunda. Bunda hanya gak mau Azka berbeda dan merasa kekurangan."
Alasan yang sama denganku saat aku mengetahui Aksa selingkuh. Al adalah prioritasku, kebahagiaan Al adalah yang terpenting.
"Tapi sampai Azka umur 15 tahun. Ayahnya gak pernah berhenti, malah semakin berani dengan membawa wanita itu masuk ke rumah. Dari sanalah Azka mulai berubah, dia berani memberontak bahkan memaki ayahnya. Hal yang gak pernah dia lakukan sebelumnya. Karena dulu Azka selalu menjadikan ayahnya sebagai contoh hidup dia."
"Azka memohon bahkan sampai bersujud di kaki Bunda. Dia meminta Bunda untuk menceraikan ayah, dia gak mau Bunda sedih terus. Akhirnya saat Bunda setuju, Azka langsung berangkat ke pengadilan dan mengurus berkas-berkasnya."
"Kamu bisa bayangkan Nad? Anak yang seharusnya sedang bermain bola dengan teman-temannya malah bolak-balik pengadilan bersama pengacara untuk urus berkas cerai orang tuanya. Bunda sempat depresi saat itu, jadi Bunda tidak terlalu memikirkan Azka. Bunda sangat egois saat itu, dan saat itu menjadi penyesalan terbesar bunda."
"Saat ayahnya sudah tanda tangan berkas cerai, Azka langsung memboyong Bunda keluar dari rumah. Kami mengontrak Nak! Kami mulai semuanya dari nol. Kami hidup susah. Itu sebabnya Azka molor setahun sekolahnya. Kamu bisa bayangkan bagaimana rasanya menjadi Azka saat itu?"
Cerita Bunda terhenti karena nafas Bunda yang tersendat akibat menangis hebat.
"Tapi ternyata Azka punya tabungan yang lumayan banyak. Dia dan beberapa temannya membuka jasa sablon baju. Dia fokus mencari uang sampai melupakan sekolahnya. Dia salah jalan Nak, anak Bunda salah memilih jalan waktu itu! Dia mendapatkan pengalihan rasa sakit yang salah dari teman wanitanya."
"Dia berbuat dosa yang langsung di bayar karmanya oleh Tuhan. Tapi dia gak ngeluh ke Bunda, dia bertanggung jawab atas dosanya. Dia bahkan terlihat bahagia dengan dosa yang dia perbuat. Dia bahkan berniat benar-benar berhenti sekolah dan fokus cari uang."
Aku sebenarnya belum paham dengan dosa yang bunda maksudkan. Aku ingin bertanya, tapi aku tau ini bukan hakku untuk mengetahui secara detail.
"Tapi Tuhan punya jalan sendiri, dosa itu ternyata tidak untuk dirinya, kebenaran terungkap dan Azka tidak bersalah. Tapi dia terlihat sangat terpuruk, dia bilang dia sudah menyiapkan semuanya, dia tidak mau seperti ayahnya. Dia menangis Nak, anak malang Bunda menangis untuk pertama kalinya di hadapan Bunda! itu tangis pertamanya yang Bunda lihat setelah tangis terakhirnya yang jatuh dari sepeda diumur 6 tahun. Bahkan saat jatuhnya talak dan resminya Bunda bercerai, dia tidak menangis. Dia malah tersenyum bahagia."
"Itu adalah masa dimana dia paling jatuh. Dan Bunda hanya bisa memeluk dan meyakinkan dia jika Bunda selalu ada disisi dia. Sampai akhirnya, dia mulai bangkit. Dan Bunda bilang, kamu harus mulai hidup baru hari ini. Lupain semuanya!"
"Dan bisa kamu lihat kan Nad? Itulah Azka yang baru. Azka yang pernah jatuh dan terpuruk sudah gak ada. Azka yang penyayang dan lemah lembut udah gak ada. Cuma ada Azka yang nakal dan gak peduli pada orang lain. Azkanya Bunda berubah Nad!"
Aku gak pernah sangka ternyata dibalik sifat nakal dan jahilnya Azka ada banyak luka yang mendalam di hatinya. Dia terlalu pintar berkamuflase dengan sekitar.
"Bunda tau, Azka mulai berubah saat ada kamu. Azka peduli sama kamu, dia yang tadinya cuek mulai cerita lagi masalahnya ke bunda. Dan dia cerita tentang kamu, semua tentang kamu."
Aku terdiam, apa bunda tau masalahku dan suami ku?
"Iya, Bunda juga tau masalah rumah tangga kalian. Dan itu awal dia kembali menjadi Azkanya bunda. Dia bilang mungkin alasan kamu dan alasan Bunda sama. Dia minta maaf pada Bunda karena pernah tak mengacuhkan Bunda. Kamu merubahnya Nad, kamu membuat anak Bunda kembali."
"Bunda cerita ini agar kamu tau gimana sebenarnya Azka. Agar kamu bisa menerima Azka dan semua masa lalunya. Semua orang punya masa lalu sendiri Nad. Jangan merasa berkecil hati nanti jika kamu bisa mengambil keputusan besar dalam hidupmu."
Aku mengangguk paham atas nasihat bunda.
Bunda mengusap lenganku sayang. Aku ingin memeluk bunda, tapi Azka sudah terlebih dulu keluar kamar bersama Al yang sudah ganteng dan wangi.
Bunda buru-buru membersihkan wajah nya dari air mata dengan tissu.
"Kamu apain Bunda sampai bisa nangis?!" nada suara Azka datar saat mengatakan itu. Tapi dari kalimat itu aku bisa tau, betapa sayangnya Azka pada bunda dan betapa dia sangat tidak ingin bundanya terluka.
"Nangis apa sih Az? Orang bunda makan belepotan makanya ini lagi di bersihin."
Dia menghela nafas mendengar jawaban bunda. Sepertinya Al tau jika bundanya berbohong.
Al mulai merengek, dia memang biasa menyusu jika selesai mandi.
"Al mau nyusu ya? Sini yuk sama mama."
"Kamu nyusui di kamar aja Nad, pasti gak nyaman kan kalo ada Azka disini."
Aku mengangguk dan berjalan menuju kamar Azka.
Baru saja aku ingin keluar karena sudah selesai menyusui Al. Azka masuk dan menutup pintu.
Di duduk disebelahku dengan kepala menunduk.
"Apa bunda cerita tentang bajingan itu?" tanya Azka lirih.
"Enggak. Dia cerita tentang kamu."
Dia menoleh kearahku.
"Kamu udah tau masa lalu aku? Apa kamu masih mau kenal sama aku?"
"Az, semua orang punya masa lalu. Dan aku bukan orang bodoh yang akan menjauh cuma karena tau kamu punya masa lalu yang gelap."
"Are you serious?"
"Ya, aku akan tetap berteman sama kamu. Gak peduli mau segelap apa masa lalu kamu."
"Makasih Nadine. Makasih."
Aku mengangguk sebagai jawaban.
"Ayo siap-siap! Aku antar kamu pulang. Sudah makin sore."
***
"Az, kata bunda dulu kalian ngontrak, Kok sekarang bisa punya rumah dan mobil ini?"
Aku memulai obrolan saat mobil mulai melaju untuk mengantarku pulang.
"Aku sama bunda baru pindah 4 bulan lalu. Bunda jual tanah wasiat kakek di kampung buat beli rumah ini. Dan kalo masalah mobil, aku kredit hampir satu tahun yang lalu. Soalnya mobil ini aku pake buat anter orderan."
"Oh gitu, kamu keren ya, 18 tahun udah punya usaha dan mobil."
"Sebenarnya kredit mobil itu terpaksa. Karena capek juga harus bolak-balik anter orderan dengan motor. Kalo mobil kan bisa sekalian, untung aja kebayar nih mobil." Azka terkekeh di akhir kalimatnya.
"Sablon kamu rame ya?"
"Ya enggak rame juga, cuma lumayan lah. Baru jalan 3 tahunan, belum terlalu terkenal. Cuma aku cari pelanggan anak kuliah dan sekolah. Jadi tiap mereka kelar order aku minta mereka buat nawarin ke temennya yang lain. Like dari mulut ke mulut gitu."
"Oke, aku paham! Tapi bagi aku kamu tetap keren."
"Makasih pujiannya, tapi tetap gak ada gratisan atau diskon order ya walaupun kamu puji aku."
Kami tertawa bersama setelah Azka mengatakan itu. Aku akan mengingat cerita kelam Azka. Bukan untuk menjauhi nya, tapi akan aku gunakan sebagai pelajaran di kedepannya nanti.
Nah udah mulai ke buka deh satu persatu alasannya Azka peduli banget sama Nadine dan Al. Ternyata Azka pernah merasakan jadinya dia peduli.
T
unggu kelanjutannya lagi ya.
Jangan bosen-bosen baca cerita aku.
Walau ceritanya gak jelas dan masih amburadul.
Jakarta, 13 Agustus 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top