Obsession
Kilatan cahaya yang berasal dari flash kamera pemburu berita berlomba-lomba menyerang, siapa yang lebih cepat dan apik mendapatkan pose terbaik dariku ketika aku berjalan keluar studio bersama dengan seseorang yang juga ikut berjalan santai disampingku.
Kepalaku sedikit pusing melihat kilatan itu, bahkan mungkin mataku bisa menjadi buta jika aku tidak memakai kacamata hitam ini.
Tapi aku menyukainya.
Inilah duniaku. Inilah impianku. Menjadi seorang model terkenal.
Dengan menggunakan heels merah yang sangat kontras dengan mantel bulu putih lembut, aku melangkahkan kaki dengan rasa percaya diri yang sangat tinggi. Mantel yang sangat mahal ini hanya diproduksi beberapa potong saja di dunia. Dan aku cukup beruntung mendapatkannya.
Apa yang kurang dariku?
Wajahku cantik.
Leherku jenjang.
Kulitku mulus.
Dan aku adalah seorang model terkenal.
Seluruh wanita di dunia ini akan merasa iri dengan tubuhku, rambut halusku bahkan aromaku.
Aku mempunyai orangtua yang sangat sukses, saat ini nama ayahku tercatat menjadi orang paling kaya seantero jagad. Dan aku adalah pewarisnya.
Seluruh pria di dunia ini berlomba-lomba mengejarku. Itu pasti.
Ya, aku adalah seorang Princess. Aku adalah gambaran sempurna seorang wanita.
Tetapi aku sedikit kesal ketika lebih banyak kamera yang menyorot makhluk cantik di sebelahku.
Dia Dany. Sahabat terbaikku sedari umur 4 tahun.
Dengan diiringi beberapa bodyguard yang selalu menjaga agar kulit kami tidak tergores sedikitpun, akhirnya kami berhasil memasuki Roll Royce Phantom Drophead Coupe milik Dany, dan para bodyguard itu mengikuti kami dari belakang dengan mobil yang berbeda. Tentu saja Dany yang menyetir untukku.
"Kau tau, aku sangat kesal ketika wartawan tadi lebih banyak membidikmu daripada aku?" ucapku melepas kacamata puluhan juta yang aku kenakan.
"Hm?"
Dany tetap fokus pada kemudinya, ia tidak menanggapi celotehanku sedikitpun.
Aku melipat tanganku kesal. Hanya karena memikirkan kenyataan bahwa Dany lebih populer dibandingkan diriku selama bertahun-tahun ini membuatku sangat marah. Aku tidak menyangka Dany akan tumbuh secantik ini.
Aku memang Princess, tapi Dany adalah seorang Dewi.
Dulu Dany adalah seorang yang pemalu, sejak dulu ia sudah dikenalkan padaku oleh ayahnya yang juga seorang konglomerat. Dia sangat pendiam, bahkan dia tidak akan bicara sepatah katapun jika aku tidak menegurnya. Ayahnya memintaku untuk berteman baik dengannya, jadi aku sudah terbiasa akan sifatnya itu. Aku yang selalu melindunginya jika ia diganggu anak-anak lelaki seusia kami yang selalu mengejeknya vampire karena kulit Dany yang putih pucat.
Ketika di sekolah dasar aku mulai menyukai fashion dan mulai berlenggak lenggok di depan cermin, serta merengek-rengek kepada ibuku untuk dibelikan beberapa jenis make up. Dany masih tidak berubah, ia masih tetap pendiam dan tak banyak bicara, dan ia masih terlalu asik dengan bukunya.
Aku cukup pintar dan menjadi deretan murid terbaik di sekolah. Tapi Dany lebih pintar, ia seorang genius yang selalu menjadi nomor satu. Aku harus berjuang mati-matian untuk mengimbanginya. Beruntung, dia membantuku belajar setiap hari.
Aku tumbuh menjadi gadis yang cantik. Tubuhku sudah cukup tinggi dan berbentuk ketika aku melanjutkan studiku ke jenjang menengah. Bahkan aku mulai mendapatkan tawaran sebagai model suatu majalah remaja di tahun ketigaku bersekolah. Sedangkan Dany? Dia masih sibuk dengan buku dan dunianya.
Tahun berikutnya aku mengikuti Dany masuk ke sekolah tinggi favorit di kota kami, tentu saja karena aku tidak ingin kalah darinya. Saat itu Dany berubah. Tubuhnya semakin tinggi, bahkan sudah melampaui diriku. Tubuhnya juga ramping membuatku sangat iri. Dia mulai meninggalkan bukunya tanpa meninggalkan otak jeniusnya. Bukankah sangat tidak adil?
Dia tetap menjadi yang pertama, baik itu dalam penampilan ataupun pelajaran. Banyak orang menyukainya, menyukai sikap lembutnya, menyukai wajahnya, menyukai kepandaiannya, menyukai kulitnya yang putih dan lembut, menyukai kepribadiannya, hingga kami lulus.
Saat dia memutuskan untuk mengambil jurusan yang sama denganku di universitas, aku baru menyadari bahwa dia adalah sainganku. Kami memilih jurusan modeling karena memang aku ingin fokus dengan dunia model.
Aku benar-benar syok dan tidak menyangka bahwa Dany akan memilih jurusan yang sama denganku. Dia benar-benar menyiakan kepala briliannya itu hanya untuk bersaing denganku di dunia model? Bahkan dia memanjangkan rambutnya! Demi Tuhan, Dany tidak pernah memanjangkan rambutnya selama ini!
Dia benar-benar menakutiku.
Tahun kedua kami di universitas, dia sudah menjadi pujaan. Cara berjalannya di catwalk dengan tubuh tinggi rampingnya membuat decak kagum semua orang. Dia berbakat, pujian mereka yang aku dengar.
Sedangkan aku? Tinggiku sudah tidak lagi berkembang. Tinggiku hanya sebatas leher Dany. Dan aku harus berlatih dengan sungguh-sungguh untuk dapat tampil menawan berjalan di catwalk.
Saat itu aku benar-benar muak dan membencinya!
Dany selalu menjadi pusat perhatian jika disampingku, bahkan pria yang aku sukai lebih tertarik padanya! Ini gila, sangat-sangat gila! Bagaimana mungkin lelaki lebih tertarik pada Dany dibandingkan aku?
Sejak saat itu aku bertekad akan melampaui Dany, dalam hal apapun! Aku berjuang mati-matian untuk bisa lebih cantik darinya. Aku bahkan pergi ke Korea untuk lebih memancungkan hidungku, meniruskan pipiku dan juga merampingkan pinggangku, agar tubuhku terlihat lebih baik.
Dany sangat kecewa saat itu. Ya, mungkin karena dia tidak mau tersaingi olehku.
Aku makin menjadi, ku gunakan nama ayahku untuk masuk dalam agensi model yang terkenal. Dan ya, aku berhasil bergabung dengan mereka.
Tetapi ternyata ada Dany disana! Mereka menawari Dany dengan bayaran yang fantastik.
Dany memakai baju yang ingin aku pakai, dia menggunakan topi di rambut sebahu lurusnya, dengan membuat wajah yang datar tanpa ekspresi dan sexy saat kamera bertubi-tubi membidiknya.
Dany sangat keren. Aku ingin menjadi sepertinya.
Suara klakson yang Dany bunyikan membuyarkan lamunanku. Dia memukul kemudi dengan kesal dan memperhatikan wajah kagetku.
"Aku tidak apa-apa," ucapku melihat wajah kekhawatirannya.
Dany kemudian lanjut mengemudikan mobilnya.
"Aku ingin makan cheesecake," pintaku.
Dany tidak berkomentar, ia segera memutar arah mobilnya untuk menuju kafe langganan kami, padahal kafe itu cukup jauh.
Aku memang suka seperti itu, mempermainkannya.
Tapi dia tidak pernah kesal kepadaku. Dia selalu saja menurut. Karena itu aku tidak bisa lama-lama membencinya.
Akhirnya kami sampai di kafe yang kami maksud. Aku kembali memakai kacamata hitamku, tidak dengan Dany, dia tidak berniat memakai kacamatanya, dia hanya memakai mantel coklat gelap panjangnya karena memang cuaca sedikit dingin.
Kami mulai memasuki area kafe, dan memilih tempat favorit kami. Dany sudah membeli meja itu hanya untuk kami seumur hidup.
Kafe itu hanya kafe sederhana dengan cake yang benar-benar lezat.
Dany duduk di depanku lalu mengeluarkan majalahnya. Ia melipat kaki jenjangnya dengan anggun dan mulai membolak-balik majalah itu. Sedangkan aku sibuk memanggil pelayan cafe untuk mencatat pesanan kami.
"Matcha hangat dan Black coffee, dan juga bawakan kami dua cheesecake," kataku.
Aku memesan black coffee untuk Dany karena aku sudah sangat hapal jika Dany hanya mau minum kopi hitam atau susu murni dan matcha hangat untukku sendiri, serta cake kesukaan kami.
Dia sangat sibuk dengan majalahnya. Aku memutuskan untuk pergi ke toilet.
Begitu aku berdiri, aku melihat gerombolan wanita yang sedang melihat ke arah Dany, mungkin mereka juga iri terhadap Dany. Bahkan kumpulan pria pun membicarakannya.
Aku merasa kesal, aku melotot pada Dany. Seperti ada ikatan batin, ia menoleh ke arahku masih dengan tatapan datarnya.
Aku mencebik, buru-buru masuk ke toilet.
Apakah mata mereka buta? Kenapa mereka berpikir Dany lebih cantik dibandingkan aku? Jelas aku lebih cantik. Ayah dan ibuku saja mengatakan jika aku lebih cantik.
Lagi-lagi perasaan kesalku pada Dany muncul tanpa alasan.
Aku buru-buru mencuci tanganku setelah membuang hajat kecil. Masih dengan perasaan kesal dan menggerutu sambil mengelap-elap kasar jemari menggunakan tisu, aku berjalan keluar.
"Ops."
Tidak sengaja aku menabrak seseorang hingga tubuhku sedikit terhuyung ke belakang.
"Apa kau baik-baik saja?" Dia mengulurkan tangan.
Aku mendongak, ingin tau pria seperti apa yang menabrakku.
Cih, ternyata pria tua seumur ayah.
Dia tersenyum menatap gatal padaku, senyumnya sangat aneh.
"A..aku tidak apa-apa," ucapku terbata, lalu ingin beranjak pergi.
Tapi pria tua botak kurang ajar itu memegang pergelangan tanganku dan menahanku.
"Apa kau bisa menemaniku? Kau sangat cantik," ucapnya dengan nada yang terdengar sangat geli di telingaku.
Inginku teriakkan "Hey botak, mulutmu bau."
Tapi aku terlalu takut untuk melakukannya, aku menarik tanganku kuat tapi ternyata dia lebih kuat.
Memangnya dandananku berlebihan hingga botak ini beraninya menawarku? Aku akan melaporkan pada ayahku nanti karena berani menyentuh putri berharganya.
Apa dia belum pernah dilindas Bugatti Veyron? Ayah pasti dengan senang hati akan melakukannya untukku.
"Ak!"
Tiba-tiba botak berteriak.
Dany?
Dia mencengkeram kuat tangan si botak bahkan dia memelintirnya ke belakang.
Dany adalah pemegang sabuk hitam karate dan taekwondo. Aku tidak tau kenapa dia mempelajari kedua ilmu bela diri itu jika dia hanya ingin menjadi model.
Sahabatku ini mendorong si tua botak hingga tersungkur. Pria itu terlihat marah, dia kembali bangkit dan hendak memukul Dany, tapi dengan cepat Dany menendang burung 'perkutut'nya.
Suasana kafe sudah sangat kacau karena banyak orang yang berteriak, termasuk para pelayan kafe.
Dany meraih tanganku dan menarikku untuk berlari keluar kafe. Si botak ikut mengejar kami. Begitu kami membuka pintu keluar, Dany menghentikan langkahnya.
Mati kau botak!
Tentu saja, itu sama dengan menyerahkan diri pada kumpulan serigala.
Para penjaga kami sudah dengan sigap menangkap si botak. Dan dengan santainya kami masuk kembali ke dalam mobil.
Benar-benar mengesalkan mengingat aku belum sempat menikmati matcha hangat kesukaanku serta cheesecake yang meleleh.
Tapi tadi Dany terlihat sangat keren! Dia benar-benar dapat diandalkan dan dia benar-benar bisa melindungiku, juga melindungi privasiku dari para bodyguard kami.
"Ah, aku mau matcha matcha matcha!" rengekku seperti biasa.
Dany membuka tutup botol air mineral dan memberikannya padaku. Aku meminumnya banyak-banyak dan memberi sisanya pada Dany. Ia menegaknya hingga habis.
"Aku ingin ke apartemenmu, aku ingin kau memasak pasta untukku."
Dany hanya tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.
Dia membawaku ke apartemennya yang mewah. Aku sudah terbiasa tinggal disana, sejak kecil aku sudah sering menginap bersama Dany. Dia membeli apartemen ini dua tahun yang lalu dan aku sering bermalam disini.
Aku merebahkan tubuhku ke sofa tanpa melepas heels-ku. Aku lihat Dany duduk di seberang sambil melepas sepatu kets-nya. Ia kemudian berjalan ke arahku dan menyentuh kakiku. Ia membukakan heels yang sedari tadi mencekik kulitku. Aku tidak merasa aneh, karena itu adalah kebiasaan kami.
Dia mulai mengelus-elus kakiku lembut. Aku menyukainya karena itu mengurangi rasa pegal yang menjalar karena seharian menggunakan hak tiga belas senti. Dany memang tau persis bagaimana cara merawat dirinya dan diriku.
Setelah itu dia akan pergi ke kamar untuk menganti pakaiannya dan melemparkan sebuah t-shirt lucu padaku. Tapi tidak sekarang!
Aku mengikutinya ke kamar, dia hanya tersenyum dan melempar t-shirt putih bermotif beruang padaku. Tanpa banyak protes aku melepas seluruh pakaian dan hanya menyisakan bra serta g-string hitam kesukaanku. Dany masih memperhatikanku lamat-lamat hingga aku meloloskan t-shirt oversize itu ditubuhku, aku tidak perlu memakai celana karna pakaian ini.
Dany mulai mengacak-acak pakaiannya untuk mencari kaosnya sendiri.
Ia mulai melepaskan mantel dan pakaiannya satu persatu.
Inilah yang aku tunggu-tunggu, aku paling menyukai adegan ketika Dany mengganti bajunya, meloloskan kaos itu dari lehernya.
Demi tuhan, ia terlihat sangat sexy! Dan ini juga yang membuat kebencianku hanya bertahan sementara.
Oh ayolah Dany, aku akan menerjangmu suatu saat nanti.
Dany menarik tanganku untuk menuju dapurnya yang sangat rapi. Dia sangat suka memasak. Jari-jari tangannya yang lentik sangat indah saat memasak.
Dany memang sangat indah bagai Dewi.
Aku memperhatikan Dany, ia mulai mengikat rambutnya saat akan memasak.
Kini, semuanya terlihat.
Jaw line milik Dany memang sangat sempurna, wajahnya seperti pahatan. Ketika ia mengambil sebotol air mineral dari lemari pendingin dan bagaimana ia meneguk dan menelan air itu dengan mengangkat wajahnya, lekum yang menonjol dilehernya nampak sangat sexy. Apalagi otot-otot ditubuh rampingnya itu benar-benar sangat menggoda. Aku tidak tau sejak kapan Dany menjadi semenarik ini.
Ia sangat cantik memakai baju wanita dan sangat tampan memakai baju pria.
Dany mengusap bibirnya yang basah.
"Kau ingin daging atau sosis?" tanyanya dengan suara bariton rendah yang menggoda.
"Sosis." Aku menelan ludah menjawab pertanyaan Dany yang menanyakan campuran pastaku.
Ku ralat sekarang, Dany bukanlah Dewi, dia adalah Dewa!
Bagaimana pria-pria lebih menyukainya daripada aku? Dasar pria-pria bodoh tak berguna.
Aku mendekat memeluk punggung Dany yang sedang memotong-motong sosis.
"Ada apa?" tanyanya.
"Terima kasih karena selalu melindungiku," ucapku tulus.
Ya, aku memang menyayangi Dany.
Yang aku benci darinya hanyalah dia sangat sering tidak membalas ucapanku seperti sekarang.
Tapi aku tidak peduli, aku hanya ingin menikmati tubuh Dany seperti sekarang, dengan memeluknya seperti ini.
(***)
Aku terbangun masih dengan Catherine didekapanku, mengelus rambutnya lembut. Membelainya dengan sangat hati-hati agar ia tidak terbangun adalah kegiatan berhargaku.
Dia selalu mengucapkan terima kasih padaku. Ya, itulah yang ingin aku dengar yang aku inginkan. Ketergantungannya padaku.
Aku berlatih dua bela diri sekaligus, untuk melindungi Catherine, karena saat kecil aku sangat lemah, dan dia yang selalu melindungiku.
Aku belajar setiap hari dengan sangat keras agar aku selalu diatas Catherine, agar perhatiannya tidak tertuju pada yang lain, agar ia selalu mengejarku.
Demi Catherine, aku mengubur impianku menjadi pengacara, dan memutuskan untuk menjadi seorang model Androgini. Membiarkan tubuhku menjadi tontonan khalayak ramai dan membiarkan mereka menikmati tiap langkahku dengan memakai baju-baju yang aneh dan menjijikkan. Kadang seperti pria dan kadang seperti wanita. Aku harus bersikap feminin. Aku tidak ingin mata pria-pria rendahan itu menatapnya, menatap Catherineku. Lebih baik mereka menatapku.
Karena Catherine hanya milikku.
Aku meninggalkan Catherine dengan sepelan mungkin diranjang besar kami karena ponsel sialanku berdering cukup kuat, yang aku yakini dapat membangunkan Catherine. Aku segera mengangkatnya.
Kaki tanganku.
"Bagaimana?" tanya ku penasaran.
Orang suruhanku menjawab jika ia masih bersama pria botak yang tadi dengan sangat lancang berani menyentuh gadisku.
Aku tersenyum menyeringai.
"Bunuh saja."
End.
*****
What do you think ???
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top