14.Berpura-pura

"Kamu ada masalah berat Yank? Aku perhatiin kamu dari kemarin ngelamun terus."

"Gak kok, Aku gapapa."

"Terus kenapa semalem pas aku masuk kamar, aku perhatiin ada sisa air mata di mata kamu? Kamu pasti nangis dulu kan sebelum tidur?"

"Aku cuma mimpi buruk." jawabku singkat.

Ya mimpi buruk yang sangat buruk, karena mimpi itu adalah kenyataan.

"Mimpi apa sih emangnya? Sampai kamu ikutan nangis gitu."

"Aku mimpi, ada wanita bodoh yang diselingkuhi suaminya. Aku lihat gimana cewek itu nahan sakit dan sebagainya."

Dia diam membeku setelah aku mengatakan itu.

"Mimpimu aneh! Jangan dipikirkan lagi." ucapnya setelah beberapa saat dia terdiam.

"Ya... Mimpi aneh yang sangat buruk."

***

Hari minggu yang biasanya sangat ku sambut antusias karena bisa bersantai seharian berubah jadi hari minggu yang kelabu sejak aku tau jika Aksa izin libur bekerja.

Aku ingin menghindari nya. Aku ingin menenangkan diriku dulu. Tapi seolah dia tidak memberiku kesempatan. Dia malah izin libur dengan alasan gak enak badan. Padahal yang aku lihat dia segar bahkan sangat segar dan sehat.

Bagaimana cara menghindarinya kalo dia malah terus mendekat kepadaku?

Aku memutuskan untuk bermain bersama Al dikamarnya. Aku tak tau apa yang dilakukan Aksa diluar sana. Aku juga tidak ingin tau. Aku butuh ruang untuk memikirkan semuanya. Dan dengan adanya dirinya itu sangat mengganggu waktu berpikirku.

Waktu sudah pukul 11 siang, aku juga sudah masak untuk makan siang. Al sedang menyusu padaku saat ini. Dan saat Al sudah tertidur aku mendengar langkah kaki yang mendekat dengan suara knop pintu yang diputar.

Aku berpura-pura tertidur. Untung saja posisi aku menyusui Al dengan tiduran miring. Jadi memudahkan aku untuk berpura-pura tidur.

"Yank, Kamu tidur?"

Aku mengacuhkan panggilan itu. Ya iyalah... Kan lagi pura-pura tidur, masa aku nyautin.

Aku bisa merasakan dia mendekat ke arahku dan Al. Sampai sentuhan di payudaraku membuatku terkejut. Untung saja aku bisa mengendalikan diri, jadi di pastikan Aksa tidak akan tau kalo aku sedang berpura-pura.

Aku merasa bra dan bajuku di tarik. Ternyata Aksa memasukkan dan merapihkan payudara ku ke posisi semula sebelum menyusui Al.

"Mimpi indah sayang. Jangan pernah memimpikan itu lagi. Karena aku gak ingin menjadikan kamu wanita dalam mimpi kamu. Aku cinta kamu." ucapnya yang di akhiri kecupan di dahiku.

***

Hari senin adalah hari yang paling aku nantikan saat ini. Karena hari ini aku bisa menghindari Aksa tanpa harus bersusah payah.

Hari ini aku berniat bertemu Azka dan meminta maaf untuk perkataanku yang mungkin menyakiti hatinya.

Aku berpapasan dengan Nina saat menuju ruang Tata Usaha. Dan seperti biasa, respon Nina sangat heboh saat melihat Al. Dia langsung menggendong Al dan mengajaknya bercanda.

"Nin, kamu punya nomer ponsel Azka?"

"Ada. Kenapa bu?"

"Ibu boleh minta? Kebetulan ada perlu sama Azka. Azka masuk kan, hari ini?"

"Azka gak masuk kayaknya bu. Tapi nanti nomernya aku kirim ke whatsapp ibu aja ya."

Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban sebelum mengambil Al dari gendongan Nina karena bell sekolah sudah berbunyi nyaring.

Siang ini aku dapat makan siang karena ada orang tua murid yang membagikan nasi box karena anaknya jadi juara satu di lomba olimpiade sekolah kemarin.

Aku juga sudah membawa bekal makan untuk Al, jadi aku memutuskan menyuapi Al terlebih dahulu. Selesai dengan Al, aku juga langsung memakan nasi padang kiriman ini.

Jam sekarang sudah menunjukkan pukul dua siang saat ini. Satu jam lagi sebelum pulang.

Aku mencari handphone dan mulai mencari kontak Azka yang sebelumnya sudah aku simpan.

Me :
Bisa kita bertemu? Ada yang perlu aku bicarakan.

Azka :
Ada apa? Penting kah?

Aku mengerutkan kening bingung. Kenapa Azka membalas seolah dia tau itu aku? Aku mengecek foto profil whatsapp ku.

Aku tidak menggunakan fotoku atau foto Al. Aku memakai foto profil seikat bunga yang pernah dkirim Aksa saat ulang tahunku.

Apa ia sudah punya nomer ponselku sebelumnya ya?

Me :
Ini aku Nadine. Bisa kah kita bertemu?

Azka :
I know. Tongkrongan depan sekolah aja saat jam pulang kalau mau ketemu.

Aku mengetikkan oke sebelum menaruh ponselku dan mulai merapihkan barang-barang.

***

Sampai ditempat itu, aku bisa melihat Azka sedang santai duduk di sofa sambil bermain gitar. Di samping Azka, ada Nina yang sedang tiduran di bangku bambu panjang sambil mendengarkan lagu melalui earphone. Belum ada yang berubah dari tempat ini. Masih sama seperti saat aku pertama kali datang.


Azka lebih dulu menyadari keberadaanku. Dia melempar sesuatu kepada Nina. Mungkin batang kayu.

Nina yang kaget langsung bangun dan bersiap marah, tapi dia urungkan saat melihatku.

"Loh ada Ibu?"

"Hai Nin, kok kamu disini?"

"Ini mah tempat biasa saya nongkrong Bu sama Azka dan anak-anak lain."

Baru aku akan menjawab tapi suara Azka lebih dulu menyela perkataanku.

"Gue ada perlu sama Bu Nadine. Lo ajak main Al bentar gih. Jangan suruh anak-anak kemari sampe gue keluar ya."

"Oh, oke !!! Al ayo main sama aunty. Kita jalan-jalan."

Nina menggendong Al dan pergi dari sini. Suasana mendadak canggung. Aku merasa seperti anak kecil yang akan di sidang karena pulang terlambat.

Aku memutuskan untuk duduk di kursi bambu menggantikan Nina. Aku masih diam, bingung harus mulai dari mana.

"Ada perlu apa?" tanya Azka datar.

Duh, kok Azka jadi datar gini sih? Biasanya kan dia jahil banget. Aku jadi makin grogi kalo kayak gini.

"Aku... aku mau minta maaf."

Dia diam tidak menyahut, akhirnya aku memutuskan melanjutkan kalimatku setelah meneguk ludah gugup.

"Maaf buat kata-kata aku yang keterlaluan waktu itu."

"Hemm"

"Aku bukannya gak mau di perduliin, tapi aku gak suka lihat orang yang menatap aku dengan kasihan. Aku benci di kasihani."

Akhirnya keluar sudah semua perkataan yang sedari tadi seperti menyangkut di tenggorokanku.

"Siapa yang kasihan sama lo? Gue peduli sama lo. Gue gak mau lo jadi orang bodoh Nad!"

Aku tau maksud Azka baik. Tapi aku menolak karena aku fikir, Azka tuh masih ABG labil. Aku mungkin terlalu meremehkannya selama ini.

Dan dia memanggilku Nad. Entah kenapa aku merasa sedih karena dia gak manggil aku Az lagi seperti kemarin sebelum kami bertengkar.

"Terus setelah kemarin lo udah lihat sendiri. Apa keputusan lo?"

Aku diam. Bingung mau jawab apa. Ini yang masih mengganggu pikiranku. Aku belum memutuskan apa-apa.

Azka bangkit dan pindah menjadi duduk di sebelahku. Dia menggenggam tanganku dan memainkan ibu jarinya di bagian atas telapak tanganku.

"Gue cuma gak mau ada orang bodoh lagi Az. Gue gak mau ada orang yang seperti ibu gue. Gue gak mau ada ibu gue versi lain tapi sama cerita diluar sana. Makanya gue peduli bahkan sangat peduli sama lo."

Aku memandang kearahnya. Sorot matanya memancarkan luka yang dalam. Aku gak tau ada masalah apa dengan dirinya.

"Aku... aku punya Al yang harus aku jaga perasaan dan masa depannya Az. Aku gak bisa ambil keputusan dengan keegoisan aku sepihak."

Azka menghembuskan nafas berat disebelahku.

Entah kenapa aku malah mulai menceritakan semuanya. Semua yang aku alami sepulang dari Mall waktu itu.

Azka mendengarkan dengan baik tanpa menyela perkataanku. Dia hanya terus mendengarkan sambil memainkan jalinan tangan kami yang masih terpaut.

"Jadi kamu udah tau kan?"

Aku menganggukkan kepalaku.

"So?"

"Aku akan berpura-pura gak tau Az. Aku akan kasih dia kesempatan terakhir. Tapi kalau sampai dia begitu lagi, aku akan langsung tinggalin dia."

Azka membawaku kedalam pelukannya. Dia mengusap bahuku lembut. Setetes air mata jatuh dari pelupuk mataku. Ini kehangatan yang aku butuhkan.

"Aku beneran si anak kecil itu ya Az?" tanyaku di sela air mata yang terus mengalir.

Dia menganggukkan kepalanya, membuatku mengingat saat dia membisikkan kata anak kecil waktu di Mall.

Iya.. orang yang membisikkan kata anak kecil waktu di Mall adalah Azka. Tapi sampai saat ini aku belum tau kenapa dia bisa ada di Mall yang sama dari puluhan Mall yang ada di Jakarta. Dan aku tak mau tau, karena itu bukan hakku.

"Mungkin ini juga yang dipikirkan bunda saat dia bertahan sama bajingan itu." ucap Azka lirih.

Aku tidak mengerti maksudnya, tapi aku akan berusaha jadi pendengar yang baik, seperti ia tadi.

"Bunda mikirin gue, dan gue malah mengira bunda gak peduli sama perasaan gue. Gue ngerasa bersalah sama bunda. Makasih udah nyadarin gue."

Dia memelukku lebih erat. Dan entah kenapa aku juga membalas pelukannya.

"Gue hargain keputusan lo. Tapi kalo lo butuh bantuan atau apapun. Tolong cari gue, gue akan selalu ada buat lo."

Aku mengangguk dan makin dalam masuk kepelukannya. Ini pelukan kedua kami dan aku sangat menyukai dan nyaman dengan pelukannya.

Aku akan berpura-pura demi masa depan Al. Biarkan aku menjadi orang bodoh sekali ini. Biarkan aku menjadi seperti Al yang polos dan tak tau apa-apa.

Semoga semua berjalan dengan baik.
Semoga saja ..........












Jakarta, 3 Agustus 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top