Insane
"Jolie, cepatlah atau kau aku tinggal!"
Teriakan Julian terdengar menggema ke seluruh ruangan. Jolie memutar bola matanya malas sambil membenarkan dasi sekolah yang ia kenakan. Saudara kembarnya itu sangat berisik.
"Kau benar-benar cerewet seperti bu Alie!" umpat Jolie mengingat bagaimana galaknya guru matematika mereka.
Jolie dan Julian, si kembar yang populer di sekolah mereka. Cantik dan tampan, perpaduan yang sangat sempurna. Apalagi ketika mereka terlihat bersama-sama.
Setelah mengecup pipi kedua orangtuanya, Jolie mengikuti Julian yang sudah bersiap menuju sekolah.
"Kau lamban Jolie!"
Lagi-lagi Julian menggerutu. Ia memang anak yang selalu tepat waktu.
"Bilang saja kalau kau sudah ada janji bukan?"
Julian mengerutkan dahi, tidak mengerti apa yang saudarinya katakan.
"Aku tau kau sedang berkencan dengan si pirang itu, kakak senior kita," goda Jolie.
"Diamlah Jolie, bukannya kau yang sedang berkencan dengan si kacamata?"
Mereka terdiam. Ditatapnya Jolie, wajahnya memerah, menandakan apa yang baru saja Julian katakan adalah benar.
"Kau tidak bisa berbohong dariku siput," ejek Julian yang langsung dihadiahi pukulan dibahunya.
Tak sampai 15 menit mereka sudah tiba di sekolah. Julian turun setelah memarkirkan mobilnya diikuti Jolie.
Seperti biasa, semua mata tertuju pada mereka. Mata-mata penuh pemujaan.
Jolie terlihat sumringah ketika melihat seorang pria turun dari sebuah motor dengan model kuno. Dia adalah Matt, pria kutu buku yang Jolie sukai.
Dengan centilnya Jolie berjalan mendekati Matt. Sedangkan Julian hanya memperhatikan tingkah laku Jolie yang tidak seperti biasa.
Si kacamata itu terlihat malu-malu ketika Jolie berada didekatnya, wajahnya memerah dan kedua tangan pria itu selalu saja bergerak menggaruk rambutnya bergantian, yang Julian yakini tidak gatal.
Baiklah, Julian akan mengganggu kesenangan mereka.
"Ada apa Julian?" tanya Jolie ketika Julian merangkul pundaknya erat sembari terus memperhatikan Matt dan menatapnya penuh makna.
"Kau harus ke kelas, kau lupa kalau kau belum mengerjakan tugas bu Alie?" jawab Julian dengan suara yang cukup keras.
Mendengar itu wajah Matt berubah, ia seperti merasa tak enak menahan Jolie.
Sedangkan gadis itu hanya tersenyum kecut dan memukul paha Julian, memberinya kode untuk diam. "Baiklah ayo ke kelas," tukasnya.
Hentakan kaki Jolie sepanjang jalan membuat Julian tau kalau Jolie kesal. "Kau sangat mengganggu," gerutunya tadi yang sempat Julian dengar.
Julian menepuk pantat Jolie, membuatnya mendelik. "Apa yang kau lakukan?"
"Rokmu terlalu pendek! Kau tak tau mata pria tadi hampir keluar karena menatap kakimu, aku tidak suka dia terus menerus menatapmu," Julian membuang napas kasar.
Jolie mengedipkan matanya. "What? Kau tidak pernah protes selama ini, kenapa sekarang kau menjadi cerewet pada penampilanku?"
"Terserah apa katamu, aku akan merobeknya nanti jika kau tak mendengar apa kataku," ucap Julian sembari berlalu meninggalkan Jolie yang masih terheran-heran.
.
Ponsel Jolie bergetar tanpa nada, gadis bermata coklat terang itu segera menyambar ponselnya yang ia taruh di atas meja makan.
Wajahnya nampak berseri-seri ketika membuka salah satu pesan yang masuk.
Matt.
Nama itu tertera diponsel Jolie dengan emotikon love di bagian awal dan akhir nama.
"Siapa?" tanya Julian memperhatikan Jolie.
"Apakah itu penting untukmu?" balas Jolie, menaruh kembali ponselnya.
"Kau tau kau sedang berada di meja makan, dan saat ini kita sedang makan bersama. Kenapa kau seperti orang gila? memegang ponsel sepanjang hari bahkan saat kau akan menelan makananmu."
Julian menaruh sendoknya kasar karena Jolie mengabaikan ucapannya. Sudah pasti bisa ditebak jika saat ini gadis itu sedang berkirim pesan dengan Matt.
Jolie tidak peduli, ia tetap asik dengan ponselnya ketika ponsel itu terus bergetar. Ya, dia sedang berbunga-bunga.
"Apa kau sudah berkencan dengannya?" tanya Julian penasaran.
"Iya, aku sedang berkencan dengannya sekarang. Apa kau puas?" aku Jolie kesal. Tidak biasanya Julian selalu ingin tahu dan ingin ikut campur urusan pribadinya.
Sebelumnya, ketika Jolie dekat dengan Andrew, Julian tidak bertingkah seperti ini.
"Jadi kau berkencan dengannya?"
"Ya, Julian, aku harus mengatakan berapa kali padamu?"
Wajah Julian mengeras. "Dia tidak cocok untukmu."
Jolie menengok, kini saudara sekandungnya itu benar-benar mencuri perhatiannya.
"Why?" tanda tanya besar diwajah Jolie memalingkan Julian untuk cepat-cepat menghabiskan makanannya.
"Ayah dan Ibu pergi ke Rusia malam ini, jadi mereka tidak akan pulang untuk makan malam dengan kita, habiskan makananmu," Julian berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Aku sedang bertanya padamu," tuntut Jolie.
Julian masih terdiam.
"Hey Julian."
"Hey unta."
"Hey pembual."
"Jawab aku!"
Paksa Jolie dengan wajah yang geram.
"Aku hanya tidak suka melihatmu bersamanya," ucap Julian akhirnya, kemudian ia kembali meninggalkan Jolie di meja makan sendirian.
.
Hari Minggu ini Julian tidak sengaja membaca pesan di ponsel Jolie. Pesan ajakan berkencan di taman hiburan dari Matt. Julian merasa hatinya kacau dan tidak karuan membaca pesan itu.
Ia mencari Jolie ke seluruh ruangan, dan menemukan gadis itu sedang memasak di dapur. Jolie tidak pernah memasak selama hidupnya. Dan kini ia dengan piyama merah mudanya berkutat di ruangan itu.
"Kau sedang apa Jolie?"
"Ah, kau sudah bangun, aku sedang membuat bekal," jawab Jolie bersemangat.
"Bekal?"
"Ya, aku juga membuatkan sarapan untukmu."
Julian mengerutkan dahi dan mendekati Jolie. "Untuk apa kau memasak?"
"Hari ini aku akan pergi ke taman hiburan."
"Dengan Matt?"
"Ya," Jolie mulai menyiapkan wadah bekalnya sambil bersenandung riang.
"Kalau begitu aku ikut."
"Julian, serius? Kami akan berkencan," sindir Jolie merasa tidak suka.
"Aku tidak mau kesepian dirumah sebesar ini," Julian mencari alasan.
"Pergilah berkencan dengan siapapun tapi jangan mengganggu kencanku!" tolak Jolie tegas.
"Jolie!"
Bentakan Julian membuatnya terdiam. Dilihatnya wajah Julian yang memerah, menandakan jika pria itu sedang marah. Jolie sempat kaget, tetapi dengan cepat ia mengembalikan ketenangannya. Ia tidak mau Julian ikut campur urusannya, Jolie merasa ia sudah dewasa sekarang.
"Aku tidak suka kau pergi berkencan dengannya," Julian melembutkan suara, tangannya terulur mengambil sebuah pisau buah.
"Se-sebenarnya ada apa denganmu?" Jolie merasa canggung. Ia memang sering sekali bertengkar dengan Julian, tapi tidak karena masalah seperti ini, tetapi lebih karena apa yang Jolie punya tidak sama dengan apa yang Julian punya. Contohnya, Julian merajuk ketika ayah mereka membelikan ponsel yang berbeda, Julian ingin ponsel yang sama dengannya.
"A-ku-ha-nya-tak-su-ka," ucapnya tersenyum lembut memandang Jolie sambil mengayun-ayunkan pisau itu di depan wajah kembarannya, sementara tangan kanan Julian mencoba meraih apel di meja.
"Aw."
Jolie terpekik ketika dengan tidak sengaja pisau itu mengenai lehernya karena Julian memajukan tubuhnya untuk meraih apel.
Seperti digigit semut. Tidak terlalu sakit tapi dapat membuat leher Jolie memerah karena luka gores.
"Ah, maaf," ucap Julian dengan nada khawatir sambil menjatuhkan pisaunya. Ia menatap leher putih Jolie, yang sedikit berdarah.
"Kau seharusnya berhati-ha ..."
Jolie tidak melanjutkan ucapannya ketika bibir Julian sudah menghisap lehernya kuat.
"Ju- apa yang kau la-lakukan?" tanyanya tergagap.
"Diamlah Jolie, darah ini akan hilang jika kau diam,"
Karena merasa aneh, Jolie segera mendorong tubuh Julian. "Berhenti, aku baik-baik saja," tukas Jolie menghindar dan memilih meninggalkan Julian untuk mandi.
"Jangan pergi dengannya Jolie! Ingat itu, atau kau tidak akan pernah menduga apa yang akan aku lakukan!" Seru Julian melihat Jolie menghilang di balik tangga.
.
Jangan panggil namanya Jolie jika ia tidak nekat. Gadis itu tidak peduli apa yang Julian katakan. Ia pergi dari rumah mengendap-endap tanpa sepengetahuan Julian dengan membawa mobilnya.
Sia-sia ia memasak jika ia tidak pergi hari ini. Lagipula Matt sudah pasti menunggunya.
Jolie tergesa-gesa sambil menenteng tas wadah makanan yang sudah ia persiapkan sepenuh hati tadi.
Disana Matt sudah melambaikan tangannya melihat Jolie yang dengan sedikit berlari menghampirinya.
"Maaf, aku terlambat," ucap Jolie penuh penyesalan.
Matt melirik jam tangan hitam miliknya. "Tidak, aku baru saja datang," balasnya menghibur Jolie.
Mereka memilih duduk di salah satu bangku yang tidak terlalu ramai setelah merasa lelah bermain.
"Aku memasak untukmu."
Nada bicara Jolie sangat menggambarkan betapa bahagia dirinya sekarang. Gadis itu mengeluarkan bekalnya dengan hati-hati.
Tidak ada respon dari Matt membuatnya menengok. Matt sedang memperhatikannya. Jolie sedikit malu.
Tidak, Matt semakin melihat ke arahnya, tepatnya ke arah lehernya. Jolie ingat, Julian menghisap lehernya dengan cukup kuat tadi sehingga meninggalkan tanda merah.
"Jolie, sebenarnya sejak tadi aku ingin menanyakan sesuatu," ungkap Matt akhirnya.
"Ya?" sepertinya Jolie tau jika Matt akan menanyakan bekas merah dilehernya. Tentu saja Jolie akan menceritakan semuanya, jika tidak Matt akan salah paham dan menganggapnya telah bercinta dengan seseorang.
"Aku lihat di leher-
Drrrrrtttt drrrrrtttt drrrrrtttt
Ponsel ditas Jolie berdering hebat sebelum Matt menyelesaikan kata-katanya.
Jolie buru-buru mencari ponselnya.
Dari Julian. 45 panggilan terlewatkan, mungkin ketika Jolie sedang asik bermain tadi.
Ponsel itu kembali berdering karena tadi tak sempat Jolie angkat. Segera mungkin Jolie mengangkatnya.
Terdengar suara tangisan diseberang.
"Julian? Ada apa?" tanya Jolie panik, mengingat Julian memiliki sifat parno yang luar biasa.
Masih terdengar suara tangisan Julian.
"Julian? Jangan menangis, baiklah maafkan aku, aku akan pulang segera," tutur Jolie karena tak kunjung mendapat respon dari Julian.
Setelah mematikan ponselnya, ia berpamitan pada Matt dan meninggalkan seluruh kotak bekal bersamanya.
Saat ini Jolie sangat khawatir, ia tau ia bersalah karena meninggalkan Julian sendirian, saat orangtuanya tidak ada. Ia sudah bersama Julian sejak dalam kandungan. Selama itu mereka selalu bersama-sama.
Julian memiliki trauma yang sangat serius yang menjadikannya takut akan kesendirian. Walau banyak pembantu dan satpam penjaga rumah, ia mengatakan jika mereka berbeda, mereka orang lain yang tak memiliki hubungan darah.
Dulu ketika umur delapan tahun, mereka sedang bermain disebuah mall, Julian pernah diculik karena Jolie meninggalkannya.
Setelah ditemukan ia seperti mayat hidup, tatapannya kosong, wajahnya membiru seperti bekas tamparan, bahkan ia mendapatkan pelecehan seksual dari sang penculik, butuh beberapa tahun untuk membuatnya kembali seperti semula.
Dan kini, Jolie justru meninggalkannya, padahal Julian sudah memintanya untuk tidak pergi tadi.
Jolie sampai ke rumah setelah aksinya yang seperti pembalap. Ia segera mencari keberadaan Julian dikamarnya.
"Julian?"
Gadis itu menemukan Julian meringkuk dipojok kamar.
Julian mendongakkan wajahnya, ia segera menarik Jolie ke pelukannya begitu gadis itu mendekat.
"Aku takut Jolie, aku takut," lirihnya.
"Tenang, aku disini," Jolie menepuk-nepuk pundak Julian, menenangkan pria itu.
"Jangan pergi lagi."
"Tidak, aku tidak pergi."
"Kau harus berjanji," Julian melepas pelukannya.
"Ya, aku berjanji."
"Berjanjilah kau tidak akan menemui Matt lagi, jangan berkencan dengannya."
"Julian," Jolie mengeram, ini tidak ada hubungannya sama sekali, ketakutan Julian dan kisah cinta Jolie tidak ada hubungannya.
"Ku mohon Jolie, aku tidak suka melihat kalian berdua berkencan."
"Setidaknya berikan aku alasan, kenapa kau tidak suka," tukas Jolie.
Mata Julian menajam memandang Jolie. "Cukup dengarkan perkataanku."
Gadis itu sangat heran dengan perubahan sikap Julian yang tiba-tiba.
"Ku mohon, suatu hari aku akan mengatakannya padamu," lanjut Julian kini dengan kelembutan.
"Baiklah, aku tidak akan berkencan dengannya," putus Jolie pada akhirnya mengalah.
Julian terlihat sangat gembira dan memeluk Jolie erat layaknya anak kecil yang baru saja dibelikan mainan kesukaannya.
"Aku menyayangimu, Jolie."
.
Seminggu telah berlalu, Jolie semakin menjadi. Padahal ia berjanji tidak akan berkencan dan menemui Matt lagi, tapi Jolie berbohong. Sore ini ia akan menemui Matt.
Diam-diam Julian mengikuti mereka, karena semua tentang Jolie, Julian akan mengetahuinya, bagaimanapun itu.
Dan disinilah mereka dengan Julian yang berdiri dibalik semak-semak. Diperhatikannya gadis itu yang sedang duduk berduaan dengan Matt. Tangan Matt yang merangkul pundak Jolie, membuat darah Julian mendidih.
Julian sudah tidak kuat. Ia cemburu. Ia sangat sangat cemburu melihat kedekatan mereka.
Pria itu keluar dari persembunyiannya dan berjalan cepat mendatangi kedua insan yang sedang dimabuk cinta itu.
Mata Jolie dan Matt membulat ketika melihat Julian sudah berdiri dihadapan mereka dengan kilatan marah.
Serta merta Julian menarik Jolie untuk mencium bibir gadis itu dan melumatnya kasar di hadapan Matt.
Jolie mendorong kuat-kuat tubuh Julian. "Kau gila Julian!" teriaknya dengan wajah merah padam. Emosinya juga tidak bisa terbendung lagi.
"Ya, aku memang gila!" balas Julian tak kalah seru.
Jolie tersadar, ia melihat ke arah Matt, wajah pria itu nampak syok, dan bertanya-tanya. Ia memandang Jolie jijik lalu membalikkan tubuhnya dan bergegas untuk pergi.
"Matt!"
Panggilan Jolie tidak ia hiraukan. Jolie berlari sekuat tenaga, hingga ia jatuh terjerembab. Tapi Matt tidak peduli. Pria itu sudah tidak terkejar, Matt sudah pergi dengan motornya, diiringi tangisan Jolie.
.
Esoknya Jolie ditemukan tewas mengenaskan karena kecelakaan lalu lintas saat akan menemui Matt.
Ya, Julian membaca seluruh pesan yang Jolie kirimkan kepada Matt. Mereka sudah berjanji untuk bertemu lagi, berdua saja di taman kota untuk menyelesaikan kesalahpahaman mereka.
Tentu saja Julian tidak bisa menerima itu, karna mereka adalah kembar.
Kesenangan Jolie adalah kesenangan Julian.
Kesakitan Jolie adalah kesakitan Julian.
Dan apa yang Jolie sukai adalah apa yang Julian sukai.
Perih hati Julian ketika melihat kedua orangtuanya meraung-raung tepat di samping pemakaman Jolie.
Tetapi hatinya lebih sakit lagi ketika melihat Matt menangis tanpa suara sembari memandangi makan adiknya tersayang. Ya, seharusnya Jolie menjadi adik yang paling ia sayangi jika saja Jolie tidak menyukai Matt, lelaki yang Julian cintai.
Julian sengaja menyabotase rem mobil Jolie, karena gadis itu akan pergi menemui Matt-nya.
Seharusnya Jolie mendengarkan peringatannya. Seharusnya Jolie menepati janjinya, karena Julian akan mengatakan suatu saat nanti jika ketertarikan seksualnya sudah berubah.
Padahal sudah berbagai cara Julian lakukan untuk membuat Matt berpikiran buruk tentang Jolie, tapi pria itu seperti tidak peduli.
Kini yang harus dia lakukan adalah merubah kelaminnya menjadi seperti milik Jolie, agar Matt juga dapat menyukainya.
Agar mereka dapat bersatu tanpa tatapan tabu dari orang sekitar.
Julian tertawa dibalik jemarinya. Ia merubah raut wajahnya menjadi pilu lalu mendekat ke arah Matt dan memeluknya serta menepuk-nepuk pundaknya.
"Adikku tersayang, dia sudah bahagia di surga."
End.
*****
What do you think ??
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top