15.Ulang Tahun
Tak terasa waktu cepat berlalu, empat bulan sudah sejak aku bercerita dan membagi keluh kesahku pada Azka di tempat itu.
Hubunganku dan Azka semakin akrab. Setiap masalah apapun pasti selalu ku bagi dengannya. Dia selalu bisa memberi nasehat dan menenangkan ku saat ku kalut.
Hubungan dengan suami ku alhamdulillah semakin membaik. Dia tidak pernah terlihat pulang telat atau main tangan lagi. Aku bersyukur kehidupan ku menjadi lebih indah sejak aku memutuskan melupakan sakit itu.
Ditambah sekarang Al yang berusia 11 bulan sudah mulai berdiri dan melangkahkan kakinya.
Azka yang paling sering mengajak dan menuntun Al berjalan, dengan di bantu Nina tentu saja. Jika melihat mereka bertiga aku seperti melihat potret keluarga bahagia.
Oh iya.. ada kabar bahagia lainnya lagi. Azka yang dulu biang onar dan jarang masuk kelas. Sekarang mulai rajin masuk dan mulai mengalami peningkatan nilai.
Aku turut bahagia mendengar hal itu.
***
Azka :
Balik sekolah anterin gue ke Mall dong. Mau beli kado.
Me :
Buat siapa?
Azka :
Nyokap! Sekalian lo kenalan nanti. Hari ini kan pulang cepet. Oke? Gak ada penolakan !!
Aku mendengus sebal. Begitulah Azka dan sifat pemaksanya tidak pernah berubah.
Aku segera bersiap-siap merapihkan tas dan meja kerjaku. Memang hari ini sekolah dibubarkan jam 10. Karena beberapa guru ada yang harus pergi ke pusat.
Keluar ruangan, ternyata Azka sudah menunggu di salah satu tiang dekat pintu ruang TU sambil melipat tangan didepan dada.
Dia melambaikan tangan yang di sambut suara kegirangan dari anakku.
"Pa...papapa....pa.." suara Al terus memanggil Azka.
Iya.. Al memanggil Azka dengan sebutan papa. Padahal aku sudah membetulkan menjadi kakak atau om. Tapi tetap saja Al seolah sangat nyaman memanggil Azka dengan sebutan papa.
Setiap aku membetulkan panggilan Al, pasti ia akan ngambek dan berujung menangis keras. Akhirnya aku biarkan, selama ayahnya tidak tau. Karena aku yakin akan ada masalah jika sampai ayahnya tau.
Kami berjalan bersama dengan Al dalam gendongan Azka. Aku memperhatikan interaksi mereka. Interaksi mereka sangat alami, seolah mereka memang ayah dan anak yang sebenarnya.
Pikiran ku terlempar pada interaksi sang ayah anak sungguhan yang terlihat sangat canggung dan kurang murni. Aksa seolah masih membatasi diri pada Al. Dan Al seolah tidak mau repot dengan mendekatkan diri pada ayah kandungnya.
Kami naik mobil menuju salah satu Mall yang letaknya tidak terlalu jauh. Saat ku tanya kenapa bawa mobil dan bukan motor seperti biasanya, jawaban Azka membuat ku terenyuh.
Kasihan Al kalo kepanasan. Gue udah tau soalnya kalo hari ini pulang cepet dan emang udah niat ajak kalian jalan.
Jawaban yang membuat perasaan sayang pada Azka semakin muncul walau selalu berhasil aku tekan.
***
Kami sudah sampai didepan rumah yang cukup besar tapi terlihat nyaman dan asri.
Setelah berputar mencari hadiah untuk ibu Azka, kami langsung bergegas kesini.
Azka turun dari mobil terlebih dahulu. Lalu membuka pintu disebelahku dan mengambil Al yang tertidur.
Kami berjalan berdampingan. Dan ternyata sudah ada seorang ibu-ibu yang aku perkirakan seumuran alm. bunda dan masih tetap cantik menunggu kaki di teras rumah.
Azka menyalami tangan ibu itu sebelum memeluknya. Walaupun sedikit susah karena Al ada di gendongannya.
"Ini bunda gue Az. Kenalan dong!" ucap Azka sambil merangkul bahu ibu nya dengan sebelah tangan yang bebas.
Aku menyalimi tangannya dan menyebutkan namaku. Dia menyambut dengan suka hati dan memintaku memanggilnya bunda.
"Ayok masuk! Ini dede nya bawa masuk kamar aja Az." ajak bunda Azka.
Kami masuk kedalam ruang tamu yang cukup luas namun terlihat kosong. Entah ada yang kurang atau apa tapi aku merasa ruang tamu ini kurang hidup.
Bunda Azka pamit ke dapur untuk mengambil minum padahal aku bilang tak perlu repot-repot. Seadakan Azka, juga masuk ke dalam kamar untuk menidurkan Al. Jadilah aku duduk disini sendirian.
Aku mulai memperhatikan dinding. Dinding yang sangat polos untuk ruangan yang cukup luas. Hanya satu foto Azka dan bundanya di tengah ruangan. Sepertinya itu juga foto baru, karena potongan rambut di foto sama dengan rambut Azka saat ini.
"Rumah ini terasa kosong ya?" aku terkejut dengan suara bunda Azka yang menyapa pendengaranku.
Aku hanya tersenyum kikuk. Malu karena ketahuan mengamati rumah orang lain.
"Rumah ini memang sepi. Cuma ada satu foto dirumah ini, Ya foto itu! Foto yang beberapa bulan lalu baru di cetak." jelas bunda Azka namun aku bisa melihat gurat sedih di wajah cantiknya.
Baru aku akan bertanya tapi Azka sudah kembali dengan pakaian yang sudah berganti.
"Kamu ganti baju sana. Risih aku lihat pakaian formal gitu." suruh Azka.
Memang saat di Mall tadi Azka membelikanku dan Al baju ganti. Katanya risih melihat setelan formalku.
Azka mengantar aku ke sebuah kamar untuk berganti pakaian. Didalam kamar yang bernuansa abu-abu ini terdapat Al yang sedang tidur di atas kasur berseprai Real Madrid.
Aku bergegas mengganti pakaian karena takut mereka menunggu.
Saat kembali keruang tamu, disana sudah ada kue ulang tahun dan lilin angka 45 tahun. Benar dugaanku, bunda Azka dan alm. bundaku seumuran.
Azka menyuruhku duduk disampingnya. Aku menyerahkan bingkisan yang aku bawa setelah berganti pakaian tadi.
"Tiup lilinnya Bun, dan buat permohonan yang bikin Bunda bahagia" kata Azka.
Bunda Azka memejamkan matanya dan mulai berdoa. Sampai setelah ia meniup lilin, aku melihat ada setetes air mata yang jatuh dari pelupuk matanya.
"Ini tahun ke-3 Bunda ulang tahun berdua kamu ya Nak." ucap Bunda Azka lirih.
Aku bisa melihat Azka mengepalkan tangannya dan mengeraskan rahang.
Aku tak mengerti ada apa, tapi aku hanya mencoba menenangkan Azka dengan mengusap lembut tangannya yang mengepal.
Berhasil, kepalan tangan itu mengendur dan Azka justru menggenggam balik tanganku.
"Jangan bahas yang gak penting." ucap Azka datar.
"Ayo Bunda, potong kuenya! Aku udah lapar." ucapku mencoba mencairkan suasana.
Bunda tertawa dan mulai memotong kuenya.
"Potongan pertama buat Nadine deh. Karena Nadine udah kelaparan." ucap bunda Azka membuatku malu dengan ulahku tadi.
Kami menikmati kue bersama. Bisa ku lihat, betapa sayang dan cinta nya Azka kepada bunda. Aku jadi teringat bundaku.
Tangisan Al terdengat nyaring saat kami sedang bercengkrama. Aku hendak menghampiri Al sebelum Azka mendahuluiku.
"Azka terlihat sayang banget ya sama Al." ucap bunda.
"Iya Bund,"
"Azka memang orang yang penyayang. Dan sangat penurut dulu, sifat pembangkangnya, cuma bentuk dari berontak dia karena kecewa pada keluarganya."
Kami sama-sama terdiam sampai Azka datang dengan Al dalam gendongannya.
Aku mengambil Al dan mulai menciumi pipinya.
Bunda Azka memberikan sepotong kue pada Al yang disambut tawa bahagia anak itu.
Al makan dengan semangat sampai mulutnya belepotan coklat dan krim.
Kami tertawa melihat tingkah lucu Al. Sampai saat aku ingin memandikan Al. Azka malah berkata bahwa dia dan Al akan mandi bersama.
Dan bunda Azka malah mendukung hal itu. Hingga saat Azka dan Al menghilang di balik pintu.
Senyum di wajah bunda Azka menghilang bergantikan ekspresi lain.
"Bunda memang nunggu Azka pergi cukup lama biar bisa bicara sama kamu." ucap bunda tenang.
Dan entah kenapa jantungku berdebar kencang seperti saat aku ketahuan bolos sekolah untuk pertama kalinya.
Maaf ya update nya lama. Kemarin lagi sakit mual mual sampai di kira hamil sama keluarga.
Eh taunya cuma keracunan makanan.
Jadi baru bisa update sekarang.
Maaf ya, semoga gak lupa sama jalan cerita aku.
Jangan lupa vote dan komen ya.
Jakarta, 10 Agustus 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top