What is it?
Chapter 5.
APOV
Hari ini terasa begitu melelahkan buat gue. Tapi gue seneng, karena semua sesuai dengan harapan dan doa gue. Prilly, istri gue, dia benar2 cantik. Entah kenapa, jantung gue selalu berdisco ria setiap gue memandang wajah cantiknya. Mungkin banyak perempuan yang lebih cantik dari istri gue Prilly, tapi entah kenapa perasaan ini baru gue rasain. Is it love at the first sight? I don't know. I don't believe that, it's impossible.
Gue tahu yang dia rasain. Gue yakin dia masih risih sama gue. Sebenarnya gue pun sama. Gue cuma berusaha stay cool depan Prilly, istri gue. Sekarang dia bersiap2 untuk tidur di sofa. Gue yang pura-pura tidur, memperhatikan tingkahnya yang bingung. Gue pun akhirnya bangun dari tidur gue yang cuma pura-pura. Gue berjalan ke arah Prilly, gue raih tangannya untuk gue bawa ke tempat tidur yang berukuran king size itu.
"Astaghfirullahaladzim... Aliii. Lo bisa ga sih nggak ngagetin gue! Gue lama2 bisa jantungan tahu. Bukannya lo udah tidur?" Bentaknya pada gue. Buset dah, galak juga bini gue. Tapi makin imut aja kalo marah, wkwkwk.
Gue pun mengandengnya kearah tempat tidur, "kalo mau tidur itu ya di tempat tidur bukan di sofa." Ucap gue lembut padanya.
"Ta..tapi kan..." Selanya dengan terbata - bata. Gue tahu yang dia pikirkan, gue hanya tersenyum geli. Untungnya dia nggak lihat muka mupeng gue,hehehe.
"Ga ada tapi tapian!" Ucap gue pada Prilly.
Gue pun berbalik, badan kami saling berhadapan, sangat dekat. Dia menatapku seperti orang yang ketakutan, gue mencoba tetap tenang, mengatur detak jantung gue yang mulai berdisco ria. Mata kami saling bertemu, gue pandang dia lekat - lekat.
"Mulai hari ini dan seterusnya, lo harus turutin semua perintah gue. Karena sekarang gue suami lo dan lo gak mau kan jadi istri durhaka?" Tanya gue padanya. Dia pun hanya mengangguk, masih dengan expressi yang sama, amat menggemaskan buat gue. Rasanya gue pengen nyubit tuh pipi chubby.
"Dengerin gue, peraturan yang pertama gue gak pernah salah. Kedua kalau gue salah kembali ke peraturan pertama." Kata gue yang mulai serius.
"Peraturan apaan tu. Untung di elo, rugi di gue. Untungnya apa coba buat gue." Balasnya kesal.
"Lo beruntung kali bisa nikah sama gue. Cewe diluar sana aja susah mau jadi cewe gue. Nah lo, bisa langsung jadi bini gue. Gak untung tu??" Ledek gue yang mencoba mencairkan suasana.
"Ish... gak lucu. Gue serius!!" Bentaknya kembali dengan kesal. Sumpah demi apa, bini gue ini inut abis kalo lagi kesel. Gue suka... gue suka, hahaha.
"Gue dua rius!" Ucap gue lagi.
Mata kami pun kembali saling bertemu. Gue pun memberanikan diri gue untuk memegang pipinya yang menggemaskan itu. Gue angkat kedua telapak tangan gue dan kemudian gue tempelkan tangan gue ke pipinya yang lembut. Gue pun mulai mengelus elus kedua pipinya yang lembut dengan tangan gue. Dia terlihat kaget, namun tak ada penolakan dari Prilly.
"Gue tahu kita nikah karena terpaksa, karena kita dijodohin. Tapi gue nggak mau kalo pernikahan ini jadi mainan. Karena buat gue, pernikahan itu sakral. Sekali seumur hidup. Gue tahu kita butuh waktu, karena kita belum saling kenal. Dan semua juga butuh proses. Gue nggak akan maksa lo, sampai lo siap. Kita jalanin semuanya aja dulu, dan kita punya tugas masing2. Lo kerjain tugas lo sebagai istri gue dan gue lakuin kewajiban gue sebagai suami lo." Kata gue panjang lebar.
Ini salah satu prinsip gue. Sekalipun gue di jodohin, gue coba buat nerima semuanya dengan ikhlas. Karena gue yakin, restu orangtua gue adalah restu Sang Pencipta. Walaupun gue terkenal slenge'an tapi gue selalu serius ngerjain sesuatu.
Kemudian dia pun menganguk, sepertinya Prilly mengerti maksudku dan dia setuju dengan keputusanku. Dia tak mengucapkan sepatah kata pun. Gue anggap dia setuju dengan semua komitmen yang gue ucapkan.
"Sekarang lo tidur, gue janji nggak bakal ngapa - ngapain lo." Perintah gue pada Prilly, sambil mengelus elus pucuk kepalanya dengan lembut. Dia mengangguk. Kemudian gue berjalan ke arah kamar mandi. Tiba2 dia memanggilku.
"Aliiii..." panggilnya pada gue.
"Hemm..." Balas gue sambil menengok ke arah istri gue Prilly.
"Makasih ya Li." Ucapnya pada gue sembari tersenyum manis.
Ya Allah... How cute she is!
Dan gue membalas senyum manisnya itu. Setelah itu gue pun berlalu ke kamar mandi.
Gue lihat Prilly yang sudah tertidur dengan kemeja gue yang kebesaran dibadannya. Gue tersenyum melihatnya. Gue naik ke tempat tidur, ingin rasanya merebahkan badan gue yang terasa letih ini. Gue lihat wajah prilly yang sungguh cantik saat tertidur. Gue tarik bed cover untuk menyelimuti tubuhnya.
Gue dengar suara bunyi jangkrik yang menggelitik di telinga gue. Gue lihat jam tangan gue, pukul 4 pagi. Gue cari sumber bunyi itu dan ternyata bunyi itu berasal dari Iphone Prilly. Gue pun mematikan alarm itu. Gue lihat Prilly yang tak bergerak sedikitpun, namun sepertinya dia sedang kedinginan. Gue pun mencoba untuk memegang dahinya, dan ternyata Prilly demam. Dia menggigil. Oh my God!
"Ya Allah Prill, badan lo panas banget." Ucap gue kaget.
"Heemmm... dingin Li..." Rintihnya pelan.
"Iya bentar ya..." kata gue menenangkannya. Gue pun mengambil jas gue semalam. Tak ada jaket ataupun pakaian yang lain. Karena semua hilang entah kemana.
"Bangun Prill. Lo pake jasnya ya. Biar anget." Kataku sambil membantunya untuk bangun. Dia mencoba bangun sambil memegang kepalanya.
"Pusing?" Tanya gue pada Prilly. Dia pun mengangguk.
"Ya udah, lo istirahat dulu ya. Gue cari obat dulu." Kata gue pada Prilly sambil mengelus elus pucuk kepalanya.
Gue segera berganti celana dan keluar mencari obat. Gue inget di ruang kantor gue ada persediaan obat disana. Persediaan kalo gue sakit. Ya, gue juga bekerja di hotel ini. Gue pun memutuskan untuk kesana. Setelah itu gue pun meminumkan obat pada Prilly.
"Bangun Prill, gue udah bawa obat nih. Lo minum dulu ya, biar enakan." Ucap gue. Gue membantunya untuk bangun. Prilly pun menurut.
"Lo tidur lagi ya." Pinta gue. Namun sepertinya Prilly masih kedinginan, badannya sedikit menggigil.
"Masih dingin?" Tanya gue. Dia pun mengangguk. Akhirnya aku pun memeluknya. Mata Prilly terbelalak, dia sepertinya kaget.
"Ijinin gue buat meluk lo, gue nggak bisa lihat lo kedinginan kaya gini." Ucap gue meminta ijin. Dia pun pasrah, kemudian dia mulai memejamkan matanya.
Gue bisa ngerasain badannya yang panas, nafasnya yang hangat, dan tubuhnya yang sedikit menggigil. Perasaan gue sungguh berantakan. Gue takut istri gue kenapa2. Karena masih mengantuk, gue pun akhirnya tertidur kembali sambil memeluk erat istri gue.
---
Bingung mau ngomong apa.
Well, editing is done.
Happy reading.
Leave vote and comment please...
See ya... ;)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top