Refrain 1
Chapter 27
Author's POV
Ali terlihat gontai berjalan menuju kursi yang berada didepan UGD. Dia berjalan memegang kepalanya yang mungkin sudah tidak tertahankan sakitnya. Wajahnya terlihat sedikit pucat. Beberapa langkah saat mendekati kursi tiba - tiba ada yang menabraknya. Ali hampir terjatuh karena tenaganya sudah hampir habis, tubuhnya sudah lemas.
"Astaga Ali..." Teriak orang itu. "Lo ngak kenapa2 kan?" Tanya orang itu lagi. Ali pun mengangkat wajahnya, mencoba melihat siapa orang yang menabraknya.
"Itte..." Satu kata yang keluar dari mulut Ali. Kemudian dia tersenyum melihat sahabat istrinya itu. "Not bad." Ucap nya kembali sambil mencoba untuk duduk, semuanya sudah terasa lemas. Sedangkan Itte menggeleng gelengkan kepalanya.
"Gue ngak percaya lo baik - baik aja. Jadi tadi Prilly? Kenapa lagi Prilly?" Tanya Itte. Gue mengangguk.
"Ceritanya panjang, gue ngak bisa cerita sekarang. Sorry. Lo mending cepet - cepet deh tolongin Prilly. Tolongin dia Te." Kata Ali lemah.
"Pasti. Lo ikut gue sekarang." Perintah Itte. Sambil membantu Ali bangun dari tempat duduknya. Kemudian menggandeng nya menuju UGD. "Gaya Lo, kayak lagi waras aja." Ledek Itte. Ali hanya tersenyum.
Itte membawa Ali ke UGD untuk diperiksa juga. Dia yakin suami sahabat baiknya itu sedang sakit. Nalurinya sebagai dokter tak bisa dibohongi. Dia juga meminta Ali untuk berbaring disalah satu tempat tidur disebelah Prilly Istrinya. Terlihat Prilly sedang diPeriksa oleh salah satu dokter co-ast. Walaupun tidak terlalu terlihat karena tertutup oleh pembatas kain.
"Lo tunggu disini dulu. Gue mau priksa Prilly dulu. Habis itu gue priksa lo." Perintah Itte.
"Sust, tolong cek tekanan darah bapak ini. Setelah itu tolong ambil sampel darahnya juga." Kata Itte menyuruh beberapa perawat untuk membantunya mengecek kondisi Ali sebelum dia pergi memeriksa Prilly.
Itte pun langsung mengambil alih pekerjaan co-ast nya yang sedang memeriksa Prilly. Prilly masih memejamkan matanya, entah sebenarnya dia pingsan atau tertidur. Itte pun mencoba untuk membangun kan nya. Setelah selesai memeriksa Prilly, Itte kembali menemui Ali. Perawat pun sudah memberikan hasil kondisi Ali padanya.
"Ngerasain Apa lo?" Tanya Itte
"Pusing, lemas, badan gue kayak habis dikeroyokin orang se-RT, pegel dan sakit." Cerita Ali. "Prilly ngak kenapa2 kan?" Tanya Ali kembali. Itte tersenyum, dan menggeleng kan kepalanya.
"Lo sama Prilly janjian sakit?? Bisa samaan gitu." Kata Itte sambil terkekeh.
"Maksud lo? Gila aja sakit janjian." Ucap Ali.
"Prilly ngak kenapa2 ko, dia cuma butuh istirahat total beberapa hari. Tifusnya kambuh, untung lo langsung bawa kesini. Dia sudah kehabisan cairan gara - gara semua makanan dia muntahkan." Jelas Itte. "Sekarang giliran lo gue periksa." Kata Itte lagi.
Itte memeriksa Ali, sebenarnya dari apa yang Ali ceritakan soal kondisinya, Itte sudah mengetahui penyakit Ali.
"Emang ya, kalo udah sehati susah." Kata Itte.
"Maksud Lo?" Seru Ali. "Aduh Te, jangan bikin gue tambah pusing deh. Ngomongnya yang jelas dikit kenapa." Kata Ali kesal. Itte tertawa.
"Sorry. Wah, kayaknya lagi ngak bisa slow nih." Ledek Itte. "Gini, Apa yang lo rasain sekarang sama kayak apa yang Prilly rasain. Penyakit lo juga sama kayak istri lo. Cuma lo baru gejala tifus aja, jadi ngak terlalu parah. Tapi tetep lo juga harus istirahat buat mulihin kondisi lo." Jelas Itte.
"Kasih gue obat yang bisa balikin tenaga gue lagi. Gue ngak bisa istirahat lama - lama, gue mesti jagain Prilly. Bisakan?" Tanya Ali sambil memohon.
"Lo kira gue pesulap gitu, bisa langsung bikin lo sembuh?" Jawab Itte. "Lo harusnya istirahat dulu dirumah, nanti gue telpon tante deh buat jagain Prilly. Gimana?" Tanya Itte balik.
"Jangan telpon siapa2. Biar gue yang urus. Kasih gue obat apa aja, sampai gue bisa merasa baikan lagi. Please!" Pinta Ali. Itte pun mengangguk.
"Ok. Gue kasih lo obat dari luar dan dari dalam. Tapi berarti lo harus istirahat disini dulu, mau satu kamar bareng Prilly atau gimana?" Tanya Itte balik.
"Di infus maksud lo?" Tanya gue balik. Itte mengangguk kembali. "Terserah Lo yang penting gue ngak ambruk sekarang. Tapi besok infusnya bisa dilepas kan?" Tanya Ali lagi.
"Ya elah... maksa bener lo. Males gue kalo pasien nya kayak lo." Jawab Itte ketus. "Sekamar atau gimana nih?" Tanya Itte balik.
"Pisah kamar aja, gue ngak mau dia terganggu." Jawab gue. "Sorry Te, tapi gue ngak bisa kalau lama2 istirahat. Gue ngak tenang kalau Prilly sakit. Please!" Kata Ali memelas.
"Sumpah ya, mimpi apa gue punya pasien kayak Lo. Ok. Infusnya bisa dilepas kalau sudah habis." Kata Itte.
"Thanks Te." Kata Ali berterima kasih.
"Sama2 Li. Lo hutang cerita sama gue. Awas lo!" Kata Itte pada Ali. Ali pun mengangguk.
"Gue titip Prilly dulu ya sama Lo." Kata Ali kembali. Itte pun tersenyum.
"Sip!" Ucap Itte singkat.
Kemudian Itte pun memasangkan infus di tangan kiri Ali. Itte pun membantu untuk mengurusi keperluan administrasi pasangan suami istri itu. Karena cuma Itte yang bisa membantu Ali sekarang. Sedangkan pak Said masih setia menunggu anak majikannya dengan wajah yang panik dan bingung.
PPOV
Aku terbangun dari tidurku. Aku tidak tahu jam berapa sekarang. Aku merasa sedikit lebih baik sekarang, walaupun sakit kepalaku masih menyerang. Saat ini aku berada di sebuah ruangan yang asing untuk ku. Aku ingat, aku sedang berada di rumah sakit sekarang. Dan Itte yang memeriksaku tadi. Aku pun melihat Itte yang sedang duduk tertidur disamping ku, dengan kepala beralaskan tangan diatas tempat tidurku. Tidak ada mas Ali disini, apakah dia meninggalkan ku??
Air mataku menetes kembali. Semenjak aku pergi meninggalkan rumah, air mataku sering mengalir tiba - tiba. Seperti tanggul yang bocor. Apakah mas Ali masih marah kepadaku? Tapi saat dia menjemputku, aku tak melihat lagi kemarahannya seperti waktu itu. Lalu mengapa dia meninggalkan ku sendirian disini?
Aku pejamkan mataku kembali. Aku tak ingin membangunkan Itte yang sedang tertidur. Dia pasti lelah. Dia tidak pulang kerumah malam ini malah dia menjagaku disini.
Aku mendengar suara orang yang sedang mengobrol. Aku membuka mataku pelan. Aku melihat Itte dan beberapa perawat diruangan ku.
"Ya sudah, sekarang tolong cek pasien sebelah. Infusnya sudah habis belum. Kalau sudah tolong kabari saya." Perintah Itte pada perawat2 itu. Perawat2 itu pun kemudian pergi.
"Ittee... tee..." Panggil ku pada Itte. Itte pun menoleh ke arah ku. Aku mencoba untuk bangun. Tapi Itte menahanku.
"Hi Prill... Bentar." Ucapnya padaku. Kemudian Dia menaikkan tempat tidur bagian atas, sampai aku sedikit terduduk. Duduk bersandar ditempat tidur. Kami saling melempar senyum satu sama lain.
"Akhirnya bangun juga Lo..." Tanya Itte padaku. Aku tersenyum.
"Jam berapa sekarang?" Tanyaku pada Itte. Dia tersenyum.
"Jam 6 pagi Prill. Gimana? Sudah enakan?" Tanyanya padaku. Aku tersenyum kecil.
"Sedikit. Lo dari tadi malam jagain gue? Maaf ya gue ngrepotin Lo." Ucapku lirih. Dia menggeleng.
"Apaan sih Lo, kayak sama siapa aja. Gue jagain Lo karena suami lo yang minta, karena sekarang dia ngak bisa jagain lo. Ali lagi dikamar sebelah." Jelas Itte. Aku mengernyitkan dahi ku. Aku bingung, aku tak mengerti maksud Itte.
"Kamar sebelah??" Tanyaku kembali. Itte mengangguk.
"Iya, di kamar sebelah. Lo ngak tahu suami lo sakit??" Tanyanya padaku. Aku menggeleng.
"Astaga... kalian lagi kenapa sih??" Tanya Itte balik. "Kemarin malam habis ngantar lo, Ali hampir terjatuh. Mukanya pucet banget, badannya panas. Sakitnya sama kayak Lo. Tifus. Cuma Ali masih gejala aja. Dia minta gue buat ngasih obat supaya dia cepet sembuh, dan bisa jagain lo. Dan anehnya, dia ngelarang gue buat hubungin siapapun." Cerita Itte. Aku terkejut. Mas Ali sakit.
Aku ingat saat mas Ali mencium bibirku, aku merasakan hawa panas saat itu. Aku kira itu hawa panas dari tubuhku, ternyata mas Ali sedang demam saat itu. Air mataku pun menetes kembali.
"Eh...eh... Prill, ko jadi nangis gini sih?? Sorry kalau gue salah ngomong. Aduh Prill..." Ucap Itte kaget saat air mataku tiba2 menetes. Dia langsung memeluk gue. "Maaf Prill, gue ngak maksud bikin lo nangis. Gue ngak maksa ko kalau lo ngak mau cerita. Gue panggilin suami lo ya?? Atau gue pindahin Ali disini??" Tanya Itte sambil mengelus elus punggung ku. Aku melepas pelukan Itte.
"Jangan. Biarin mas Ali istirahat." Kata ku. Itte menyeka air mataku.
"Makasih ya Te, lo selalu ada saat gue butuh. Makasih banyak." Lanjut ku lagi.
"Iya Prilly sayang, apasih yang ngak buat lo. Lo itu bukan cuma sahabat buat gue, lo itu sodara gue. Udah ya. Ali baik2 aja ko." Cerita itte. Air bening dari mataku masih terus mengalir seperti tanggul yang jebol. Aku ingat saat mas Ali membujukku untuk pulang bersamanya. Aku membentaknya dan aku memukul mukul dadanya. Ya Allah.
Tiba - tiba seorang perawat masuk keruangan ku, di ikuti seorang ibu2 yang mengantarkan sarapan untukku.
"Dok, infusnya sudah habis." Kata perawat itu. Itte mengangguk.
"Gue tinggal sebentar ya Prill." Pamit Itte. Aku mengangguk.
"Lo Balik kesini lagi kan nanti?" Tanyaku pada Itte. Dia tersenyum.
Sambil menunggu Itte, aku menonton TV. Kebetulan hari ini hari minggu, aku bisa menonton film kesayanganku, Doraemon the movie. Tiba - tiba pintu kamar ku terbuka kembali. Aku terkejut, karena bukan Itte yang datang. Tapi Mas Ali. Wajahnya sedikit sendu, dan masih terlihat pucat, jalannya pun masih terlihat lemas. Tangan kirinya di balut sebuah perban. Dia tersenyum kepadaku. Senyum yang selama ini aku rindukan. Senyum yang selalu menjadi semangat ku. Aku hanya terdiam melihatnya berjalan ke arahku.
"Pagi sayang... " Tanyanya padaku sambil mengelus elus rambutku. Aku melihat jarum infus masih menancap ditangan kirinya. Hatiku merasa teriris melihatnya. Mataku mulai memanas.
"Pagi. Itte mana??" Tanyaku pada mas Ali. Seketika senyumnya menghilang. Mas Ali menatapku, tatapannya seperti mencari sesuatu.
"Itte pulang dulu tadi, dia ada jadwal praktek nanti. Sudah makan?" Tanya suamiku sambil melirik makanan yang berada dimeja sebelah ku. Aku menggeleng.
Kemudian mas Ali beranjak untuk mengambil sarapanku. Dia membuka semua penutup makanan yang ada di meja. Meja itu kemudian ditariknya agar berada didepanku.
"Mas suapin ya..." Katanya padaku.
"Aku bisa makan sendiri ko." Tolakku dengan cepat.
Mas Ali kemudian memandang ku. Aku lupa kalau tangan kanan ku sedang di infus. Aku mengambil sendok dari tangan mas Ali dengan tangan kiriku. Aku mencoba untuk makan dengan menggunakan tangan kiriku. Tiba - tiba mas Ali merebut sendoknya kembali dari tangan kiriku. Aku tersentak.
"Mas tahu, mas ngak mungkin bisa cabut omongan mas waktu itu, karena mas ngak bisa mengulang waktu. Mas minta maaf. Mas tahu kamu masih marah sama mas, mas terima. Tapi mas ngak akan pernah berhenti buat minta maaf sama kamu, sampai kamu bisa maafin mas lagi." Kata suamiku panjang lebar. Mataku mulai semakin memanas."Ijinin mas buat jagain dan merawat kamu sampai sembuh. Setelah itu terserah, terserah kamu mau ngapain, yang penting kamu bisa senyum lagi kayak dulu." Sambung mas Ali.
Air mataku mengalir seketika. Aku tak kuasa menahannya. Hatiku masih sakit saat mengingat kejadian itu. Namun sekarang, aku sangat merindukan suamiku. Tapi mulutku tak mampu untuk mengucapkan nya.Mas Ali meletakkan sendoknya. Dia menyeka air mataku. Kemudian dia langsung memeluk ku, memelukku dengan erat. Mengusap usap rambutku, dan mengelus elus punggung ku.
"Maafin mas ya sayang... maafin mas." Ucap mas Ali kembali dengan suara yang sedikit bergemetar. Dia menenggelamkan wajahnya dibahu ku. Kurasakan bahuku sedikit basah, apakah mas Ali menangis?? Ya Allah, suamiku menangis. Aku merasa seperti istri durhaka sekarang. Tangisku langsung pecah. Mas Ali semakin memelukku dengan erat.
"Udah ya... sekarang makan dulu. Mas yang suapin, tangan kanan kamu lagi di infus." Kata suamiku. Aku bisa melihat matanya yang masih berkaca ksca, walaupun dia sudah menghapus air matanya. Ya Allah, dia menangis. Mas Ali menyeka air mataku kembali, air mataku seakan tak ingin berhenti.
"Sayaaaang... udah ya nangisnya. Kalau kamu sedih terus, nanti aaa..." mas Ali memotong ucapan nya, mulutnya seperti ingin mengucapkan huruf A. "Si kecil juga sedih." Lanjut mas Ali. Dia mengganti kata yang ingin dia ucapkan.
"Makan dulu ya terus minum obatnya." Ucap mas Ali kembali. Aku mengangguk pelan. Mas Ali menyuapi ku dengan sabar. Aku ingin memeluknya, tapi hatiku masih terluka. Maafkan aku mas.
APOV
Gue berjalan keluar kamar Prilly setelah gue nyuapin dia. Badan gue sudah mulai enakan, pusing gue juga sudah mulai sedikit berkurang, hanya lemas yang masih tertinggal. Gue ngak bisa lama - lama didalam sana bareng Prilly istri gue. Gue dan Prilly seperti orang asing. Bisa - bisa Air bening dari mata gue merembes lagi. Shit!
Gue kayak laki - laki cengeng sekarang, Gue juga bingung kenapa gue jadi melow gini. Gue cuma ngak kuat lihat istri gue tiba - tiba nangis tanpa sebab. Apa omongan gue ada yang salah lagi? Rasanya nyesek kalau lihat Prilly diemin gue dan cuek tanpa senyum. Gue yakin omongan gue waktu itu sudah bikin hati Prilly terluka parah. Damn!
Gue lihat pak Said masih setia nunggu gue didepan kamar Prilly. Gue juga melihat wajah dia yang bingung sambil terus melihat handphone yang berdering. Gue ikut duduk disebelahnya.
"Ko ngak diangkat pak?" Tanya gue pada pak Said. Pak said terlihat kaget.
"Eh den Ali. Pak said bingung den mau jawab apa. Ibu dari tadi sms, tapi belum bapak balas, sekarang ibu telpon." Jelas pak said.
"Pak said pulang aja sekarang. Ini ongkos buat pak said naik taksi. Mobil saya ditinggal aja." Kata gue. Pak said mengangguk. "Oia pak, jangan bilang sama mama kalau saya sama Prilly lagi dirumah sakit. Saya ngak mau mama khawatir lagi. Pak said bilang aja, kalau saya sama Prilly baik2 aja, kami lagi liburan. Ya pak?" Lanjut gue lagi. Pak said mengangguk kembali.
"Baik den. Pak said pulang dulu ya. Kalau aden butuh bantuan pak said, aden telpon saja ya." Ucap pak Said. Aku pun mengangguk dan tersenyum. Pak said pun pamit padaku.
"Hati - hati pak." Kata gue saat pak said pergi.
Sesaat setelah pak said pergi aku berjalan - jalan mencari cafeteria. Gue belum sempat sarapan tadi. Dan gue paling ngak suka sama makanan dari RS. Well, se'ngaknya gue bisa nenangin hati gue yang porak poranda melihat acuhnya istri gue tadi.
"Prilly memang benar, 'life is like coffee, sweet or bitter.' Semua tergantung dari kita, memilih yang manis atau pahit. Cause Life is matter of choices."
Semoga bisa menghibur semua.
Karena tadi malam banyak yang minta nextnya, jadi aku kabulin deh. Makasih semua buat yang udah voment kemarin, makasih juga buat semangat nya. Love you all my beloved readers... ^^
Mau bikin sedih, tapi jadinya galau gini. Maap ye pemirsa...
Makasih semua buat yang sudah mau setia baca cerita ini, dan makasih juga buat vomentnya. Aku juga nunggu kritik saran kalian. Cuma ini caranya author berkomunikasi dengan para readers tercinta.
Lope lope semuaaaa...
Muuuuaaaaach :*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top