Thunderstruck
Chapter 22
PPOV
Jam dinding menunjukkan pukul 4 pagi, saat aku terbangun karena aku merasakan pusing yang sungguh amat tidak enak. Suara alarm crow dari iphone ku pun belum sempat aku dengar. Aku mencoba untuk bangun, aku melihat suamiku mas Ali masih tertidur lelap. Perutku mulai berkontraksi, rasa mual pun tiba2 aku rasakan. Dengan tertatih, aku pun berjalan cepat menuju ke kamar mandi.
Huweeeek... huweeeek...
Tubuhku mulai merasa lemas. Aku mendengar mas Ali memanggilku, dan mengusap usap punggungku. Sesekali dia memijat mijat tengkuk ku. Sungguh tak enak rasanya.
"Sayang..." Panggil suamiku. "Ko kaya gini lagi sih sayang..." Ucap suami ku cemas. Rasanya begitu lemas, aku tak membalas apapun yang mas Ali ucapkan. Aku hanya menggeleng.
Suamiku pun menuntunku ke tempat tidur kembali, dan membantuku untuk berbaring kembali ditempat tidur. Aku tidak tahu apa yang membuat suamiku Ali bisa dengan cepat terbangun, padahal biasanya mas Ali selalu susah jika aku membangunkannya.
"Ya Allah sayang, kamu demam." Kata Mas Ali yang sedang mengecek suhu badanku, tangannya menyentuh dahi. Aku pun menggeleng.
"Gara - gara hujan2an kemarin nih." Kata mas Ali. Dia pun mencubit pipi chuby ku dengan pelan. "Bandel sih. Kamu itu lagi hamil sayang, jadi jangan suka ngeyel kalau di nasehatin. Daya tahan tubuh kamu itu ngak bisa ditebak sekarang." Omel suamiku. Aku pun menatapnya dengan sayu, sambil memegang kepalaku yang pusing. "Pusing juga?" Tanyanya kembali. Aku pun mengangguk pelan. Mas Ali pun mengelus elus rambutku. Kemudian dia mengambil minyak aromatherapy dan mengoleskannya di pelipis kepalaku kemudian memijatnya dengan pelan. Aku pejamkan mataku, mencoba merasakan pijatan mas Ali yang lembut, dan berharap rasa pusingku bisa mereda.
"Mas buatin teh panas dulu ya." Kata suamiku setelah selesai memijat pelipisku. Seperti itulah mas Ali sekarang, a worrier. Aku pun mengangguk pelan.
Mas Ali pun memintaku untuk istirahat kembali. Saat seperti ini tidak banyak yang bisa dilakukan, aku sudah tidak bisa meminum sembarang obat sekarang. Hanya obat luar yang bisa aku harapkan. Mas Ali juga melarangku untuk berangkat mengajar hari ini. Suamiku pun sempat memintaku untuk berhenti mengajar karena kondisiku yang sering drop tiba - tiba. Aku masih memikirkan hal itu, harus kah aku meninggalkan pekerjaan yang sangat aku cintai? Sedangkan aku begitu sulitnya berjuang untuk bisa meraih cita - citaku itu. Namun mas Ali tak memaksaku karena dia tahu bagaimana sulitnya aku untuk bisa menjadi seorang guru yang selama ini aku cita - cita kan, yang terpenting buatnya Aku tak memaksakan bekerja saat aku sakit.
Aku merasakan kecupan dikeningku, aku pun terbangun, membuka mataku dengan pelan. Aku melihat mas Ali yang sudah tampan maksimal. Dia terlihat rapi dengan kemeja biru bergaris putih dengan kerah polos berwarna biru sedikit gelap, dasi yang berwarna senada dengan kerah bajunya, celana biru dongker dan juga sepatu pentofel yang selalu terlihat mengkilap. Dia pun memberikan senyuman mautnya untuk menyambutku yang sudah mulai membuka mata.
"Pagi sayang... udah enakan?" Tanya nya padaku sambil membantuku untuk duduk. Aku pun mengangguk pelan sambil tersenyum. "Suaranya mana?? Ngak enak banget ya?" Tanya nya kembali sambil mengelus elus rambutku. Aku pun tersenyum.
"Rasanya nano nano." Jawabku singkat. Dia pun tersenyum. Kemudian mengambil mangkok yang berisi bubur untukku.
"Makan dulu ya. Aaaaa..." Perintahnya padaku. Aku pun menggeleng, aku masih merasa mual. Aku tak mau bolak balik ke kamar mandi atau pun ke toilet lagi.
"Jangan gitu dong sayang... mas sudah capek - capek ini bikin bubur buat istri tercinta, masa ngak dimakan. Kasihan juga kan adeknya, uminya sakit, dia juga sakit. Coba dulu ya..." Rayu mas Ali padaku. Mas Ali benar, aku tidak boleh egois sekarang, ada sebuah kehidupan dirahim ku, anak ku dan mas Ali. "Aaaaa..." Kata mas Ali yang mulai.mencoba menyuapiku kembali. Akhirnya aku pun luluh, aku kunyah bubur itu pelan - pelan. Mas Ali pintar membuatnya, rasanya gurih dan enak.
"Enak ngak?" Tanya mas Ali padaku. Aku pun mengangguk dan tersenyum.
"Enak sayang... mas sudah sarapan?" Tanyaku pada Mas Ali. Di pun mengangguk. "Makan apa? Ngak lagi bohongkan?" Tanya ku lagi. Dia terlihat kaget. Kemudian tersenyum.
"Cieee... kaya peramal aja sekarang. Mas sudah makan cinta. Hehehe." Jawabnya gombal yang membuat ku terkekeh mendengarnya. Aku pun mengambil sendok yang mas Ali pegang, aku tahu dia pasti belum sarapan. Dia pun kaget.
"Aaaaa..." Perintah ku pada mas Ali untuk membuka mulutnya. Dia pun tersenyum, kemudian mulai membuka mulutnya. Ah mas Ali, senyumnya selalu membuatku sesak nafas. Hehehe.
Akhirnya kami pun makan semangkok berdua. Dan alhamdulillah, aku tak memuntahkan bubur yang aku makan, mungkin karena cinta juga, hehehe. Membahas soal cinta, tak akan pernah ada habisnya.
"Yawdah ya sayang... Mas berangkat dulu ya." Pamit suamiku. Entah kenapa aku tak ingin melepasnya untuk pergi. Aku menahannya untuk pergi, Aku mengenggam tangannya erat, sambil menatapnya lekat - lekat. Mas Ali pun sepertinya tahu apa yang aku inginkan. Dia pun tersenyum, kemudian memegang pipi chubby ku, dan mengelus elus nya.
"Mas juga pengennya nemenin kamu sayang, tapi hari ini mas bener - bener ngak bisa buat ijin. Mas ada meeting sama papa dan bang Aron buat bahas kantor papa yang ada di Malaysia." Jelas mas Ali panjang lebar. "Tapi mas janji, selesai meeting nanti mas bakalan cepet - cepet pulang. Mas juga ngak bisa fokus kerja kalau kesayangannya mas lagi sakit gini." Kata mas Ali lagi.
"Janji??" Tanyaku pada Mas Ali, sambil mengacungkan jari kelingking ku pada suamiku. Dia pun tersenyum.
"Janji Prillyku sayang..." Balas mas Ali mesra sambil mengaitkan jari kelingkingnya pada jari kelingkingku.
Kemudian dia pun mencium pipi kananku, pipi kiriku, keningku, hidungku, kemudian mencium bibirku dengan lembut. Aku pun membalasnya dengan ciuman yang sama, morning kiss. Mas Ali pun memeluk ku, aku peluk dia erat - erat. Entahlah, aku sungguh tidak ingin berpisah dengannya hari ini.
"Mas berangkat dulu ya. Baik - baik di rumah, kalau ada apa - apa langsung telepon mas. Bobo lagi ya sayang, istirahat!" Kata nya padaku sambil mengelus elus pucuk kepalaku. Dia pun mengulurkan tangan kanannya untuk aku cium. Mas Ali pun kembali mencium keningku. Aku merasa seperti mas Ali akan pergi jauh.
"Assalamualaikum sayang..." ucapnya sebelum pergi sambil tersenyum maut yang amat manis.
"Walaikumsalam abi... " Balasku.padanya. Aku pun melihatnya pergi meninggalkan ku. Sebelum menutup pintu dia pun tersenyum kembali padaku. Aku mencoba untuk membuang perasaan aneh yang ada dibenakku, seraya berdoa semoga semua selalu baik - baik saja.
Entah sudah berapa lama aku tertidur. Aku terkaget, saat pintu kamarku terbuka dengan keras. Aku terbangun, aku mencoba untuk duduk. Jam dinding menunjukkan pukul 12 siang. Aku melihat mas Ali berdiri di depan pintu kamar kami. Dia sedikit berantakan, dasinya sudah dia longgarkan, lengannya sudah dilipat tak beraturan. Tatapan matanya sungguh menakutkan ku, sepertinya mas Ali sedang marah. Dia tak tersenyum sama sekali. Aku benar - benar sungguh takut. Aku pun berjalan mendekati mas Ali, mas Ali pun berjalan mendekatiku.
"Sayang... ada apa? Mas ngak kenapa - kenapa kan?" Tanya ku yang sedang bingung. Mas Ali masih terdiam, dia menatapku dengan tatapan penuh amarah. Aku tak pernah melihat tatapan suamiku yang seperti ini sebelumnya. Kemudian mas Ali pun memberikanku sebuah amplop berwarna coklat.
"Ini apa mas?" Tanyaku kembali sambil memegang amplop yang mas Ali berikan. Mas Ali tidak menjawab pertanyaanku, dia masih terdiam.dengan tatapannya yang menakutkan.
Aku membuka amplop coklat itu dengan pelan, aku ambil isinya. Aku pun terkaget melihat isinya. Ya Allah... apa lagi ini.
"Kenapa kaget??" Tanya suamiku dengan kasar. Aku pun menggeleng.
"Mas, aku bisa jelasin." Kata ku yang mencoba menenangkan suamiku.
"Mau jelasin apa?" Tanyanya kembali. "Kalau kamu ngak sengaja ketemu Al, atau Al sedang nolong kamu yang hampir terjatuh sampai dia meluk mesra kamu, iya??" Lanjut mas Ali. Oh my God, kenapa mas Ali bisa tahu apa yang akan aku ucapkan. "Jawab!!!" Bentaknya padaku. Aku pun bingung harus menjawab apa.
"Atau jangan - jangan selama ini kamu bohongin aku? Atau kamu sering curi - curi waktu buat ketemu sama si Al??" Tanyanya lagi padaku. "Jawab Prill!!!" Bentaknya lagi padaku.
"Astaghfirullaahal'adzim mas... semuanya ngak kaya yang mas kira. Aku bisa jelasin foto - foto ini semua." Kataku yang mencoba menjelaskan semuanya.
"Aku ngak bodoh Prill. Semuanya itu foto asli. Kenapa kamu ngak pernah cerita kalau kamu pernah ketemu sama Al??" Bentaknya lagi padaku. Sungguh, aku tak tahan di bentak2 seperti ini. Air mataku sudah hampir lolos dari posisinya.
"Aa...aaku... cuma takut kalau..." Kata ku yang terbata - bata.
"Kalau apa?? Kalau akhirnya perselingkuhan kamu kebongkar gitu. Atau..." Mas Ali memotong pembicaraaannya, "Atau anak itu anak Al??" Tanyanya kembali.
Duuuuuuaaaaaaarrr...
Aku merasa tersambar petir sekarang. Air mataku langsung turun tanpa komando apapun.
Plaaaaaaaakkk...
Dengan reflek tangan ku menampar pipi mulus mas Ali. Mas Ali terlihat kaget, pipinya pun memerah. Matanya pun menjadi merah. Tatapannya semakin menakutkan.
"Jaga mulut kamu ya mas. Aku ngak serendah itu!!!" Kataku dengan suara yang menahan tangis, suara yang tak bisa aku deskripsikan.
Mas Ali pun kemudian beranjak pergi, menutup pintu kamar dengan keras. Lebih tepatnya, membanting pintu itu. Aku pun terkaget. Badanku serasa melemas, kakiku pun seperti lunglai, sampai aku jatuh terduduk tak berdaya sambil memegang dadaku yang serasa sesak. Aku menangis sejadi - jadinya. Aku tidak menyangka jika mas Ali mempunyai pikiran kotor seperti itu padaku. Serendah itu kah aku dimatanya??
APOV
Damn!!
Sumpah demi apapun, istri gue nampar gue. Tamparannya ngak seberapa, karena dia masih sakit. Tapi ini dada rasanya nyesek banget. Siapa yang ngak marah coba, lihat foto2 mesra istrinya jalan sama mantannya. Oh shit!
Gue melajukan mobil Range rover gue dengan kecepatan tinggi. Gue ngak tahu, kemana arah mobil gue melaju. Gue cuma mengikuti jalan yang ada didepan gue. Gue ngak tahu sejak kapan istri gue ketemu sama si Al. Sampai sekarangpun gue ngak pernah tahu hubungan istri gue dan Al jaman pacaran dulu, karena gue ngak mau tahu dan Prilly pun tak pernah bercerita soal itu. Gue juga ngak tahu siapa yang mengirim foto - foto itu di meja kerja gue. Karena JNE yang mengantarnya, tanpa ada alamat jelas yang tertera. Hanya nama berupa inisial dan nomor telepon yang ternyata sudah tak aktif.
"Apa gue sudah keterlaluan dengan Prilly istri gue? Menuduhnya dengan sesuatu yang terlalu kasar??" Bathin gue.
Gue acak2 rambut gue, gue pukul2 setir mobil gue. Seharusnya gue bisa jaga mulut gue. Seharusnya gue bisa bicarain semuanya baik - baik tanpa harus menyakiti hati Prilly. Gue lihat dia tidak berbohong sama sekali, matanya mengisyaratkan jika dia tak menutupi apapun dari gue. Emosi gue sudah memuncak kali ini, dan semua sudah berantakan.
What the hell it is!!
Hohohoho...
Gegana dulu ya readers, ganti suasana, hehehe.
Kira2 fotonya apa aja ya??
Yang pasti ngak cuma satu itu, hahaha.
Makasih semuanya, yang sudah mau ninggalin jejak (vote and comments) dicerita abal2 ku ini. Semoga kalian ngak bosen ya dengan ceritaku. Jangan lupa kritik dan sarannya ya, dan jangan lupa juga untuk vote dan commentnya, biar authornya semangat.
Buat my secret admirers, makasih juga ya sudah mau baca ceritaku. Aku selalu tunggu kalian buat ninggalin vote and comment dicerita abal2 ini.
#YangIkhlasAjaYaHehehe
Semoga bisa menghibur y guys...
See you next time.
Loving you as always.
Mmmmuuuuaaaaach :*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top