tiwifl || 46
Aku tidak tahu kalau perempuan dan lelaki seberbeda ini untuk urusan yang menurutku simpel. Maksudnya, sebelumnya aku berpikir perempuan lah yang paling senang membesarkan sesuatu karena kami lebih banyak menggunakan perasaan ketimbang logika. Tapi, ternyata term itu juga hasilnya bisa saja berbeda untuk beberapa kasus. Misalnya yang satu ini;
Ingat pembahasanku ingin punya anak di rumah ini sama seperti Hans?
Aku sedang membicarakan kucing, anyway.
Kalau mengikuti term tadi tentang perempuan yang lebih senang membuat sesuatu menjadi rumit, harusnya aku yang sudah kalang kabut mencari di mana aku bisa mengadopsi kucing, jenis seperti apa yang cocok denganku, bagaimana merawat kucing dengan baik, apa-apa saja yang sama sekali tidak boleh dilakukan, mencari tahu bagaimana cara menyembuhkan diri kalau sewaktu-waktu kucing sakit berat atau bahkan mati.
Ternyata kali ini berbeda.
Atau aku bisa menyebutnya terbalik.
Aku membahas mengenai kucing bukan artinya keinginan itu harus benar-benar terwujud, apalagi harus dalam waktu dekat. Mengadopsi kucing juga buatku sama halnya dengan rezeki. Kalau memang ada kucing yang ditakdirkan untukku, berkeinginan atau tidak untuk mengadopsi, aku yakin Tuhan akan membuka banyak jalan agar kucing tersebut sampai kepadaku.
Obrolan tentang kucing itu buatku sama halnya seperti membahas hal-hal lain bersama Hans. Membahas resep baru dari es kopi yang aku tahu, menu baru yang aku pelajari, kondisi Jakarta minggu ini, trend fashion akhir-akhir ini, tidak ada urgensi aku harus mendapatkan kucing sekarang juga. Berbeda halnya dengan ketika kami menemukan kucing yang sedang membutuhkan pertolongan, misalnya.
Hans ternyata memandang sebaliknya.
Dia kira obrolanku tentang menginginkan anak di rumah ini karena dia sudah memilikinya sungguh-sungguh ingin aku wujudkan dalam waktu dekat. Hari di mana kami membahasnya di pagi hari, sorenya ketika dia pulang dari kantor, dia meminta maaf karena belum menemukan yang cocok karena kebanyakan dari mereka ingin bertemu langsung dengan calon orang tua baru kucing tersebut. Sementara hari itu Hans padat sekali, dia meyakinkanku akan mengusahakannya keesokan hari atau lusa.
Aku tidak mengira dia seserius itu, jadi saat itu aku tidak meresponnya dengan seharusnya. Aku hanya tertawa pelan sambil mengibaskan tangan dan mengatakan, "Nggak pa-pa, Mas. Santai aja."
Ternyata kalimat 'nggak pa-pa'-ku itu dia pahami (setidaknya menurut asumsiku) untuk pemakluman padat jadwalnya sehingga dia masih belum bisa mencarikanku anak. Dia mengira aku masih menginginkan dan menunggunya untuk mencari keesokan hari. Jadi, seharusnya aku langsung menjelaskannya pada waktu itu, supaya hari ini dia tidak pulang dengan permintaan maafnya lagi. "Rata-rata mereka minta buat adopsi sama adek-kakaknya, Re, nggak bisa satu. Jadi aku belum yakin kamu mau ngurus langsung banyak. Aku mau diskusi dulu sama kamu."
Sejak dia membuka kalimat itu di sesi mengobrol kai sebelum tidur ini, aku masih terkikik geli sambil memijat kening. Sibuk memikirkan betapa laki-laki ini penuh dengan kejutan dan hal-hal baik dan aku akan menjadi orang paling merugi kalau saat itu aku menolak sadar aku menginginkan dan membutuhkannya dalam hidup.
"Okay, Mas Hans, dengerin aku," ucapku setelah berhasil menguasai diri. Aku menyerongkan tubuh agar bisa menghadapnya. Kembali menggelung asal rambut tanpa bantuan jepit atau ikat rambut karena sepertinya kami belum akan tidur untuk beberapa waktu ke depan. "Sebelumnya aku mau minat maaf karena ini aku ngerasa ... kayak aku tuh ternyata kasih kamu pekerjaan berat beberapa hari ini, ya? Sementara kamu ternyata lagi ngadepin klien yang sama-sama keras kepala dan hubungan yang toxic banget. Kamu ingat makan siang aja udah alhamdulillah dan bisa-bisanya malah harus sambil searching nyari kucing buat diadopsi."
"No, Reva, kamu salah paham." Ekspresinya serius sampai-sampai matanya memicing, keningnya berkerut. Aku tidak tahu kalau aku akan tiba di titik menyebut laki-laki dewasa dengan ekspresi aneh seperti itu menggemaskan. Tidak pernah menyangka ya, Rey? "Aku sama sekali nggak merasa ini pekerjaan. Soal kucing. Peranku sebagai suami mungkin memang bikin aku ngerasa bertanggung jawab sama apa yang kamu mau, tapi lebih daripada itu, aku memang mau. Aku nggak bekerja dan mengharap gaji, aku ngelakuin karena aku mau lihat kamu bahagia dan itu bikin aku tenang."
"Ouch!" Aku pura-pura menyentuh dada dan membungkukkan badan, kemudian tertawa kencang setelah kembali menatapnya. "Hatiku seketika penuh banget sama kebahagiaan yang kayaknya cukup sampai akhir hidup, Mas."
Bibirnya menyunggingkan senyum. "Aku serius."
"Aku tahu!" Aku nyengir lebar. "Makasih banyak, banyak, banyak banget. Tapi maksudku tadi adalah ... nggak ada urgensi buat harus dapet kucingnya sekarang, Mas. Bisa minggu depan, bulan depan, bahkan tahun depan. Aku nggak beneran ngomong mau kucing terus hari ini harus ada, itu cuma pikiran random aku mau kucing, yang mungkin sebenernya ini tamparan buatku. Adopsi kucing nggak boleh jadi hal random, ada tanggung jawab besar di sana. Kucing juga punya nyawa dan hak buat hidup. Aku nggak boleh ngerasa aku adalah makhluk yang lebih oke jadi bisa seenaknya nentuin kehidupannya, kan? Dunia isinya jahat banget sekarang ini, Mas, nyawa seolah nggak ada harganya. Tapi aku nggak mau gitu, hewan juga berhak dapet hak hidup dengan layak, kan, Mas?"
"Betul." Kepalanya mengangguk. Dia menatapku, kemudian kedua tangannya direntangkan.
Aku tertawa. "Peluk maksudnya?"
Dia mengangguk lagi, tidak mengatakan apa-apa. Aku bergerak menurutinya, memeluknya erat dan merasakan elusannya di belakang kepala dan punggungku. Lalu bisikannya terdengar, "Justru karena dunia makin ke sini isinya kejahatan, aku mau kamu masih punya harapan buat menjalani dan menikmati hidup, Va. Aku mau jadi orang yang bisa provide itu."
"Kamu harusnya dulu jadi player aja tahu nggak, Mas."
"Player? Player apa?"
"Ha!" Aku tertawa geli. "Bukan soccer player atau apa itu kek, ini bahas soal hubungan manusia. Player di sini konteksnya adalah pemain. Cewek atau cowok yang tahu dirinya OKE terus memanfaatkan itu dengan cap cip cup siapa pun yang dia mau, bisa dua sampai tiga hubungan sekaligus yang dia jalani."
"Kedengeran capek jalani hidup kayak gitu, ya, Re?"
Aku makin tergelak. "Tapi kan yang diambil fun masa mudanya sama mereka. Lagian lebih capek kamu kali yang tiap hari bahas keributan orang mau cerai."
Kali ini Hans tertawa, tidak mengatakan apa-apa lagi.
"Mas."
"Ya?"
"Kamu kalau aku hamil nanti, akan jadi tipe suami yang gimana?"
Dia mengeratkan pelukan, aku menunggu jawabannya. "Ini termasuk hal-hal random atau kamu akan pikirin serius?"
Damn it!
Aku tak mampu menahan tawa. "Pada akhirnya, aku bakalan kena senjataku sendiri juga, yaaa." Aku berpikir dengan gumaman yang terdengar. "Tergantung, kalau jawabanmu aman, mungkin ini akan jadi salah satu topik random, tapi kalau jawabanku suspicious, bisa jadi aku akan anggep serius dan overthinking sampai beneran hamil nanti."
"Kalau gitu aku boleh dikasih kisi-kisi jawaban aman versi kamu kah?"
"Please?" Aku memukul lengannya pelan. "Ya nggak bisa gitu, jawab dulu aja coba deh."
"Jadi aku jawab jujur dan aman versiku nggak pa-pa, ya." Hans tertawa pelan. "Karena kita tahu kondisi fisik saat hamil itu beda sama sebelum hamil, ditambah hormon juga beda, kebutuhan nutrisi juga beda, jadi mungkin perlakuannya akan beda. Mungkin kamu juga harus bisa pahami kalau nanti ada tambahan-tambahan nasihat, teguran, reminder, hal-hal normal lah yang dilakuin dan dirasain sama laki-laki lain. Tapi usahaku juga akan lebih buat lebih sabar, dengerin kamu dan bayi kita, kasih lebih banyak waktu."
"Dengan kata lain, kamu akan jadi protective?"
"Kalau kamu definisiin protective sebagai hal baik dan kamu nerima itu, then yes, I'll be a protective husband and father ... father-to-be. Aku akan berusaha jadi suami dan ayah yang baik." Dia menambahkan. "Tapi mungkin rencana emang selalu kedengeran lebih gampang, jadi semoga nanti aku bisa wujudin itu."
"Nggak sabar mau kerja sama sama kamu buat wujudin itu."
Aku merasakan Hans mengangguk dan mungkin dia tersenyum.
---
kok gaada yang nagih wargakuuu?
btw, tinggal 4 bab lagiiiii ENDING yuhuuuu! yang mau baca esktra bab uwuuuu mereka ada di karya karsa only, okaaayyyy? muach.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top